JPU KPK SIAPKAN 600 ORANG SAKSI DALAM PERSIDANGAN DUGAAN KASUS GRATIFIKASI DAN TPPU MANTAN BUPATI MOJOKERTO MUSTAFA KAMAL PASA DI PENGADILAN NEGERI TIPIKOR SURABAYA
-Baca Juga
SURABAYA, Mantan Bupati Mojokerto Jawa Timur Mustafa Kamal Pasa (MKP) kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya. Kamis Legi, 20 Januari 2022. Terkait, dugaaan kasus gratifikasi dan TPPU.
Agenda sidang tadi yakni, pembacaan dakwaan dari JPU KPK yang dipimpin oleh Jaksa Arief Suhermanto, SH, M.H..
Dalam dakwaan JPU KPK Arif Suhermanto dkk di persidangan Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya, mantan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa S.E (MKP) menjabat Bupati Mojokerto pada tahun 2010 - 2015 dan 2016- 2018. Telah, menerima uang sebesar Rp. 48 Milyar 192 juta, dengan rincian dari jual beli jabatan pegawai negeri sipil (PNS) dilingkungan Pemkab Mojokerto sebesar Rp. 31 Milyar serta dari rekanan atau pengusaha di Kabupaten Mojokerto sebesar Rp.16 Milyar 320 juta.
Pada tahun 2011, 2012 dan 2013 di tempat di Pendopo Peringgitan rumah dinas Bupati Mojokerto, terdakwa MKP menerima uang sebesar Rp.3 Milyar 750 juta dari pengusaha H. Suyitno Komanditer Aktif CV. DUA PUTRI sebagai fee paket proyek pekerjaan di Dinas PUPR, Pengairan dan Dinas Pertanian. Serta penerimaan uang sebesar Rp. 1 Milyar 250 juta dari direktur CV PRESTASI PRIMA, Ayub Bisono Listiyanto sebagai fee proyek.
Selain itu, semua pejabat di lingkup Pemkab Mojokerto yang mendapat promosi atau naik jabatan saat Bupati Mojokerto MKP tidak gratis semua ada nominalnya, seperti pada tanggal 8 Juli 2017 bertempat di Pendopo Peringgitan rumah dinas Bupati Mojokerto, Terdakwa MKP menerima uang sebesar Rp.50 juta dari JHS untuk mempertahankan jabatanya sebagai pejabat setempat.
Pada bulan September 2017, di rumah Sutrisno Desa Tawar, Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto terdakwa MKP, terima uang dari Suhari sebesar Rp. 200 juta untuk kepentingan Promosi jabatan sebagai Camat Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto Jawa Timur.
JPU KPK, Arif Suhermanto,SH, M.H. Menunjukkan Berkas Dakwaan Gratifikasi dan TPPU Mantan Bupati Mojokerto MKP.
” Terdakwa MKP, selaku Bupati Mojokerto telah menyalahgunakan jabatannya, yang bertentangan dengan kewajiban dan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU RI No.32 tahun 2004 tentang Pemerintan Daerah dan pasal 76 ayat (1) UU RI No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah” dakwa JPU KPK dalam dakwaannya.
Dikatakan JPU KPK Arif Suhermanto SH, MH kepada wartawan usai persidangan. Sidang dakwaan terhadap mantan Bupati Mojokerto itu, sidang perdana perkara Mustofa Kama Pasa (MKP) yang didakwa dua perkara sekaligus. “Yang pertama gratifikasi dan kedua kasus TPPU,” ujar Arif Suhermanto
" Terkait dengan gratifikasi kita mendakwa sekitar Rp.48 Milyar lebih. Serta dakwaan TPPU terkait, dengan pembelanjan pembelian beberapa aset, berupa benda tak bergerak dan benda bergerak termasuk 5 Jeet Sky," terang Ia.
Diungkapkan JPU KPK Arif Suhermanto, dakwaan yang dibacakan tadi globalnya saja. Pembuktian secara detail nya, nanti dalam persidangan,” papar ia.
Untuk menguatkan dakwaanya, JPU KPK menyiapkan 600 orang saksi. Sedang terdakwa MKP, didampingi 10 orang Penasehat Hukum.
Mustafa Kamal Pasa (MKP) mantan Bupati Mojokerto Jawa Timur itu, saat ini masih menjalani hukumannya dilapas porong Sidoarjo Jawa Timur, dalam kasus suap perijinan tower.
MKPMKP divonis Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya dalam kasus suap perijinan tower, 8 tahun pidana penjara kurungan wajib membayar denda Rp. 500 juta subsider 4 bulan kurungan. Ketika itu, Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan. Tanggal 21 Januari 2019.
Menurut Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan, MKP terbukti melakukan korupsi suap perizinan menara telekomunikasi. Dimana MKP mendisposisikan, atau merekomendasikan untuk mengeluarkan izin tower dua perusahaan. Majelis juga menganggap bahwa MKP secara sadar menerima uang tersebut.
“Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara 8 tahun,” ujar I Wayan Sosiawan saat membacakan amar putusan. Majelis hakim menyatakan dakwaan primer JPU KPK, yakni melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 juncto Pasal 65 ayat 1 terbukti.
Putusan majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni pidana 12 tahun penjara dan membayar denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Meski lebih rendah, namun majelis hakim mewajibkan MKP membayar uang pengganti Rp 2,75 miliar. Uang tersebut selambat-lambatnya harus diserahkan satu bulan setelah amar putusan. Dan jika tidak terpenuhi, maka harta benda milik MKP akan disita. Jika tidak ada juga, maka akan diganti dengan tambahan hukuman selama 1 tahun.
Tak hanya itu, majelis hakim juga mencabut hak politik MKP selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pidana. “Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana penjara pokoknya,” kata I Wayan Sosiawan.
Dalam putusannya, majelis hakim menganggap perbuatan MKP memenuhi unsur menguntungkan diri sendiri, menyalahgunakan wewenang, dan dilakukan bersama-sama pihak lain dalam perizinan pendirian tower BTS. MKP memperkaya diri sendiri sebanyak Rp 2,7 miliar dari pungutan liar perizinan tower.
“Seharusnya pendirian tower yang merupakan investasi perusahaan telekomunikasi ini bisa memberikan kontribusi kepada masyarakat Mojokerto, bukan kepada pribadi MKP,” kata majelis hakim.
Kasus suap Bupati Mojokerto dua periode itu bermula saat Satpol PP Pemerintah Kabupaten Mojokerto menyegel 22 menara komunikasi karena tak memiliki izin yang cukup. MKP kemudian meminta fee Rp 200 juta sebagai biaya perizinan. Total fee untuk perizinan 22 menara itu sebesar Rp 4,4 miliar, tapi baru diberikan Rp2,75 miliar.
Selama persidangan, sebanyak 35 saksi yang dihadirkan di pengadilan mengarah kepada MKP sebagai otak dalam kasus ini.
Selain kasus suap perizinan tower, KPK juga akan menjerat MKP dengan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ia diduga menyamarkan hasil korupsi melalui perusahaan milik keluarga, seperti CV Musika, PT Sirkah Purbantara dan PT Jisoelman Putra Bangsa.
MKP juga diduga menempatkan, menyimpan dan membelanjakan hasil penerimaan gratifikasi, berupa uang tunai Rp 4,2 miliar, kendaraan roda empat sebanyak 30 unit atas nama pihak lain. Kemudian kendaraan roda dua sebanyak dua unit atas nama pihak lain, dan jetski sebanyak lima unit.
Dalam kasus ini, MKP disangkakan melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. (DI)