BECAK LISTRIK PRABOWO NAFAS BARU WONG CILIK
-Baca Juga
Di halaman depan Pendopo Graha Majatama, Mojokerto, Selasa siang, 25 November 2025, mata-mata tua itu kembali berbinar. Di antara keriput yang tersapu terik, tampak kilau harapan yang lama tak muncul: harapan untuk tetap bekerja tanpa harus berperang melawan usia. Hari itu, untuk pertama kalinya, Achmad 72 tahun menggenggam stang becak listrik yang baru saja dihadiahkan Presiden Prabowo Subianto.
“Terima kasih Pak Presiden…” ucapnya lirih, suaranya bergetar. Tidak lantang, tapi cukup dalam untuk membuat halaman pendopo terasa lebih sunyi dari biasanya. Di belakangnya, 99 tukang becak lain ikut berdiri dengan bangga. Becak listrik merah putih, dengan rangka baja kokoh dan baterai 48V 12Ah, berjejer rapi bak pasukan harapan baru.
Inilah hari yang akan dikenang sebagai momentum wong cilik Mojokerto memasuki era baru transportasi rakyat: era becak listrik Prabowo.
Dari Jombang ke Mojokerto: Gelombang Filantropi Nasional
Program pemberian becak listrik ini bukan sekadar kebijakan simbolik. Ini adalah bagian dari gerakan nasional yang dikelola Yayasan Gerakan Solidaritas Nasional (GSN), dipimpin oleh Nanik S. Deyang, nama yang kini melejit menjadi operator utama program kemanusiaan Presiden Prabowo.
Setelah Jombang menerima 100 unit beberapa hari sebelumnya, Mojokerto resmi menjadi kabupaten berikutnya yang mendapat jatah serupa. Seratus unit becak listrik, seharga Rp 22 juta per unit, mendarat mulus di pendopo kabupaten, dibagikan kepada para tukang becak lanjut usia yang selama puluhan tahun menggantungkan hidup pada tenaga kaki.
Yang membuat publik terperangah adalah pernyataan Nanik:
“Bantuan ini murni dari pribadi Pak Prabowo Subianto. Tidak satu rupiah pun berasal dari APBN.”
Pernyataan ini memicu diskusi luas: apakah ini bentuk charity, politik kesejahteraan, atau cerminan karakter kepemimpinan era baru? Yang jelas, angka-angkanya membuat kita tercenung.
Saat ini, 2.300-an becak listrik telah disalurkan. Target hingga akhir tahun 2025: 5.000 unit. Tahun berikutnya: 6.000 unit tambahan. Total: lebih dari 11.000 unit dalam dua tahun.
Ini bukan program kecil. Ini adalah proyek filantropi terbesar untuk pekerja informal lansia di Indonesia.
SUARA DARI PEMKAB MOJOKERTO
Bupati Al Barra: "Semua Jalan Dibuka untuk Becak Listrik!"
Bupati Mojokerto, Muhammad Al Barra, tampil sebagai figur kunci yang tidak hanya menerima bantuan, tetapi juga memberi jaminan politik yang penting.
Ia menyampaikan dengan tegas:
“Semua jalan di Kabupaten Mojokerto bisa dilewati becak. Tidak ada larangan. Tidak ada rambu pembatas.”
Ini sebuah keputusan strategis yang jarang dilakukan kota-kota besar. Di sejumlah daerah, becak dilarang memasuki pusat kota. Tapi Mojokerto justru membuka ruang selebar-lebarnya.
Inilah bentuk sinkronisasi antara kebijakan pusat dan komitmen daerah. Perputaran ekonomi tak akan berjalan tanpa akses jalan. Dan Mojokerto memilih berada di garis depan perubahan itu.
Achmad, 72 Tahun: Nafas Baru di Ujung Usia
Sejak 1979, Achmad mengayuh becak dari Pasar Mojosari hingga alun-alun kota. Lututnya mulai melemah, nafasnya pendek-pendek, tapi ia tetap bekerja. "Kalau saya tidak ngangkut orang, siapa yang kasih makan keluarga?" katanya.
Dengan becak listrik, ia tak lagi perlu memaksa tubuh renta itu mengayuh 10-12 jam sehari. Motor listrik 500 watt yang menempel di roda belakang kini menjadi "tenaga kedua" yang tak pernah lelah.
“Rasane yo enteng, mas…” katanya setelah mencoba memutar halaman pendopo.
Di balik kalimat sederhana itu, ada 46 tahun keteguhan hidup.
Transformasi Ekonomi Jalanan
Becak listrik bukan sekadar alat transportasi. Di Mojokerto, ia berpotensi mengubah pola ekonomi mikro:
Tukang becak tak perlu sewa harian
Penghasilan naik karena lebih cepat antar-jemput
Tidak ada biaya bensin
Lebih ramah lingkungan
Bisa menempuh jalan-jalan yang sebelumnya berat untuk becak manual
Jarak tempuh 36–60 km dalam satu kali pengisian baterai berarti satu hari penuh operasional. Dengan pengisian 6 jam (biasanya malam hari), becak listrik menjadi kendaraan efisien yang siap dipakai sejak subuh.
Filantropi Presiden: Babak Baru Politik Kerakyatan
Prabowo Subianto, dengan membiayai becak listrik dari kocek pribadi, memposisikan dirinya sebagai pemimpin patronase positif: bukan bagi-bagi uang instan, tapi memberi alat produksi bernilai tinggi.
Model kepemimpinan ini lebih dekat pada gaya negara-negara Asia Timur, di mana pemimpin menggunakan dana pribadi untuk program sosial berskala masif.
Apakah ini punya efek politik? Tentu. Tapi efek sosialnya jauh lebih besar.
Apa pun persepsi publik, satu hal tak terbantahkan: ribuan tukang becak lansia telah mendapat alat kerja baru yang tidak mungkin mampu mereka beli sendiri.
SPESIFIKASI TEKNIS BECAK LISTRIK PRABOWO
⚡ Baterai & Tenaga
500 watt
48V 12Ah
Waktu pengisian: 6 jam
🚴 Performa
Jarak tempuh:
±36 km (versi A)
hingga 60 km (versi B)
Kecepatan maksimum: 15 km/jam
🚘 Kapasitas
Kapasitas beban: hingga 150 kg
Rangka baja tubular
Suspensi double shock absorber
⛽ Keunggulan
Tanpa bensin
Hemat biaya operasional
Ramah lansia
Cocok untuk rute padat kota
Nanik S. Deyang menyampaikan pesan penting:
“Kami mendorong pemda membuka jalur protokol agar becak bisa beroperasi lebih leluasa. Dengan itu, ekonomi rakyat akan berputar.”
Ini bukan sekadar pemberian alat. Ini upaya mengubah tata ruang kota agar lebih ramah bagi pekerja informal.
Mojokerto mencatat sejarahnya sendiri hari ini. Di tengah riuh politik nasional, di tengah hiruk pikuk modernisasi, ada sekelompok manusia kecil tukang becak lansia yang akhirnya mendapatkan hadiah paling berarti: kesempatan untuk tetap bekerja dengan bermartabat.
Becak listrik Prabowo bukan hanya alat transportasi. Ia adalah simbol keberpihakan. Sebuah pesan: bahwa negara (dan pemimpinnya) masih melihat, mendengar, dan peduli pada mereka yang berada di lapisan paling bawah.
Dan dari halaman Pendopo Graha Majatama, cerita ini mulai bergulir. Mojokerto melaju. Wong cilik melaju. Harapan melaju.
