GUYONAN KONYOL KADES RANDUHARJO DAN NETRALITAS PILKADA BERUJUNG PROSES HUKUM
-Baca Juga
Kades Desa Randuharjo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto Jawa Timur (baju kotak kotak).
Di ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri Mojokerto, hawa tegang terasa menusuk kulit. Edo Yuda Astira, Kepala Desa Randuharjo, duduk tegak di kursi terdakwa, kemeja putihnya tampak sedikit kusut, kontras dengan celana biru gelapnya yang rapi. Matahari sore menyinari wajahnya yang pucat, mengungkapkan beban yang dipikulnya. Sidang kasus pelanggaran netralitasnya kembali digelar, Jumat, 29 November 2024.
Dua video menjadi pusat perhatian. Video pertama, yang direkam dan diunggah sendiri oleh Edo di akun TikToknya, @kadesjapanese99, pada 9 Oktober 2024, memperlihatkan dirinya berjoget ria, mengenakan kaos bertuliskan "Idola"—akronim dari pasangan calon nomor urut satu, Ikfina Fahmawati dan Sa’dulloh Syarofi. Edo mengaku mendapatkan kaos itu secara cuma-cuma dari tim sukses paslon nomor urut satu saat sedang meninjau proyek pembangunan jalan di desanya. "Hanya iseng, Pak Hakim," jelasnya, suaranya hampir tak terdengar. Video itu hanya bertahan dua hari sebelum dihapusnya.
Video kedua, yang jauh lebih bermasalah, direkam pada 22 Oktober 2024. Di video itu, Edo terlihat memegang tumpukan uang, mengatakan akan membagikannya kepada warga jika paslon "Idola" menang. Ini yang membuat masalahnya semakin rumit. Edo menjelaskan, perkataannya itu spontan, terlontar sebagai reaksi atas ketidakhadiran Muhammad Al-Barra, calon bupati nomor urut dua, dalam pelantikannya sebagai kepala desa. "Saya kesal, Pak Hakim. Beliau tidak datang," ucapnya, sedikit meninggikan suara. Edo bersikeras uang itu berasal dari sewa Tanah Kas Desa (TKD), bukan dari dana kampanye.
Sidang Selasa, 26 November 2024, memperkuat drama ini. Di ruang Candra, PN Mojokerto, JPU menghadirkan 17 saksi: pelapor, Suhartono; perangkat desa, termasuk Abdul Salim yang mengaku merekam video kedua atas permintaan Edo—yang disebutnya sebagai "gurauan"—dan kemudian menyebarkannya ke grup WhatsApp perangkat desa; perwakilan tim sukses paslon satu dan dua; serta saksi ahli dari KPU dan DPMD. Abdul Salim sendiri menegaskan uang dalam video itu adalah uang TKD, hasil sewa tanah desa senilai Rp 220 juta per tahun, yang akan dibagikan sebagai tunjangan perangkat desa.
Di balik ketegangan sidang, tergambarlah dilema seorang kepala desa yang terjebak di antara loyalitas pribadi dan kewajiban netralitas. Apakah ketidaksukaan pribadi terhadap seorang calon bupati dapat membenarkan tindakan yang berpotensi melanggar hukum? Pertanyaan ini akan terus menggantung hingga pembacaan tuntutan pada Senin, 2 Desember 2024. Nasib Edo Yuda Astira, sang Kades Randuharjo, kini berada di tangan hukum. Kisah ini menjadi pengingat akan pentingnya netralitas dalam proses demokrasi, bahkan di tingkat desa yang paling kecil sekalipun.
Kasus ini berpusat pada dugaan pelanggaran netralitas oleh seorang Kepala Desa (Kades) bernama Edo Yudha Astira (35) di Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024.
Kronologi Kasus:
- Laporan Bawaslu: Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Mojokerto menerima laporan terkait dugaan pelanggaran netralitas Kades Edo Yudha Astira dalam Pilkada 2024.
- Penyelidikan Polisi: Polisi melakukan penyelidikan dan mengumpulkan bukti terkait dugaan pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh Kades Edo Yudha Astira.
- P21: Berkas kasus dinyatakan lengkap (P21) oleh polisi dan diserahkan ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto.
- Barang Bukti: Barang bukti yang disita dari Kades Edo Yudha Astira meliputi satu unit Handphone (HP) merek iPhone, satu unit HP merk OPPO, satu jendela SK Kades Randuharjo, dan satu buah flashdisk.
Pelanggaran Netralitas:
Kades Edo Yudha Astira diduga melanggar netralitasnya sebagai kepala desa dalam Pilkada 2024. Hal ini dapat terjadi jika Kades Edo Yudha Astira terlibat dalam kegiatan politik praktis yang mendukung salah satu pasangan calon.
Aturan Netralitas:
Aturan netralitas aparatur desa, termasuk kepala desa, tertuang dalam UU Pemilu. Kepala desa dan perangkat desa dilarang melakukan politik praktis.
Dampak Pelanggaran Netralitas:
Pelanggaran netralitas oleh kepala desa dapat berdampak negatif pada integritas dan kredibilitas penyelenggaraan Pemilu. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi.
Kasus dugaan pelanggaran netralitas Kades Edo Yudha Astira di Kabupaten Mojokerto merupakan contoh pentingnya menjaga netralitas aparatur desa dalam Pemilu. Pelanggaran netralitas dapat berdampak serius terhadap integritas dan kredibilitas Pemilu.
Jika terbukti bersalah dalam kasus dugaan pelanggaran netralitas, Kades Edo Yudha Astira dapat menghadapi berbagai sanksi, baik administratif maupun pidana.
Sanksi Administratif:
- Pemecatan: Kades Edo Yudha Astira dapat diberhentikan dari jabatannya sebagai kepala desa. Hal ini diatur dalam UU Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) terkait dengan tata cara pemberhentian kepala desa.
- Skorsing: Sebagai sanksi ringan, Kades Edo Yudha Astira dapat dikenai skorsing atau penangguhan jabatan sementara.
- Peringatan: Kades Edo Yudha Astira dapat diberikan peringatan tertulis atau lisan sebagai bentuk sanksi ringan.
Sanksi Pidana:
- UU Pemilu: Pelanggaran netralitas aparatur desa dalam Pilkada diatur dalam UU Pemilu. Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan berdasarkan UU Pemilu meliputi:
- Denda: Kades Edo Yudha Astira dapat dijatuhi denda dengan jumlah tertentu.
- Penjara: Kades Edo Yudha Astira dapat dijatuhi hukuman penjara dengan masa tertentu.
- KUHP: Tergantung pada jenis pelanggaran yang dilakukan, Kades Edo Yudha Astira dapat dikenai pasal-pasal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Faktor Penentu Sanksi:
Tingkat keparahan sanksi yang dijatuhkan pada Kades Edo Yudha Astira akan tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
- Tingkat Kesalahan: Semakin berat pelanggaran yang dilakukan, semakin berat pula sanksi yang akan dijatuhkan.
- Bukti: Kekuatan bukti yang diajukan dalam persidangan akan menentukan tingkat keparahan sanksi.
- Faktor Mitigasi: Adanya faktor-faktor yang meringankan hukuman, seperti pengakuan kesalahan dan permohonan maaf, dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan sanksi.
Sanksi yang dijatuhkan pada Kades Edo Yudha Astira akan ditentukan berdasarkan hasil persidangan dan pertimbangan hakim. Sanksi yang mungkin dijatuhkan meliputi sanksi administratif, seperti pemecatan, skorsing, dan peringatan, serta sanksi pidana berdasarkan UU Pemilu dan KUHP.
Penulis DION
Editor DJOSE