Kapal Majapahit Karam di Meja Hijau: Sidang Korupsi yang Menyeret Nama Wali Kota
-Baca Juga
"Mojokerto Geger! Wali Kota & Elit Lokal Disebut di Pusaran Kasus Korupsi Pembangunan Pujasera Kapal Majapahit"
SURABAYA — Ruang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa 16 September 2025, berubah jadi panggung drama paling panas tahun ini. Di kursi saksi, dua pejabat Mojokerto bergantian buka suara soal kasus dugaan korupsi pembangunan Pujasera Kapal Majapahit. Proyek Rp 2,5 miliar yang digadang-gadang jadi ikon wisata Taman Bahari Majapahit (TBM) itu justru merugikan negara hingga Rp 1,9 miliar.
Saksi Mashudi, eks Kepala DPUPR Perakim, tak banyak bermain kata. Ia mengaku hanya mengusulkan proyek sebelum pensiun per 1 Mei 2023. Tapi ia juga menegaskan: proyek pembangunan pujasera kapal Majapahit bagian dari spot proyek strategis Nasional (PSN) TAMAN BAHARI MAJAPAHIT (TBM) bagian dari kebijakan politik Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari ,” tegasnya.
Saksi Kedua Nara Nupiksaning Utama, Plt Kepala DPUPR Perakim Mei–Desember 2023. Di kursi saksi, ia lebih banyak mengulur-ulur jawaban, menyudutkan terdakwa, dan seolah menutup-nutupi aliran fakta.
Majelis Hakim yang diketuai I Made Yuliada tak tinggal diam. Ia bersama anggota Manambus Pasaribu dan Lufianto berkali-kali menegur. Bahkan muncul ultimatum: bila Nara tetap berbelit, ia bisa naik kelas jadi tersangka berikutnya.
Kemarahan memuncak saat hakim anggota Manambus Pasaribu menohok keras fenomena proyek strategis nasional (PSN).
“Yang namanya PSN, ujung-ujungnya rakyat kecil selalu jadi tumbal. Anggarannya enggak pernah putus, tapi manfaatnya jarang sampai ke masyarakat.”
Kata-kata itu meledak di ruang sidang, menampar wajah para birokrat Mojokerto.
Dalam sidang perkara Nomor 123/Pid.Sus-TPK/2025/PN Sby, tujuh nama ditarik ke meja hijau:
Yustian Suhandinata – Sekretaris DPUPR Perakim (nonaktif), PPK & PPA proyek.
Zantos Sebaya – Kabid Penataan Ruang, Bangunan & Bina Konstruksi (nonaktif), sekaligus PPTK.
M. Romadoni – Direktur CV Hasya Putera Mandiri, status DPO (diadili in absensia).
Hendar Adya Sukma – Pelaksana konstruksi lapangan.
M. Kudori – Direktur CV Sentosa Berkah Abadi.
Cholid Idris – Eksekutif cover Kapal Majapahit.
Nugroho bin Djoewari alias Putut – Pelaksana cover pujasera.
Enam ditahan, satu buron. Tapi publik Mojokerto percaya, kasus ini belum menyentuh aktor utama.
Nama Wali Kota Diseret
Tak berhenti di tujuh terdakwa, nama Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari ikut disebut berulang kali. Begitu pula dr. Sulaiman Rasyid (Direktur RSUD dr. Wahidin), Ayuhanafi pengurus Dewan Kebudayaan Daerah (DKD). Sidang terasa seperti membuka kotak pandora: makin dikorek, makin banyak nama elite lokal yang muncul.
Pujasera berbentuk kapal itu semula digadang-gadang jadi ikon wisata Mojokerto, simbol kejayaan Majapahit yang berlayar ke masa depan. Tapi kenyataannya, proyek ini karam bahkan sebelum berlayar.
Bukan karena badai, bukan karena ombak, tapi karena tangan-tangan rakus pejabat dan pengusaha yang menjadikan proyek rakyat sebagai ladang bancakan.
Kapal Majapahit seharusnya mengingatkan kita pada kejayaan leluhur, tapi kini justru jadi monumen korupsi. Bedanya dengan kapal sungguhan: kapal ini bukan tenggelam di lautan, melainkan tenggelam di kubangan kerakusan elit lokal.
Dan seperti kata hakim: rakyat kecil lagi-lagi jadi tumbal.
