APBN Mengalir, Tapi Gaji Kader Anti-Stunting Mojokerto Macet!.
-Baca Juga
Mojokerto, Jawa Timur – Bulan Juli seharusnya membawa kelegaan bagi 2.586 Tim Pendamping Keluarga (TPK) di Kabupaten Mojokerto. Namun, kenyataannya mencekam. Insentif dua bulan, Maret dan April, raib tanpa jejak. Lebih tragis, ratusan TPK terancam jatuh miskin karena belum menerima sepeser pun sejak Maret! Mereka, garda terdepan dalam perang melawan stunting di Bumi Majapahit, kini berada di ujung tanduk, dengan ancaman serius terhadap kesejahteraan keluarga mereka, bahkan anak-anak mereka.
Sugeng Nuryadi seragam ASN Coklat
"Bayangkan, dua bulan tanpa gaji! Meningkatnya harga kebutuhan pokok, bagaimana saya bisa memberi makan anak-anak saya?" sesal seorang TPK, suaranya bergetar menahan air mata. Beban tanggung jawab menekan pundak mereka: menurunkan angka stunting. Ironisnya, mereka sendiri kini terancam mengalami kekurangan gizi.
Kegaduhan melanda 18 kecamatan. Seorang koordinator kecamatan menggambarkan situasi mencekam, "Kader-kader saya banyak yang terpaksa berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ada yang terpaksa menjual ternak, ada yang terpaksa mengurangi konsumsi makanan keluarganya. Rp 120.000 per bulan, jumlah yang tak sebanding dengan pengorbanan dan risiko yang mereka tanggung." Ia menambahkan bahwa beberapa kader bahkan terpaksa menunda pengobatan anggota keluarganya karena keterbatasan dana.
Kekecewaan membuncah karena DP2KBP2 Kabupaten Mojokerto terkesan lamban dan kurang responsif. "Sistem rekening, kok malah berbelit dan molor begini? Ini program prioritas nasional, masa begini caranya?!" geram salah satu kader. Mereka merasa perjuangan mereka diabaikan, sementara beban kerja mereka semakin berat.
Anggaran APBN, Rp 310 juta per bulan untuk insentif TPK, kini menjadi sorotan tajam. Dugaan penyelewengan atau ketidakmampuan birokrasi pun mencuat. Pertanyaan ini mendesak jawaban yang transparan dan akuntabel.
Kepala DP2KBP2 Kabupaten Mojokerto, Sugeng Nuryadi, mengakui keterlambatan. Ia menyebut ratusan rekening TPK tidak aktif sebagai penyebabnya. "Anggaran dari pusat, pencairan Maret-April harus tuntas dulu," tegasnya. Namun, alasan ini tak cukup membendung gelombang kemarahan. Proses penyisiran rekening pun dilakukan, namun lambannya proses ini semakin memperparah penderitaan para TPK.
Di balik penjelasan teknis, kasus ini mengungkap kegagalan sistemik dalam pengelolaan anggaran pemerintah dan minimnya empati terhadap para pejuang garis depan. Nasib para pejuang anti-stunting di Mojokerto menunjukkan betapa pentingnya menghargai pengorbanan mereka. Insentif yang menjadi hak mereka harus segera cair. Jangan sampai, anak-anak mereka menjadi korban kelalaian birokrasi yang memalukan.
Writer Marcopolo
Editor Willy Dejan Civic