Dugaan Pelanggaran Netralitas Kades Randuharjo Dilimpahkan ke Kejaksaan ~ Detak Inspiratif | Berita dan informasi terkini Indonesia
RUNNING STORY :
Loading...

Dugaan Pelanggaran Netralitas Kades Randuharjo Dilimpahkan ke Kejaksaan

-

Baca Juga

Kasi Pidum, Kejari Kabupaten Mojokerto Nala Arjhunto 

Mojokerto, Jawa Timur - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto Jawa Timur, menerima pelimpahan berkas tahap II dugaan kasus pelanggaran netralitas pejabat daerah yang melibatkan Kepala Desa Randuharjo, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto Jawa Timur, Edo Yudha Arista, dari Reskrim Polres Kabupaten Mojokerto pada Rabu (20/11/2024).

Meskipun berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Kejari Kabupaten Mojokerto, Edo Yudha Arista, yang telah ditetapkan sebagai tersangka, untuk sementara tidak ditahan. 

Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto, Nala Arjhunto, S.H.,M.H., menyatakan bahwa berkas pelimpahan beserta sejumlah barang bukti telah diterima. "Barang bukti yang disita berupa handphone yang bersangkutan digunakan mengunggah video di media sosial dan menyebarkannya di grup WhatsApp perangkat desa sehingga bisa tersebar di masyarakat luas," ungkap Nala.

Kades Desa Randuharjo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto Edo Yudha Arista. Sedang menjalani Pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Mojokerto , Rabu 20 Nopember 2024. (baju kotak kotak)

Kasi Pidum menjelaskan bahwa, proses persidangan akan dilakukan dalam waktu lima hari kerja setelah pelimpahan ini. "Kami diberi waktu lima hari usai menerima pelimpahan dari Polres Mojokerto, selanjutnya perkara ini dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Mojokerto," jelasnya.

Pasal dakwaan yang disangkakan kepada tersangka Edo Yudha Arista adalah Pasal 188 UU RI Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pilkada Gubernur dan Bupati atau Wali Kota menjadi Undang-Undang junto Pasal 71 ayat 1 Undang-Undang No 10 Tahun 2016 atas perubahan kedua Undang-Undang R.I No 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2014 tentang Pilkada Gubernur dan Bupati atau Wali Kota menjadi Undang-Undang junto Pasal 64 ayat 1. "Dengan ancaman 6 bulan kurungan penjara dan ditahan menurut KUHP," imbuh Kasi Pidum.

Sebelumnya, Kepala Desa Randuharjo dilaporkan oleh Prabu Satu Nasional (PSN) Kabupaten Mojokerto ke Bawaslu Kabupaten Mojokerto pada Rabu, 23 Oktober 2024, atas dugaan pelanggaran netralitas. Dalam video yang beredar, kades tersebut terlihat secara terang-terangan menyatakan dukungannya kepada salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati Mojokerto yang berlaga dalam Pemilihan Bupati (Pilbup) Mojokerto 2024.

Kronologi singkat kasus dugaan pelanggaran netralitas yang melibatkan Kepala Desa Randuharjo:

23 Oktober 2024: Prabu Satu Nasional (PSN) Kabupaten Mojokerto melaporkan Kepala Desa Randuharjo ke Bawaslu Kabupaten Mojokerto atas dugaan pelanggaran netralitas.

Laporan Didukung Video: Laporan tersebut disertai bukti video yang menunjukkan Kepala Desa Randuharjo secara terang-terangan menyatakan dukungannya kepada salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati Mojokerto dalam Pilbup 2024.

Penyelidikan dan Penetapan Tersangka: Polres Kabupaten Mojokerto melakukan penyelidikan dan menetapkan Kepala Desa Randuharjo sebagai tersangka.

Pelimpahan Tahap II: Pada 20 November 2024, Polres Kabupaten Mojokerto melimpahkan berkas perkara tahap II beserta barang bukti ke Kejari Kabupaten Mojokerto.

Berkas Dinyatakan Lengkap: Kejari Kabupaten Mojokerto menyatakan berkas perkara lengkap (P21).

Tidak Ditahan: Meskipun berkas lengkap, Kepala Desa Randuharjo tidak ditahan karena berdasarkan KUHP, penahanan tidak diizinkan dalam kasus ini.

Pelimpahan ke Pengadilan: Kejari Kabupaten Mojokerto akan melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri Mojokerto dalam waktu lima hari kerja setelah tahap II pelimpahan.

Kasus ini masih dalam proses hukum dan akan diadili di Pengadilan Negeri Mojokerto.

Pelanggaran netralitas di tingkat desa seringkali terjadi karena kurangnya pemahaman tentang aturan netralitas dan pengaruh kuat dari ikatan sosial dan politik di masyarakat. Pelanggaran netralitas yang sering terjadi di tingkat desa:

Dukungan Terbuka terhadap Calon Tertentu: Perangkat desa, seperti kepala desa, sekretaris desa, atau perangkat desa lainnya, secara terang-terangan mendukung calon tertentu dalam pemilihan kepala desa atau pemilihan umum. Hal ini bisa berupa kampanye terbuka, membagikan alat peraga kampanye, atau memberikan janji-janji kepada warga atas nama desa.

Menggunakan Fasilitas Desa untuk Kegiatan Politik: Perangkat desa menggunakan fasilitas desa, seperti kantor desa, kendaraan dinas, atau dana desa, untuk kegiatan politik. Hal ini bisa berupa pertemuan politik, kampanye, atau kegiatan lain yang berbau politik.

Memengaruhi Warga Desa untuk Memilih Calon Tertentu: Perangkat desa secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi warga desa untuk memilih calon tertentu. Hal ini bisa berupa memberikan informasi yang menyesatkan, menekan warga, atau memberikan iming-iming tertentu.

Membuat Pernyataan Politik di Media Sosial: Perangkat desa membuat pernyataan politik di media sosial yang mendukung calon tertentu. Hal ini bisa berupa postingan, komentar, atau membagikan konten yang berbau politik.

Menghadiri Acara Politik: Perangkat desa menghadiri acara politik yang diselenggarakan oleh calon tertentu. Hal ini bisa berupa deklarasi calon, kampanye, atau kegiatan lain yang berbau politik.

Pentingnya Netralitas: Netralitas perangkat desa sangat penting untuk menjaga integritas dan kredibilitas desa. Perangkat desa harus bersikap adil dan tidak memihak kepada calon tertentu dalam pemilihan kepala desa atau pemilihan umum. Hal ini akan memastikan bahwa proses pemilihan berjalan dengan jujur, adil, dan demokratis.

Sanksi: Pejabat desa yang terbukti melanggar netralitas dapat dikenai sanksi, baik administratif maupun pidana. Sanksi administratif bisa berupa penurunan pangkat, penundaan kenaikan gaji berkala, atau pemberhentian dari jabatan. Sanksi pidana bisa berupa pidana penjara atau denda.

Pencegahan: Untuk mencegah pelanggaran netralitas di tingkat desa, perlu dilakukan upaya pencegahan, seperti: Sosialisasi aturan netralitas kepada perangkat desa. Peningkatan pengawasan dan monitoring terhadap perangkat desa. Penegakan hukum terhadap perangkat desa yang terbukti melanggar netralitas. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya netralitas perangkat desa.

Pelanggaran netralitas di tingkat desa dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Penting bagi perangkat desa untuk memahami aturan netralitas dan bersikap adil dan tidak memihak kepada calon tertentu dalam pemilihan kepala desa atau pemilihan umum. Masyarakat juga harus berperan aktif dalam mengawasi dan melaporkan pelanggaran netralitas yang terjadi di desa.

Sementara pelanggaran netralitas pejabat daerah sering terjadi dalam berbagai bentuk, terutama menjelang dan selama masa kampanye Pemilu atau Pilkada. Pelanggaran netralitas yang sering terjadi:

Dukungan Terbuka: Menyatakan dukungan terhadap calon tertentu: Pejabat daerah yang secara terbuka menyatakan dukungan kepada calon tertentu, baik melalui ucapan, tulisan, maupun media sosial.

Menggunakan atribut kampanye: Pejabat daerah yang menggunakan atribut kampanye seperti baju, topi, atau stiker dengan logo calon tertentu.

Menghadiri acara kampanye: Pejabat daerah yang menghadiri acara kampanye dan memberikan sambutan yang mengarah pada dukungan terhadap calon tertentu.

Pemanfaatan Jabatan: Memanfaatkan fasilitas negara untuk kampanye: Pejabat daerah yang menggunakan fasilitas negara seperti mobil dinas, kantor, atau dana untuk kegiatan kampanye.

Memengaruhi bawahan untuk mendukung calon tertentu: Pejabat daerah yang menekan atau mengintimidasi bawahannya untuk mendukung calon tertentu.

Memanfaatkan program pemerintah untuk kepentingan kampanye: Pejabat daerah yang memanfaatkan program pemerintah seperti bantuan sosial atau pembangunan infrastruktur untuk menguntungkan calon tertentu.

Propaganda dan Kampanye Terselubung: Membuat pernyataan yang mengarah pada dukungan: Pejabat daerah yang membuat pernyataan yang mengarah pada dukungan kepada calon tertentu, meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan nama calon.

Membuat konten media sosial yang berpihak: Pejabat daerah yang membuat konten media sosial yang berpihak kepada calon tertentu, seperti likes, comments, atau share.

Membuat pernyataan yang merugikan calon lain: Pejabat daerah yang membuat pernyataan yang merugikan calon lain, meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan nama calon.

Penggunaan Kekuasaan: Memanfaatkan wewenang untuk mempengaruhi pemilih: Pejabat daerah yang menggunakan wewenang untuk mempengaruhi pemilih, seperti memberikan bantuan atau janji kepada pemilih dengan syarat mereka memilih calon tertentu.

Mengancam pemilih yang tidak mendukung calon tertentu: Pejabat daerah yang mengancam pemilih yang tidak mendukung calon tertentu.

Pelanggaran Kode Etik: Menjadi anggota partai politik: Pejabat daerah yang menjadi anggota partai politik, meskipun tidak aktif dalam kegiatan partai.

Membuat keputusan yang menguntungkan calon tertentu: Pejabat daerah yang membuat keputusan yang menguntungkan calon tertentu, seperti memberikan izin atau kontrak proyek kepada pendukung calon tertentu.

Pelanggaran Disiplin: Menjadi pengurus partai politik: Pejabat daerah yang menjadi pengurus partai politik, meskipun tidak aktif dalam kegiatan partai. Mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan: Pejabat daerah yang mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan kepada calon tertentu, seperti mengadakan acara pertemuan dengan pendukung calon tertentu.

Pelanggaran Lainnya: Memasang baliho atau spanduk untuk kepentingan kandidat tertentu: Pejabat daerah yang memasang baliho atau spanduk untuk kepentingan kandidat tertentu. Memfasilitasi kandidat tertentu: Pejabat daerah yang memfasilitasi kandidat tertentu, seperti menyediakan tempat atau peralatan untuk kegiatan kampanye.

Penting untuk diingat bahwa setiap pelanggaran netralitas, baik yang tercantum di atas maupun yang lainnya, dapat berakibat serius bagi pejabat daerah yang melanggar. Sanksi yang dapat dijatuhkan meliputi sanksi disiplin, sanksi kode etik, hingga sanksi pidana.

Pejabat daerah yang terbukti melanggar netralitas dapat dikenai berbagai sanksi, baik administratif maupun pidana, tergantung pada jenis pelanggaran dan tingkat keseriusannya. Berikut beberapa jenis sanksi yang bisa diberikan:

Sanksi Administratif: Penurunan pangkat: Pejabat daerah yang terbukti melanggar netralitas dapat diturunkan pangkatnya, baik setingkat maupun beberapa tingkat, tergantung pada tingkat pelanggaran.

Penundaan kenaikan gaji berkala: Pejabat daerah yang terbukti melanggar netralitas dapat dikenai penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun atau lebih.

Pemberhentian dari jabatan: Pejabat daerah yang terbukti melanggar netralitas dapat diberhentikan dari jabatannya, baik sementara maupun tetap, tergantung pada tingkat pelanggaran.

Pemindahan tugas: Pejabat daerah yang terbukti melanggar netralitas dapat dipindahkan tugasnya ke jabatan lain yang tidak terkait dengan politik.

Penghentian hak-hak kepegawaian: Pejabat daerah yang terbukti melanggar netralitas dapat dihentikan hak-hak kepegawaiannya, seperti tunjangan atau cuti.

Sanksi Pidana: Pidana penjara: Pejabat daerah yang terbukti melanggar netralitas dapat dikenai pidana penjara paling lama 6 bulan.

Denda: Pejabat daerah yang terbukti melanggar netralitas dapat dikenai denda paling banyak Rp 6.000.000.

Sanksi Kode Etik: Peringatan: Pejabat daerah yang terbukti melanggar netralitas dapat dikenai peringatan tertulis atau lisan. Penurunan jabatan: Pejabat daerah yang terbukti melanggar netralitas dapat diturunkan jabatannya.

Sanksi Disiplin: Penurunan pangkat: Pejabat daerah yang terbukti melanggar netralitas dapat diturunkan pangkatnya. Penundaan kenaikan gaji berkala: Pejabat daerah yang terbukti melanggar netralitas dapat dikenai penundaan kenaikan gaji berkala. Pemberhentian dari jabatan: Pejabat daerah yang terbukti melanggar netralitas dapat diberhentikan dari jabatannya.

Sanksi Lainnya: Pemblokiran data kepegawaian: Pejabat daerah yang terbukti melanggar netralitas dapat diblokir data kepegawaiannya, sehingga tidak dapat menerima hak-hak kepegawaian.

Rekomendasi kepada PPK: Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dapat memberikan rekomendasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk menjatuhkan sanksi kepada pejabat daerah yang terbukti melanggar netralitas.

Penanganan Pelanggaran Netralitas: Laporan: Masyarakat dapat melaporkan dugaan pelanggaran netralitas kepada KASN, Bawaslu, atau lembaga pengawas lainnya.

Investigasi: Lembaga pengawas akan melakukan investigasi untuk menguji kebenaran laporan dan mengumpulkan bukti.

Putusan: Jika terbukti melanggar, lembaga pengawas akan menjatuhkan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Pejabat daerah yang terbukti melanggar netralitas dapat dikenai berbagai sanksi, baik administratif maupun pidana. Sanksi yang diberikan tergantung pada jenis pelanggaran dan tingkat keseriusannya. Penting bagi pejabat daerah untuk memahami dan mematuhi aturan netralitas agar tidak terkena sanksi.


Penulis Dion

Editor.  Djose

Mungkin Juga Menarik × +
VIDEOS
PERISTIWA
Hukum Kriminal
Olahraga

 
Atas
Night Mode