Sidang Lokasi Kapal Majapahit: Retorika Runtuh di Hadapan Fakta
-Baca Juga
MOJOKERTO, 3 Oktober 2025 – Terik matahari menyengat kawasan Taman Bahari Majapahit (TBM) Rejoto, Kota Mojokerto, siang itu. Namun panas yang terasa bukan hanya dari langit, melainkan juga dari suasana kebatinan para pejabat dan terdakwa yang hadir. Untuk pertama kalinya, Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya meninggalkan ruang sidang penuh dokumen, turun langsung ke lapangan, dan menatap dengan mata kepala sendiri bangkai megah pujasera berbentuk Kapal Majapahit yang kini jadi barang bukti korupsi.
Dipimpin I Made Yuliada, SH, MH sebagai Ketua Majelis, bersama anggota Manambus Pasaribu, SH, MH dan Lufianto, SH, MH, sidang lokasi atau pemeriksaan setempat (PS) ini menjadi babak penting kasus dugaan tindak pidana korupsi senilai Rp2,5 miliar APBD 2023, dengan kerugian negara mencapai Rp1,9 miliar.
Fakta Beton yang Membantah Retorika Saksi
Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tezar Rahardi, yang juga menjabat Kasi Pidsus Kejari Kota Mojokerto. Dari tangga cor beton menuju lantai tiga, hakim melihat langsung konstruksi yang rapuh dan berbahaya.
Naik ke lantai atas, kecurigaan makin terbukti: dapur dan resto menyatu tanpa pemisahan fungsi. Padahal di ruang sidang sebelumnya, sejumlah saksi pengguna anggaran – mulai dari Mashudi, Nara Nupiksaning Utama, Muraji, Muhammad Amin, hingga Ferry Hendri Koerniawan – menggambarkan proyek ini dengan bahasa teknokratik.
Namun realita berbicara lain. Bangunan Kapal Majapahit ternyata dirancang dalam tiga lantai:
Lantai pertama untuk mural,
Lantai kedua untuk resto,
Lantai ketiga untuk dapur.
Ditambah lagi adanya tiang pancang raksasa untuk menyangga layar kapal. Semua ini membuat keterangan saksi yang sebelumnya hanya berlandaskan “gambar 3D” terasa hampa, seolah retorika textbook yang runtuh di hadapan beton retak dan ruang kosong.
Hakim Murka, Tekanan Politik Terungkap
Ketegangan memuncak ketika Ketua Majelis meminta pendapat Yustian Suhandinata, Sekretaris DPUPR Perakim sekaligus terdakwa. Dengan suara bergetar, Yustian mengaku bahwa pekerjaannya dilakukan di bawah tekanan:
“Saya… bekerja dalam tekanan atasan. Dari Walikota… suaminya… juga Sekda Kota…”
Pernyataan itu membuat suasana hening. Hakim I Made Yuliada seketika murka.
“Kamu dalam persidangan hanya manggut-manggut, sekarang baru bicara apa adanya? Jadi orang jangan plin-plan!” sergahnya keras, suaranya bergema di dalam bangkai Kapal Majapahit.
Itu adalah momen ketika tabir kekuasaan tersingkap di hadapan publik.
Diam Seribu Bahasa
Tidak berhenti di situ. Sorotan hakim lalu bergeser ke Nugroho alias Putut, pelaksana cover kapal. Ditanya soal hasil pengerjaan material fiber yang terlihat asal-asalan, ia sempat menjawab normatif: “Saya bekerja sesuai kontrak.”
Namun ketika Hakim Lufianto, SH, MH menunjuk langsung ke material fiber yang rapuh dan bertanya, “Mengapa hasilnya seperti ini?” Putut hanya diam. Seribu bahasa tak terucap. Diamnya justru menjadi pengakuan tak resmi, bahwa perencanaan dan pelaksanaan proyek ini penuh manipulasi.
Bayangan Misterius Bernama Supriyadi
Di balik drama teknis ini, muncul satu nama yang kian sering bergaung: Supriyadi. Ia tidak punya jabatan resmi di Pemkot Mojokerto, namun disebut-sebut sebagai sosok yang ditakuti oleh pejabat dan kontraktor. Belakangan terungkap, Supriyadi adalah suami dari Walikota Mojokerto, Ika Puspitasari.
“Banyak saksi mengaku berada dalam tekanan atasan. Nama Supriyadi muncul di sana,” ungkap sumber dekat persidangan.
Jaksa Yusak dari Kejari Kota Mojokerto menegaskan, penyidikan akan merambah lebih jauh.
“Kami juga akan melakukan pemeriksaan terhadap Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Mojokerto,” katanya.
Ini menandai bahwa kasus Kapal Majapahit tidak berhenti pada kontraktor dan pejabat teknis, melainkan sudah menyentuh struktur kekuasaan dan alur anggaran di Kota Mojokerto.
Dengan semua temuan di lapangan, sidang lokasi Kapal Majapahit hari ini menjadi panggung pembongkaran retorika, memperlihatkan bagaimana saksi, terdakwa, hingga bayang-bayang penguasa tak lagi bisa bersembunyi.
Ketua Majelis Hakim menutup sidang lokasi dengan tegas:
“Sidang akan dilanjutkan kembali di PN Tipikor Surabaya pada 7 Oktober 2025.”
Tujuh Tersangka, Satu Buronan
Hingga kini, tujuh nama sudah ditetapkan sebagai tersangka:
Yustian Suhandinata – Sekretaris DPUPR Perakim (PPK & PPA).
Zantos Sebaya – Kabid Penataan Ruang, Bangunan, dan Bina Konstruksi (PPTK).
M. Romadon – Direktur CV Hasya Putera Mandiri (status buron/DPO).
Hendar Adya Sukma – pelaksana konstruksi.
M. Kudori – Direktur CV Sentosa Berkah Abadi.
Cholid Idris – eksekutor cover kapal.
Nugroho bin Djoewari alias Putut – pelaksana cover kapal.
Kerugian negara: Rp 1,9 miliar dari total Rp 2,5 miliar APBD Kota Mojokerto 2023.
Mata publik kini tertuju pada lanjutan persidangan. Apakah fakta-fakta yang terkuak di TBM Rejoto akan menyeret aktor-aktor besar di balik layar ke meja hijau?
Yang jelas, Kapal Majapahit yang mangkrak itu kini benar-benar menjadi simbol karamnya integritas birokrasi Kota Mojokerto.