Lapor Bawaslu terkait Rotasi Jabatan
-Baca Juga
Koordinator Aliansi Masyarakat Pengawas Pilkada (AMPP), Mustiko Romadhoni, telah melaporkan calon Bupati (Cabup) Mojokerto, Ikfina Fahmawati, ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Laporan ini terkait dengan mutasi, promosi, dan demosi yang terjadi di lingkungan pemerintahan Kabupaten Mojokerto pada bulan Agustus.
Mustiko berargumen bahwa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah mengeluarkan surat edaran nomor 100.2.1.3/1575/SJ dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Aturan ini melarang perubahan personel selama periode pemilihan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Regulasi tersebut menyatakan bahwa calon petahana dilarang melakukan perubahan personel enam bulan sebelum pasangan calon diumumkan secara resmi hingga akhir masa jabatan mereka, kecuali izin tertulis diberikan oleh Kementerian Dalam Negeri.
"Bukan hanya kepala dinas, tetapi juga tujuh pejabat fungsional pemkab dan pengangkatan kepala sekolah yang dimutasi pada bulan Agustus. Kami menduga tidak ada izin tertulis dari Kementerian Dalam Negeri," jelas Mustiko di kantor Bawaslu Kabupaten Mojokerto pada hari Selasa (19/11).
Mustiko menegaskan bahwa laporan ke Bawaslu ini didasari dugaan pelanggaran Pasal 71 ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Pasal ini secara eksplisit melarang perubahan personel pemerintahan enam bulan sebelum pengumuman pasangan calon. Jika dilanggar, sanksi administratifnya termasuk pembatalan atau diskualifikasi calon dalam pemilihan, seperti yang diuraikan dalam Pasal 71 ayat 5.
"Untuk tindakan Ikfina Fahmawati sebagai cabup petahana, sanksi pidananya untuk melanggar Pasal 71 ayat 2 atau Pasal 162 ayat 3 adalah penjara paling lama enam bulan dan/atau denda paling banyak Rp 6 juta," tambahnya, mengutip ketentuan Pasal 190 Undang-Undang Pemilu.
Ia melanjutkan dengan menjelaskan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, perubahan personel hanya diperbolehkan dengan izin tertulis dari Kementerian Dalam Negeri, tanpa memandang apakah posisinya struktural atau fungsional.
"Undang-Undang Pemilu berlaku sama untuk semua perubahan personel di lingkup Pemerintah Daerah, tidak hanya untuk posisi struktural atau fungsional. Semua memerlukan izin," tegas Mustiko.
Mustiko bersikeras bahwa Bawaslu harus bertindak tegas dan tanpa bias. Jika unsur formal dan material terpenuhi, mereka harus segera mengambil tindakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, karena izin tertulis dari Kementerian Dalam Negeri terkait rotasi pejabat fungsional dan kepala sekolah tidak pernah dipublikasikan kepada publik.
Ketua Bawaslu Kabupaten Mojokerto, Dody Faizal, mengonfirmasi bahwa Bawaslu Kabupaten Mojokerto telah menerima laporan dari Mustiko Romadhoni mengenai dugaan pelanggaran terkait perubahan personel yang dilakukan oleh Bupati Mojokerto saat ini yang mencalonkan diri kembali. Ia menyatakan bahwa, pada prinsipnya, Bawaslu tidak dapat menolak laporan dugaan pelanggaran.
"Bawaslu Kabupaten Mojokerto akan menggelar rapat pleno untuk memeriksa unsur formal dan material dari laporan ini dalam waktu maksimal 2x24 jam," kata Dody.
Ia menjelaskan bahwa jika dalam rapat pleno tahap awal ini ditentukan bahwa laporan memenuhi syarat formal dan material, Bawaslu akan mendaftarkan laporan tersebut dan kemudian membahasnya di tingkat Gakkumdu (Kepolisian dan Kejaksaan).
"Setelah itu, jika unsur pidananya terbukti, penyidik Gakkumdu akan melanjutkan penyidikan," jelas ia.
Dasar hukum pelarangan mutasi jabatan bagi kepala daerah petahana yang mencalonkan diri kembali adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
UU ini mengatur bahwa kepala daerah petahana yang mencalonkan diri kembali di daerah yang sama harus berhenti dari jabatannya selama masa kampanye . Hal ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan wewenang oleh kepala daerah petahana untuk mendapatkan keuntungan politik dalam Pilkada.
Larangan mutasi jabatan ini bertujuan untuk menjaga netralitas birokrasi dan menghindari konflik kepentingan dalam Pilkada. Dengan demikian, kepala daerah petahana tidak dapat memanfaatkan jabatannya untuk mempengaruhi atau menguntungkan calon tertentu.
Selain UU Nomor 10 Tahun 2016, terdapat aturan tambahan yang mengatur tentang penggantian pejabat oleh kepala daerah petahana yang mengikuti Pilkada. Salah satunya adalah Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 273/487/SJ yang diterbitkan pada tanggal 21 Januari 2020 . Surat edaran ini mengatur bahwa penggantian pejabat hanya boleh dilakukan untuk menghilangkan kekosongan jabatan dan tidak boleh dilakukan mutasi/rotasi dalam jabatan.
Pelarangan mutasi jabatan bagi kepala daerah petahana yang mencalonkan diri kembali merupakan upaya untuk menjaga integritas dan netralitas penyelenggaraan Pilkada. Aturan ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan menjamin keadilan dalam proses pemilihan.
Penulis DION
Editor DJOSE