Bawaslu: Kadisbudporapar Melanggar Netralitas ASN
-Baca Juga
Kasus yang melibatkan Norman Handhito, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Mojokerto, telah dinyatakan sebagai pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Mojokerto. Keputusan ini diambil setelah menggelar rapat pleno dengan Sentra Gakkumdu.
Bawaslu Mojokerto kini akan merekomendasikan kasus ini kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk tindakan disiplin. Kasus ini bermula dari kehadiran Handhito mendampingi calon Bupati Mojokerto, Ikfina Fahmawati, pada perayaan HUT ke-99 Perguruan Ilmu Sejati yang diadakan di Dusun Bendolor, Desa Kalen, Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto, pada 2 November 2024.
Dody Faizal, Ketua Bawaslu Mojokerto, menyatakan bahwa rapat pleno dengan Sentra Gakkumdu (Kepolisian dan Kejaksaan) menyimpulkan bahwa tindakan Handhito merupakan pelanggaran netralitas ASN.
“Semalam, Bawaslu bersama pihak Kepolisian dan Kejaksaan memutuskan bahwa kasus yang melibatkan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata memenuhi unsur pelanggaran netralitas ASN. Kami akan meneruskannya ke BKN,” jelas Dody pada Selasa (12/11).
Mengenai potensi tuduhan pidana terkait pemilihan, Dody menambahkan bahwa kasus ini dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh Sentra Gakkumdu. Oleh karena itu, kasus ini tidak akan diteruskan ke Kepolisian untuk penyelidikan.
Dody menjelaskan bahwa meskipun tindakan yang dilaporkan oleh Norman Handhito tidak memenuhi unsur pidana pemilihan, tindakan tersebut melanggar Pasal 2 huruf (f) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, serta Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 mengenai Kode Etik dan Kode Perilaku, yang bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan ASN serta kepentingan bangsa dan negara.
“Ini juga melanggar Pasal 5 huruf (n) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang pelanggaran disiplin ASN,” kata Dody.
Sementara itu, Aris Fachrudin Asy’at, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi di Bawaslu Mojokerto, menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Norman Handhito di acara tersebut tidak memenuhi unsur pidana pemilihan. Hal ini disebabkan tindakan Handhito tidak terbukti secara langsung dan jelas mendukung calon yang hadir, baik melalui ucapan maupun tindakan.
“Unsur pidana pemilihan tidak terpenuhi karena tidak ada bukti pernyataan yang jelas mendukung calon, dan tidak ada gestur atau gerakan tubuh, seperti mengacungkan jari, yang secara eksplisit mendukung calon tersebut,” jelas Aris.
Menurut Aris, keberadaan individu yang dilaporkan di samping salah satu calon, tanpa upaya untuk menghindar, tidak termasuk pelanggaran dengan unsur pidana terkait pemilihan. Aris melanjutkan dengan menyatakan bahwa tindakan yang dianggap pelanggaran pidana oleh Bawaslu adalah tindakan verbal yang secara langsung dan jelas mendukung seorang calon.
“Tindakan yang dapat mengarah pada tuduhan pidana terkait pemilihan adalah tindakan dukungan yang jelas, seperti mengenakan kaos calon, membuat pernyataan yang mengarahkan dukungan kepada calon, atau gerakan tubuh seperti mengacungkan beberapa jari yang identik dengan nomor calon, yang semuanya diatur dalam Undang-Undang Pemilihan,” ujarnya.
Aris juga menyatakan bahwa Bawaslu Kabupaten Mojokerto akan mengambil tindakan tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam menangani setiap pelanggaran pemilihan di Kabupaten Mojokerto, terutama yang melibatkan ASN. “Kami mengimbau agar ASN dan pihak terkait lainnya yang diharuskan untuk tetap netral untuk tidak terlibat dalam politik praktis,” tutupnya.
Sentra Gakkumdu adalah singkatan dari Sentra Penegakan Hukum Terpadu.
Sentra Gakkumdu ini ibarat tim gabungan yang dibentuk khusus untuk menangani semua laporan pelanggaran pemilu atau pilkada.
Tim ini terdiri dari unsur penting: Kepolisian, Kejaksaan, dan KPU (Komisi Pemilihan Umum).
Ketiga lembaga ini bekerja sama untuk menyelidiki, menindaklanjuti, dan menyelesaikan laporan pelanggaran yang terjadi. Jadi, kalau ada yang merasa ada kecurangan atau pelanggaran selama Pemilu atau Pilkada, mereka bisa melaporkan ke Sentra Gakkumdu. Tim ini kemudian akan menyelidiki laporan tersebut secara bersama-sama dan mengambil tindakan hukum yang sesuai.
Dengan adanya Sentra Gakkumdu, diharapkan proses penegakan hukum selama Pemilu atau Pilkada bisa lebih efektif dan efisien, karena semua pihak terkait bekerja sama secara terpadu. Ini penting untuk memastikan Pemilu atau Pilkada berjalan jujur, adil, dan demokratis.
Hukuman khusus yang diberikan kepada ASN yang terbukti melanggar kode etik dalam konteks Pilkada. Hukuman ini lebih berat dibandingkan dengan pelanggaran kode etik biasa karena menyangkut netralitas ASN dalam proses demokrasi.
Berikut beberapa poin penting terkait hukuman khusus ini:
Hukuman Disiplin: Hukuman disiplin yang diberikan kepada ASN yang melanggar kode etik dalam Pilkada diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Hukuman ini dibagi menjadi tiga tingkatan:
Hukuman Disiplin Ringan: Teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas.
Hukuman Disiplin Sedang: Penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah.
Hukuman Disiplin Berat: Penurunan pangkat setingkat lebih rendah, pemindahan dalam rangka penurunan pangkat setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan, dan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Sanksi Pidana: Selain hukuman disiplin, ASN yang melanggar kode etik dalam Pilkada juga bisa dikenai sanksi pidana, seperti kurungan penjara dan denda. Hal ini diatur dalam UU Pemilu dan UU Pilkada.
Contoh Kasus pelanggaran kode etik ASN dalam Pilkada yang berujung pada hukuman disiplin dan/atau pidana:
ASN yang menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye: Misalnya, ASN yang menggunakan mobil dinas untuk mengangkut atribut kampanye atau menggunakan kantor untuk pertemuan tim kampanye.
ASN yang terlibat dalam kegiatan kampanye: ASN yang ikut serta dalam pawai kampanye, membagikan alat peraga kampanye, atau memberikan dukungan terbuka kepada calon tertentu.
ASN yang menggunakan pengaruh jabatan untuk mempengaruhi pemilih: Misalnya, ASN yang mengancam atau memberikan iming-iming kepada warga untuk memilih calon tertentu.
ASN yang menyebarkan informasi yang tidak benar atau menyesatkan terkait Pilkada: Misalnya, ASN yang menyebarkan berita bohong atau fitnah tentang calon tertentu melalui media sosial.
Hukuman khusus untuk ASN yang melanggar kode etik dalam Pilkada lebih berat dibandingkan dengan pelanggaran kode etik biasa. Hal ini untuk memastikan bahwa ASN tetap netral dalam proses demokrasi dan tidak menggunakan jabatannya untuk kepentingan politik. Lembaga seperti KASN, BKN, dan Bawaslu terus bekerja untuk mengawasi netralitas ASN dan menindak tegas pelanggaran kode etik.
Penulis DION
Editor DJOSE