Kasus Desa Wotanmas Jedong Ketidakjelasan Regulasi dan Konsekuensinya ~ Detak Inspiratif | Berita dan informasi terkini Indonesia
RUNNING STORY :
Loading...

Kasus Desa Wotanmas Jedong Ketidakjelasan Regulasi dan Konsekuensinya

-

Baca Juga

Bapak H. Winajat Koordinator Komisi 1 sekaligus Pimpinan DPRD Kabupaten Mojokerto didampingi Ketua Komisi 1 Bapak H. Dhofir dan Bapak H. Sujatmiko,  Bapak H. Anwar dan Bapak H. Sugianto 

Desa Wotanmas Jedong, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, mendadak menjadi sorotan nasional bukan karena situs sejarah Candi Jedong peninggalan Kerajaan Mataram Baru di masa kejayaan Raja Airlangga, melainkan karena konflik politik internal yang memanas.  Permasalahan bermula dari pemberhentian tiga perangkat desa (kepala dusun) oleh Kepala Desa Anang Wijayanto, yang kemudian dinilai cacat hukum dan memicu kegaduhan.

Camat Kecamatan Ngoro Mojokerto Jawa Timur Bapak Satrio Wiji Utomo 

Tindakan Kepala Desa tersebut didasarkan pada UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang menetapkan batas masa kerja perangkat desa selama 15 tahun.  Namun, undang-undang tersebut telah dicabut dan digantikan oleh regulasi yang lebih baru.  Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan revisinya, UU Nomor 3 Tahun 2024,  kini menetapkan batas usia pensiun perangkat desa hingga 60 tahun.  Lebih lanjut, UU Nomor 3 Tahun 2024 juga mengatur bahwa pemberhentian perangkat desa memerlukan rekomendasi dari Bupati, bukan lagi Camat seperti yang mungkin dipahami oleh Kepala Desa.  Ketidakpahaman atau ketidaktahuan akan perubahan regulasi inilah yang menjadi akar permasalahan utama.

Mediasi Hearing Komisi 1 DPRD Kabupaten Mojokerto Jawa Timur dan Pemerintah Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto Kamis 6 Februari 2025

Peran Camat Ngoro, Bapak Satrio Wiji Utomo, dalam kasus ini menjadi pusat perhatian.  Kepala Desa Anang Wijayanto, pada tanggal 16 Oktober 2024, mengajukan permohonan rekomendasi pemberhentian tiga kepala dusun kepada Camat, merujuk pada UU yang telah kadaluarsa.  Surat rekomendasi dari Camat, tertanggal 17 Oktober 2024 (Nomor: 141/895/416-305/2024),  kemudian menjadi dasar Kepala Desa untuk memberhentikan perangkat desanya.  Terlihat jelas Camat tidak melakukan kajian mendalam terhadap regulasi terbaru sebelum mengeluarkan rekomendasi tersebut.

Bapak H. Winajat Koordinator Komisi 1 sekaligus Pimpinan DPRD Kabupaten Mojokerto dan Bapak H. Dhofir Ketua Komisi 1 

Ketiga perangkat desa yang diberhentikan, Bapak Samsul Ma’arif (Jedong Wetan), Bapak Sukim (Jedong Kulon), dan Bapak Solihin (Watusari), setelah berkonsultasi dengan Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI), mengajukan keberatan kepada Pemerintah Kabupaten Mojokerto.  Sebagai konsekuensinya, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Mojokerto, Bapak Teguh Gunarko, melalui Surat Keputusan yang ditandatangani Asisten Pemerintahan dan Kesra, Bapak Bambang Purwanto, SH., MH., pada tanggal 17 Desember 2024, mencabut rekomendasi pemberhentian tersebut.  SK tersebut memerintahkan Kepala Desa untuk membatalkan keputusan pemberhentian dan mengangkat kembali ketiga kepala dusun hingga usia 60 tahun.

Namun, Kepala Desa Anang Wijayanto menolak untuk mematuhi keputusan Pemerintah Kabupaten Mojokerto.  Keengganan ini yang kemudian memicu eskalasi konflik dan menjadikan Desa Wotanmas Jedong sebagai trending topik.  Mediasi yang dilakukan Komisi I DPRD Kabupaten Mojokerto pada 6 Februari 2025, dihadiri berbagai pihak termasuk perwakilan dari Pemerintah Kabupaten Mojokerto,  hanya menghasilkan kesepakatan sementara dan belum menyelesaikan masalah secara tuntas.

Kasus ini menjadi studi kasus penting tentang implementasi regulasi di pemerintahan desa.  Ketidakjelasan dan kurangnya pemahaman terhadap perubahan undang-undang berdampak serius, menimbulkan konflik, dan menghambat jalannya pemerintahan desa.  Keteledoran Camat Ngoro dalam mengeluarkan rekomendasi yang tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku menjadi faktor utama penyebab konflik.  Hal ini menunjukan pentingnya pemutakhiran pengetahuan hukum bagi seluruh aparatur pemerintahan, khususnya di tingkat desa dan kecamatan.

Ke depan, Pemerintah Kabupaten Mojokerto perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Camat Ngoro dan memberikan pembinaan serta pelatihan terkait regulasi terkini.  Langkah-langkah korektif, termasuk potensi sanksi administratif hingga pidana bagi Camat, perlu dipertimbangkan.  Selain itu,  peningkatan kapasitas dan pemahaman hukum bagi perangkat desa juga sangat penting untuk mencegah terulangnya kasus serupa.  Kasus Desa Wotanmas Jedong menjadi pengingat penting betapa krusialnya pemahaman dan kepatuhan terhadap hukum dalam menciptakan pemerintahan yang baik, transparan, dan akuntabel.


Penulis Dion 

Editor Djose 





Mungkin Juga Menarik × +
VIDEOS
PERISTIWA
Hukum Kriminal
Olahraga

 
Atas
Night Mode