“KAPAL MAJAPAHIT 2,5 MILIAR: GELOMBANG KEBENARAN MERANGSEK KE GEDUNG DPRD”
-Baca Juga
Kota Mojokerto – Selasa, 18 November 2025.
Suhu ruang Paripurna DPRD naik lima derajat lebih panas ketika Fraksi Partai Demokrat tiba-tiba menembakkan pertanyaan yang selama ini seakan dilarang disebut lantang:
nasib Kapal Majapahit senilai Rp 2,5 Miliar yang kini berperkara di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Dengan gaya khas pengejut ruang sidang, juru bicara Demokrat tanpa basa-basi menagih sikap Pemerintah Kota Mojokerto:
“Kasus Kapal Majapahit sudah memasuki babak penuntutan. Jika nanti inkrah, mau diapakan bangunan pujasera kapal tersebut? Karena itu sudah tercatat sebagai aset daerah.”
Pertanyaan itu meledak seperti petasan di bawah meja kekuasaan.
Sederhana, tetapi menyentil langsung jantung proyek mercusuar yang sejak awal penuh tanda tanya.
KAPAL YANG TIDAK PERNAH BERLAYAR
Proyek pembangunan Kapal Majapahit bagian dari Taman Bahari Majapahit (TBM) menghabiskan anggaran Rp 2,5 miliar dari APBD 2023.
Namun hasil perhitungan BPKP menunjukkan dugaan kerugian negara Rp 1,91 miliar.
Angka ini mengguncang ruang publik dan menyeret nama-nama aktor penting dalam pusaran pembangunannya.
Proyek yang mestinya jadi ikon wisata, justru menjelma menjadi lambang kerapuhan perencanaan dan minimnya pengawasan politik.
POLITIK YANG KEMBALI INGAT AKAR MORALNYA
Yang membuat publik terheran-heran adalah:
Demokrat merupakan partai pengusung Walikota Ika Puspitasari selama dua periode.
Selama ini, hampir tidak ada perlawanan keras dari kubu parlemen terhadap kebijakan eksekutif, termasuk proyek-proyek bernuansa “pencitraan”.
Tetapi pagi itu, paradigma tampaknya berubah.
Fraksi Demokrat seperti menemukan napas baru. Entah dorongan moral, tekanan politik, atau strategi masa depan yang jelas:
suara yang selama ini padam, kini menyala.
TBM YANG SELALU TENGGELAM
Dalam pemandangan umumnya, Demokrat juga menyorot hal yang selama ini ditertawakan masyarakat:
Setiap musim hujan, TBM berubah jadi kolam renang raksasa.
Genangan datang dari dua sumber: curah hujan tinggi dan luapan sungai.
Pertanyaannya pedas:
“Bagaimana strategi Pemkot mengatasi genangan di TBM? Apakah masih layak disebut destinasi wisata unggulan?”
Ini bukan lagi kritik teknis.
Ini adalah kritik kebijakan: penentuan proyek tanpa menimbang asas kemanfaatan publik.
GELORA YANG MEMBANGUNKAN RASA MALU
Di kursi undangan, seorang tokoh masyarakat berbisik:
“Kalau proyek ini nggak viral dan nggak jadi kasus, mungkin dewan juga diam-diam saja.”
Sebuah kalimat ringkas yang mencerminkan rasa frustrasi warga kota terhadap budaya pengawasan DPRD yang selama ini “adem ayem seperti krupuk disiram air, mlempem 😀✊✍️”.
Kini, ketika gelombang kasus sudah mencapai pengadilan Tipikor dan memasuki babak penuntutan Desember 2025, publik berharap:
🔥 ada babak baru integritas politik Kota Mojokerto.
🔥 ada rasa malu yang tumbuh, bukan hanya rasa takut.
🔥 ada keberanian kolektif mengakui salah dan memperbaiki.
KAPAL KEBENARAN SEDANG MENUJU DERMAGA
Kapal Majapahit yang berhenti di tengah jalan itu kini menjadi simbol.
Simbol bahwa sebuah kota kecil pun bisa berguncang keras jika janji transparansi diabaikan.
Dan di hari Selasa 18 NOPEMBER 2025 yang cerah itu, untuk pertama kalinya sejak lama:
Parlemen Kota Mojokerto bersuara. Bukan serempak, tapi cukup keras untuk membuat publik menengok.
Kapal itu mungkin tak pernah berlayar.
Tapi gelombang kebenaran yang ditimbulkannya~
justru semakin tinggi.
TIMELINE KASUS KAPAL MAJAPAHIT – Rp 2,5 Miliar
2023 – Proyek Dimulai
Pembangunan Kapal Majapahit / Pujasera dimulai menggunakan APBD 2023.
Nilai kontrak: Rp 2,526 M (perkiraan final: Rp 2,5 M).
Bagian dari Proyek Strategis Nasional: Taman Bahari Majapahit (TBM).
Awal 2024 – Dugaan Ketidaksesuaian Konstruksi Muncul
Laporan masyarakat mulai masuk.
Indikasi kuat: spesifikasi material tidak sesuai kontrak.
Proyek dianggap “asal jadi” dan tak layak fungsi.
2024 Pertengahan – Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto Turun Tangan
Penyelidikan awal dimulai.
Pemanggilan saksi-saksi sebanyak 40 orang dan penyitaan dokumen.
2024 Akhir – Audit Kerugian Negara
Hasil perhitungan BPKP: Kerugian negara Rp 1,91 Miliar.
Status berubah dari penyelidikan → penyidikan.
Awal 2025 – Penetapan Tersangka
Beberapa pihak mulai ditetapkan sebagai tersangka (kontraktor/konsultan/pihak terkait).
Berkas mulai dirapikan untuk tahap penuntutan.
Juli–Oktober 2025 – Sidang Tipikor Surabaya Dimulai
Persidangan menghadirkan ahli konstruksi, ahli LKPP, ahli auditor negara.
Fakta persidangan menguatkan dugaan pengerjaan asal-asalan.
November 2025 – Menjelang Babak Penuntutan
Persidangan memasuki tahap akhir.
Majelis menunggu tuntutan JPU bulan Desember 2025.
18 November 2025 – DPRD Mulai Bersuara
Fraksi Demokrat mempertanyakan nasib bangunan setelah inkrah.
DPRD menekan Pemkot:
Apa strategi jangka panjang TBM?
Mengapa proyek tanpa asas kemanfaatan tetap dijalankan?
Desember 2025 – Tuntutan JPU Dijadwalkan
Babak penentuan: apakah ada hukuman berat, pengembalian kerugian negara, dan rekomendasi tindak lanjut aset.
2026 – Nasib Kapal Ditentukan
Opsi:
Dibongkar
Direnovasi total
Dibiarkan sebagai aset rusak
Digunakan sebagai bukti kegagalan perencanaan (monumen integritas)
