GARA GARA Uang Ngopi Rp. 2 RIBU, DI PHK SEPIHAK TANPA PESANGON. 5 Orang Satpam Mengadu Ke KOMISI IV DPRD Kabupaten Mojokerto ~ Detak Inspiratif | Berita dan informasi terkini Indonesia
RUNNING STORY :
Loading...

GARA GARA Uang Ngopi Rp. 2 RIBU, DI PHK SEPIHAK TANPA PESANGON. 5 Orang Satpam Mengadu Ke KOMISI IV DPRD Kabupaten Mojokerto

-

Baca Juga



KOMISI IV DPRD KABUPATEN MOJOKERTO RDPU DENGAN 5 ORANG KARYAWAN PT LISA CONCRETE WATESNEGORO NGORO MOJOKERTO JAWA TIMUR, SENIN 29 DESEMBER 2025.




Panas siang itu terasa ganjil. Bukan hanya karena matahari yang membakar Mojokerto di penghujung Desember, tetapi karena keadilan seperti ikut menguap di Ruang Raden Wijaya, Kantor DPRD Kabupaten Mojokerto. Senin, 29 Desember 2025, lima pria mantan satpam duduk rapi, wajah mereka menyimpan letih yang tak bisa disembunyikan.

Mereka bukan pencuri.
Bukan perusak.
Bukan penjahat.

Mereka adalah penjaga gerbang, orang-orang yang selama 15 hingga 27 tahun memastikan roda industri berputar aman. Hari itu, mereka datang bukan untuk berjaga, melainkan mengadu.




SUEB SECURITY PT LISA CONCRETE WATESNEGORO NGORO MOJOKERTO JAWA TIMUR, KANTOR DPRD KABUPATEN MOJOKERTO SENIN 29 DESEMBER 2025.


Lima Nama, Puluhan Tahun Pengabdian

Di hadapan Komisi IV DPRD Kabupaten Mojokerto, kelima satpam PT Lisa Concrete Indonesia menyebutkan nama mereka satu per satu, seolah sedang menghitung ulang hidup yang tiba-tiba dipotong sepihak.

Sueb, 24 tahun mengabdi.
M. Sofii, 21 tahun.
Dadang Suwandi, 15 tahun.
M. Gofur, 27 tahun.
Agus Romadhoni, 21 tahun.

Totalnya lebih dari satu abad loyalitas.
Namun di hadapan perusahaan, semua itu runtuh hanya karena satu tuduhan: uang ngopi.



Rp2.000 yang Menghapus Martabat

Uang itu kecil. Terlalu kecil untuk disebut gratifikasi Rp2.000 hingga Rp5.000, kadang ada, seringnya tidak. Diberikan sopir truk yang keluar-masuk pabrik beton pracetak di Desa Watesnegoro, Kecamatan Ngoro.

“Tidak ada paksaan. Sopir yang memberi. Kami tidak minta,” ujar Sueb, suaranya tenang tapi matanya menyimpan perlawanan.

Tak ada bukti kerugian perusahaan.
Tak ada kriminalitas.
Tak ada pencurian produk box culvert, U-ditch, atau beton pracetak yang menjadi andalan PT Lisa Concrete.

Namun manajemen memilih jalan paling keras: SP 3 langsung, lalu surat pengunduran diri. Cara halus untuk memotong pesangon.

Kelima satpam itu menolak.
Dan penolakan, rupanya, dianggap dosa.





PHK Tanpa Pesangon: Negara Harus Hadir

Mereka datang tanpa serikat pekerja. Tanpa pengacara. Tanpa kekuatan modal. Yang mereka bawa hanya satu: keyakinan bahwa negara belum sepenuhnya mati rasa.

Komisi IV DPRD pun bergerak. Disnakertrans Kabupaten Mojokerto melalui mediator Hadi berjanji menyiapkan surat anjuran dan pendampingan hukum hingga Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Di ruang itu, Hendro Purnomo menegaskan fakta yang tak terbantahkan:

“Perusahaan tidak dirugikan. Tidak ada kejahatan. Tidak ada kriminal.”



Investasi yang Sering Lupa Keadilan

Anggota Komisi IV, Ainur Rosyid, menyebut kasus ini bukan peristiwa tunggal. Ini pola.

“Banyak perusahaan di Mojokerto tidak patuh UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja. PHK sepihak, pesangon diabaikan. Padahal puluhan tahun sudah bermitra kerja,” tegasnya.

Sementara Agus Fauzan, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Mojokerto, menegaskan sikap lembaga:

“DPRD akan memberikan kekuatan politik kepada buruh yang ditindas. Ini bukan soal perusahaan, ini soal keadilan.”

PT Lisa Concrete Indonesia berdiri kokoh dengan beton pracetaknya. Gorong-gorong, saluran air, infrastruktur semuanya keras, kuat, dan tahan lama.

Namun di balik beton itu, ada manusia.
Dan manusia, berbeda dengan beton, punya rasa.

Panas siang di Ruang Raden Wijaya perlahan mereda. Tapi perjuangan lima satpam ini baru saja dimulai. Mereka menunggu satu hal sederhana: keadilan yang tak boleh dihitung dengan recehan.

Karena jika Rp2.000 bisa menghapus 27 tahun pengabdian, maka ada yang jauh lebih mahal yang sedang kita kehilangan: nurani.

Kasus ini bukan sekadar konflik perburuhan. Ini cermin relasi kuasa antara modal dan tenaga kerja. Ketika hukum dilanggar atas nama investasi, maka tugas negara dan pers adalah mengingatkan: pembangunan tanpa keadilan hanya melahirkan luka.


“DI-PHK KARENA UANG NGOPI”

27 Tahun Mengabdi, Dibuang Tanpa Pesangon

Ketika Rp2.000 Mengalahkan Nurani, Negara Dipanggil untuk Hadir


DETAK INSPIRATIF:

Suara yang Dibuang, Kami Angkat.”



Uang Kecil, Luka Besar

Jika Rp2.000 bisa menjadi alasan PHK tanpa pesangon, maka hukum ketenagakerjaan sedang sakit parah. Negara tidak boleh kalah oleh tafsir sepihak perusahaan. Kesetiaan puluhan tahun tidak bisa dihapus oleh recehan yang bahkan tak cukup untuk membeli air mineral.

Buruh bukan angka.
Pengabdian bukan beban.
Dan investasi bukan lisensi untuk menindas.

Kasus lima satpam PT Lisa Concrete adalah alarm keras bagi pemerintah daerah dan pusat. Jika hari ini negara diam, maka besok yang dipecat bisa siapa saja.


FAKTA HUKUM YANG PERLU PUBLIK TAHU

🔹 PHK Tanpa Pesangon
Bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan & UU Cipta Kerja, kecuali terbukti pelanggaran berat.

🔹 Uang Ngopi ≠ Pelanggaran Berat
Tanpa bukti kerugian, kriminalitas, atau niat jahat → tidak memenuhi unsur pelanggaran berat.

🔹 SP 3 Langsung = Cacat Prosedur
Tahapan SP harus berjenjang dan proporsional.

🔹 Meminta Surat Pengunduran Diri
Jika dilakukan di bawah tekanan → batal demi hukum.

🔹 Hak Buruh
Pesangon, penghargaan masa kerja, dan penggantian hak tetap wajib dibayar.



SUASANA KEBATINAN – SEORANG SECURITY 

“Aku Menjaga Gerbang Itu Lebih Lama dari Aku Menjaga Diriku Sendiri”

Aku hafal suara mesin sebelum pagi.
Aku tahu truk mana yang remnya sering bermasalah.
Aku mengenal sopir lebih lama dari manajer yang kini memecatku.

Dua puluh tujuh tahun aku berdiri.
Hujan, panas, malam, lebaran.
Kini aku pulang membawa surat, bukan seragam.

Katanya aku salah karena menerima uang ngopi.
Padahal yang lebih pahit dari kopi
adalah kehilangan martabat tanpa salah.


PROFIL PERUSAHAAN

PT Lisa Concrete Indonesia
📍 Desa Watesnegoro, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto
🏗️ Bidang: Beton Pracetak
🧱 Produk: Box Culvert, U-Ditch, Gorong-Gorong
⚠️ Catatan: Sedang bersengketa hubungan industrial dengan tenaga kerja.


Panas di Ruang Raden Wijaya siang itu bukan sekadar cuaca.
Ia adalah simbol bara ketidakadilan yang belum padam.



PENGUMUMAN DPLK DAN UANG YANG TAK PERNAH KEMBALI

Di tengah perjuangan lima satpam mencari keadilan, muncul fakta lain yang tak kalah mencengangkan. Selama bertahun-tahun, gaji mereka dipotong rutin setiap bulan dengan dalih Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).

Besarannya tidak kecil bagi buruh: Rp50.000 hingga Rp200.000 per bulan.

Potongan itu merujuk pada Pengumuman Penerapan DPLK DUSASPUN GROUP Nomor 029/DSP/HRD/II/2024, yang secara tegas menyebut bahwa kontribusi karyawan adalah tabungan atas nama masing-masing pekerja dan harus dikembalikan apabila karyawan keluar sebelum usia pensiun.

Namun ketika kelima satpam ini di-PHK sepihak, janji itu menguap. Saat dana pensiun ditagih, jawabannya dingin dan singkat: tidak akan diberikan.

Jika uang ngopi Rp2.000 dianggap pelanggaran berat, maka publik patut bertanya:
bagaimana dengan potongan gaji bertahun-tahun yang tak pernah kembali?

Di titik inilah kasus ini tak lagi sekadar perselisihan hubungan industrial, melainkan menyentuh hak dasar buruh dan integritas pengelolaan dana pekerja.

Dana pensiun adalah hak masa depan buruh, bukan kas cadangan perusahaan. Menahannya berarti menunda hari tua seseorang,  sebuah pelanggaran yang tidak bisa ditoleransi oleh hukum maupun nurani.



Ketika Recehan Menjadi Alat PHK, dan Ratusan Juta Hilang Tanpa Jejak

Rp2.000. Kadang Rp5.000.
Diberikan sopir truk yang keluar-masuk pabrik PT Lisa Concrete Indonesia, Desa Watesnegoro, Kecamatan Ngoro.

Tidak diminta.
Tidak dipaksa.
Tidak setiap hari.

Namun oleh manajemen, recehan itu berubah menjadi pelanggaran berat.
Tanpa proses panjang, tanpa pembuktian pidana:

  • SP 3 langsung

  • Diminta mengundurkan diri

  • PHK sepihak

  • Tanpa pesangon

Jika uang ngopi bisa menjadi alasan pemecatan, maka tak ada lagi rasa aman bagi buruh Indonesia.

PT Lisa Concrete dikenal sebagai produsen beton pracetak: box culvert, U-ditch, gorong-gorong. Produk mereka keras, kokoh, dan tahan lama.

Namun keadilan tak boleh sekeras beton.
Ia harus lentur, manusiawi, dan berpihak pada akal sehat.

Dalam RDPU Komisi IV DPRD, fakta terungkap:

  • Tidak ada kerugian perusahaan

  • Tidak ada kriminalitas

  • Tidak ada pencurian produk

Lalu mengapa hukuman dijatuhkan seberat itu?


BOM WAKTU ITU MELEDAK: DANA PENSIUN

Saat publik fokus pada “uang ngopi”, lima satpam ini membuka lapisan luka yang lebih dalam.

Setiap bulan gaji mereka dipotong. Rp50.000.
Rp100.000.
Hingga Rp200.000.

Dalihnya: Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).



DOKUMEN RESMI, JANJI FORMAL

Sebuah pengumuman internal berbunyi tegas:

PENGUMUMAN
PENERAPAN DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN (DPLK)
DUSASPUN GROUP
No: 029/DSP/HRD/II/2024

Program DPLK bersifat wajib.
Kontribusi karyawan dipotong dari gaji.
Dana menjadi tabungan atas nama karyawan.
Jika karyawan keluar sebelum pensiun, dana dikembalikan.

Ditandatangani:
Emmanuel Pramuditya
HR Manager
Jakarta, 23 Februari 2024

Dokumen ini bukan selebaran.
Ini janji hukum.


JANJI ITU MENGUAP

Ketika lima satpam ini di-PHK, mereka menagih:

“Dana pensiun kami mana?”

Jawaban yang datang:

“Tidak akan diberikan.”

Tak ada rekening.
Tak ada laporan saldo.
Tak ada pengembalian.

Di titik ini, publik harus berhenti bertanya soal uang ngopi.
Pertanyaannya berubah menjadi:
ke mana perginya dana hari tua buruh?



DARI INDIVIDU KE STRUKTURAL

Jumlah karyawan PT Lisa Concrete dan DUSASPUN Group diperkirakan 200 orang.

Dengan potongan rutin selama 22 bulan, hasil perhitungan konservatif menunjukkan:

  • Potongan karyawan: ± Rp330 juta

  • Kontribusi wajib perusahaan: ± Rp330 juta

  • Estimasi bunga/investasi: ± Rp60–80 juta

TOTAL: ± Rp720–740 JUTA RUPIAH

Ini bukan lagi kasus lima satpam.
Ini potensi perampasan dana pensiun ratusan keluarga buruh.


UANG NGOPI VS UANG PENSIUN

Mari bandingkan secara jujur:

  • Rp2.000 → diproses sebagai pelanggaran berat

  • Rp700 juta lebih → menguap tanpa kejelasan

Jika yang kecil dihukum,
mengapa yang besar menghilang tanpa suara?


NEGARA DI PERSIMPANGAN

Komisi IV DPRD Kabupaten Mojokerto berjanji:

  • Pendampingan hukum

  • Tekanan politik

  • Rekomendasi ke Eksekutif

Disnakertrans menyiapkan:

  • Surat anjuran

  • Pendampingan PHI

Namun kasus ini tak cukup diselesaikan di daerah.
Ini menyentuh:

  • Kementerian Ketenagakerjaan

  • OJK (Dana Pensiun)

  • DPR RI

Jika negara diam, maka preseden ini akan menjadi contoh buruk nasional.


YANG DIJAGA ADALAH MARTABAT

Seorang satpam menjaga gerbang pabrik.
Tapi siapa yang menjaga hak hidupnya?

DETAK INSPIRATIF percaya:

Pers bukan penonton ketika keadilan dilucuti.

Uang ngopi boleh dipersoalkan.
Tapi uang pensiun yang menguap adalah pengkhianatan.

Dan pengkhianatan,
tak boleh dibiarkan sunyi.



KOMISI IV DPRD KABUPATEN MOJOKERTO: 

Audensi terkait Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di PT. Lisa Concrete Indonesia dan PT. Bumi Rotan Jaya: 
  1.  M. AGUS FAUZAN (Ketua Komisi IV). 
  2. Hj. YUGUS TANTI ARINI, SH (Wakil Ketua IV).
  3. NURIDA LUKITASARI, S.Pd (Sekretaris) - 

  4. AINUL YAQIN, S.T, M.Pd (Anggota) -.

  5. NUR HANIK TRI RAHAYU (Anggota) -.

  6.  H. ABDUL KHOIRUL FATAH, SH (Anggota)  

  7.  HENDRA PURNOMO, S.E, M.M (Anggota)

  8. AINUR ROSYID, SIP, M.M (Anggota).

  9. BAGUS PRIYO ZATMIKO (Anggota)








Mungkin Juga Menarik × +
PERISTIWA
Hukum Kriminal
Olahraga

 
Atas
Night Mode