Stasiun Tigaraksa Tangerang Dikuasai Premanisme APH Tutup Mata ~ Detak Inspiratif | Berita dan informasi terkini Indonesia
RUNNING STORY :
Loading...

Stasiun Tigaraksa Tangerang Dikuasai Premanisme APH Tutup Mata

-

Baca Juga


Stasiun Tigaraksa Tangerang Banten 



TANGERANG – Aksi premanisme kembali mencoreng wajah pelayanan publik di Indonesia. Kali ini, insiden memalukan terjadi di depan Stasiun Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Jumat siang (25/7/2025). Seorang ibu yang tengah menggendong bayi dipaksa turun dari kendaraan online oleh sekelompok pria berjaket ojek pangkalan (opang), hanya karena mobil tersebut memasuki zona penjemputan.

Video berdurasi pendek yang beredar luas di media sosial memperlihatkan sejumlah opang mendatangi kendaraan Grab/GoCar yang menjemput ibu dan bayinya di tengah hujan deras. Dengan nada mengancam dan tekanan fisik, mereka memaksa sang sopir menghentikan kendaraan dan meminta penumpang keluar.

“Saya lihat langsung, kasihan banget. Itu bayi dibawa turun di tengah hujan. Ibunya sampai gemetar,” ungkap seorang saksi yang mengunggah rekaman kejadian ke platform media X (Twitter), Instagram dan media sosial lainnya.

Meski rekaman video sudah viral dan menuai kemarahan publik, tidak satu pun aparat penegak hukum (APH) terlihat mengambil tindakan. Hingga berita ini diterbitkan, tidak ada patroli, penangkapan, atau penyelidikan terbuka dari Polsek Tigaraksa maupun Polres Kabupaten Tangerang.







🛑 Zona Stasiun Jadi Wilayah Teritorial Tak Bertuan

Investigasi lapangan menunjukkan bahwa praktik intimidasi oleh kelompok opang terhadap pengemudi dan penumpang daring bukan hal baru di sekitar Stasiun Tigaraksa. Bahkan, sejumlah pengemudi mengaku telah beberapa kali mengalami ancaman fisik.

“Kalau nekat ambil penumpang depan stasiun, bisa dilempar helm, dipukul, atau mobil disuruh mundur. Saya pernah dipegang kerahnya,” ujar D (38), pengemudi online yang biasa beroperasi di Tangerang.

Sayangnya, aparat terkesan menutup mata. Tak ada pengawasan dari Satpol PP, tak tampak kehadiran Dishub, dan PT KAI sebagai pemilik lahan stasiun pun bungkam soal zona penjemputan. Alhasil, kawasan publik berubah menjadi zona kuasa preman berseragam ojek pangkalan.






⚖️ Pembiaran atau Ketakutan?

Pengamat transportasi dan hukum tata ruang, Tirta Hardiyansyah, menilai kejadian ini sebagai buah dari pembiaran sistemik.

“Ketika aparat tidak hadir, kekosongan itu diisi oleh mereka yang merasa punya hak. Ini bukan sekadar konflik transportasi, tapi perampasan ruang publik secara paksa,” katanya.

Tirta menegaskan, sesuai UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pemkab Tangerang melalui Dishub dan Satpol PP bertanggung jawab menertibkan titik transportasi publik seperti stasiun. Polisi juga memiliki dasar hukum kuat untuk menindak premanisme dan intimidasi penumpang.


📢 Desakan Publik: Tindak Tegas atau Mundur Saja

Desakan agar aparat segera turun tangan terus menguat. Komunitas Konsumen Transportasi Indonesia (KKTI) bahkan sudah menyusun laporan resmi dan membuka kanal pengaduan untuk penumpang korban intimidasi.

“Jangan tunggu ada yang terluka dulu. Jangan tunggu korban digebuki. Negara harus hadir!” kata Riko Alvarado, ketua KKTI.


🔎 Negara Harus Hadir di Setiap Meter Tanah Publik Dan Tak Boleh Kalah Dari Premanisme 


Ketika ruang publik dikuasai oleh kelompok Premanisme maka negara telah gagal menjalankan mandat dasarnya: melindungi warga, memberi rasa aman, dan menjamin keadilan. Stasiun Tigaraksa bukan zona milik kelompok tertentu. Ia milik rakyat.

Dan rakyat berhak atas keamanan, bukan intimidasi.




Oleh : Tim Investigasi Detak Inspiratif 


Mungkin Juga Menarik × +
PERISTIWA
Hukum Kriminal
Olahraga

 
Atas
Night Mode