Temuan BPK Ungkap Celah Hukum dalam Pengelolaan Keuangan Kabupaten Mojokerto Meskipun Raih Opini WTP
-Baca Juga
MOJOKERTO, Jawa Timur – Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diraih Pemerintah Kabupaten Mojokerto atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2024 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak serta-merta menutup kemungkinan adanya potensi pelanggaran hukum dalam pengelolaan keuangan daerah. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK, yang baru-baru ini dirilis, mengungkap sejumlah temuan yang mengindikasikan adanya kelemahan sistemik dalam pengendalian internal dan potensi pelanggaran peraturan perundang-undangan.
LHP BPK mencatat tiga temuan krusial yang berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum:
Pertama, Kehilangan Pendapatan Negara yang Signifikan: Pemberian Nomor Pokok Objek Pajak Tertentu (NPOPTKP) ganda mengakibatkan kekurangan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp539.312.825,00. Praktik ini diduga melanggar ketentuan perpajakan yang berlaku dan berpotensi dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi berupa kerugian keuangan negara.
Kedua, Potensi Penyalahgunaan Anggaran di RSUD R.A. Basoeni: Temuan BPK terkait pengelolaan belanja jasa pelayanan kesehatan di RSUD R.A. Basoeni mengindikasikan adanya potensi penyalahgunaan anggaran. Hal ini perlu diselidiki lebih lanjut untuk memastikan apakah terdapat unsur pidana, seperti penggelapan atau korupsi.
Ketiga, Kelemahan Pengelolaan Aset yang Berpotensi Merugikan Negara: Data Kartu Inventaris Barang (KIB) yang tidak lengkap dan valid menunjukkan adanya kelemahan dalam pengelolaan aset daerah. Kelemahan ini dapat berimplikasi pada potensi kerugian negara akibat kehilangan aset atau penyalahgunaan aset milik daerah.
Rekomendasi dan Tindak Lanjut: BPK telah memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Mojokerto untuk menindaklanjuti temuan-temuan tersebut. Tindak lanjut yang diperlukan bukan hanya sebatas administratif, melainkan juga perlu melibatkan aparat penegak hukum untuk menyelidiki lebih lanjut dugaan pelanggaran hukum yang ditemukan. Kegagalan dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK dapat berimplikasi pada proses hukum lebih lanjut.
Implikasi Hukum: Temuan BPK ini memiliki implikasi hukum yang serius. Potensi pelanggaran hukum yang ditemukan perlu diusut tuntas oleh aparat penegak hukum untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah. Ketiadaan tindakan tegas dapat menghambat upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di Kabupaten Mojokerto. Pemerintah Kabupaten Mojokerto wajib menunjukkan komitmennya dalam menegakkan hukum dan memastikan pengelolaan keuangan daerah yang bersih dan transparan.
Potensi kerugian negara dalam temuan BPK atas LKPD Kabupaten Mojokerto tahun 2024 berasal dari beberapa sumber, masing-masing dengan mekanisme dan besaran kerugian yang berbeda.
Kehilangan Pendapatan Negara Akibat Pemberian NPOPTKP Ganda (Rp 539.312.825,00):
Mekanisme Kerugian: Pemberian Nomor Pokok Objek Pajak Tertentu (NPOPTKP) ganda kepada wajib pajak mengakibatkan pengurangan atau penghapusan pajak yang seharusnya dibayarkan. Sistem seharusnya mendeteksi jika NPOPTKP sudah pernah diberikan, mencegah pemberian ganda. Kegagalan sistem inilah yang menyebabkan potensi kerugian negara. Wajib pajak yang seharusnya membayar pajak, tidak membayar karena kesalahan sistem.
Besaran Kerugian: Angka Rp 539.312.825,00 merupakan jumlah pasti kekurangan penerimaan pajak yang sudah teridentifikasi. Mungkin saja terdapat kasus serupa yang belum terdeteksi, sehingga potensi kerugian negara sebenarnya bisa lebih besar.
Bukti Kerugian: Bukti kerugian terlihat dari selisih antara penerimaan pajak yang seharusnya diterima (berdasarkan jumlah wajib pajak dan nilai objek pajak) dengan penerimaan pajak yang terealisasi. Data ini ada dalam temuan BPK.
Potensi Kerugian Negara Akibat Potensi Penyalahgunaan Anggaran di RSUD R.A. Basoeni:
Mekanisme Kerugian: Temuan BPK mengenai pengelolaan belanja jasa pelayanan kesehatan di RSUD R.A. Basoeni menunjukkan potensi penyimpangan. Meskipun jumlah pastinya belum diketahui, potensi penyimpangan ini dapat berupa penggelapan, korupsi, atau bentuk penyalahgunaan anggaran lainnya. Tanpa pengawasan yang ketat dan sistem akuntansi yang transparan, dana yang seharusnya digunakan untuk pelayanan kesehatan berpotensi disalahgunakan.
Besaran Kerugian: Besaran kerugian belum dapat dipastikan sampai dilakukan investigasi lebih lanjut. Jumlah ini dapat bervariasi, tergantung pada jenis dan skala penyimpangan yang terjadi.
Bukti Kerugian: Bukti awal berupa temuan BPK mengenai ketidaksesuaian pengelolaan anggaran dengan aturan yang berlaku. Investigasi lebih lanjut diperlukan untuk mengungkap bukti-bukti yang lebih kuat terkait besaran kerugian.
Potensi Kerugian Negara Akibat Kelemahan Pengelolaan Aset:
Mekanisme Kerugian: Data Kartu Inventaris Barang (KIB) yang tidak lengkap dan tidak valid mengakibatkan ketidakpastian mengenai aset milik daerah. Kondisi ini berisiko menyebabkan kehilangan aset, penyalahgunaan aset, atau kesulitan dalam melakukan pengawasan dan pengendalian aset. Aset yang tidak tercatat dengan baik dapat hilang karena kerusakan, pencurian, atau penyelewengan lainnya.
Besaran Kerugian: Besaran kerugian belum dapat ditentukan sampai dilakukan inventarisasi dan verifikasi aset secara menyeluruh. Kerugian dapat berupa nilai aset yang hilang atau nilai aset yang tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.
Bukti Kerugian: Bukti berupa data KIB yang tidak lengkap dan tidak valid. Investigasi lebih lanjut diperlukan untuk menentukan jumlah dan jenis aset yang hilang atau tidak tercatat.
Total potensi kerugian negara belum dapat dipastikan secara pasti karena masih memerlukan investigasi lebih lanjut, terutama terkait potensi penyalahgunaan anggaran di RSUD dan kerugian akibat pengelolaan aset yang buruk. Namun, angka Rp 539.312.825,00 merupakan kerugian yang sudah teridentifikasi dan merupakan bukti nyata kelemahan sistem pengendalian internal di Kabupaten Mojokerto. Investigasi lebih lanjut sangat penting untuk mencegah kerugian yang lebih besar di masa depan.
Contoh penyalahgunaan anggaran di RSUD sangat beragam dan bergantung pada celah dalam sistem pengawasan dan pengendalian internal. contoh skenario penyalahgunaan anggaran yang mungkin terjadi:
Mark-up Harga dan Pengadaan:
Pembelian Alat Kesehatan: Pengadaan alat kesehatan dengan harga yang di-mark-up secara tidak wajar. Kolusi antara pihak RSUD dengan penyedia alat kesehatan dapat menyebabkan harga pembelian jauh lebih tinggi dari harga pasar.
Pengadaan Obat-obatan: Pembelian obat-obatan dengan harga yang digelembungkan, atau pembelian obat-obatan yang tidak dibutuhkan atau kualitasnya rendah.
Rehabilitasi dan Renovasi: Proyek rehabilitasi dan renovasi bangunan RSUD yang melibatkan mark-up biaya material dan jasa konstruksi.
Penggelapan Dana:
Penggunaan Dana Operasional: Penggunaan dana operasional untuk keperluan pribadi atau kepentingan yang tidak terkait dengan operasional RSUD.
Penggunaan Dana Kesejahteraan: Penyalahgunaan dana kesejahteraan pegawai, misalnya dengan pemotongan gaji atau tunjangan yang tidak sesuai aturan.
Penggunaan Dana Hibah: Penyalahgunaan dana hibah atau bantuan dari pemerintah atau pihak lain yang ditujukan untuk keperluan tertentu di RSUD.
Korupsi dan Kolusi:
Suap dan Gratifikasi: Penerimaan suap atau gratifikasi dari pihak-pihak tertentu terkait pengadaan barang dan jasa di RSUD.
Kolusi dengan Penyedia Jasa: Kolusi antara pejabat RSUD dengan penyedia jasa untuk memenangkan tender dengan harga yang tidak wajar.
Penggunaan Tenaga Kerja Fiktif: Pembuatan daftar gaji untuk tenaga kerja fiktif yang tidak pernah bekerja di RSUD.
Ketidaktransparanan dan Kurangnya Akuntabilitas:
Laporan Keuangan yang Tidak Akurat: Penyusunan laporan keuangan yang tidak akurat atau tidak transparan, menyembunyikan pengeluaran yang tidak sah.
Kurangnya Pengawasan: Kelemahan dalam sistem pengawasan internal yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan anggaran.
Tidak adanya Mekanisme Pelaporan: Tidak adanya mekanisme pelaporan yang efektif bagi pegawai atau masyarakat untuk melaporkan dugaan penyalahgunaan anggaran.
Pembayaran Ganda atau Berlebihan:
Pembayaran Gaji Berlebihan: Pembayaran gaji atau tunjangan kepada pegawai dengan jumlah yang berlebihan.
Pembayaran Ganda untuk Jasa: Pembayaran ganda untuk jasa pelayanan kesehatan atau jasa lainnya.
Pembayaran untuk Barang yang Tidak Diterima: Pembayaran untuk barang atau jasa yang tidak pernah diterima oleh RSUD.
Ini hanyalah beberapa contoh, dan bentuk penyalahgunaan anggaran di RSUD bisa jauh lebih kompleks dan beragam. Investigasi yang menyeluruh diperlukan untuk mengungkap modus operandi penyalahgunaan anggaran yang spesifik. (77)