“Puskesmas dalam Kepungan Instruksi: Anatomi Kepanikan Menjelang Supervisi KPK”
-Baca Juga
Ketika Kepala Puskesmas, Bendahara, dan PPK harus menghadapi dua badai: defisit BLUD dan tekanan kebijakan yang tak mungkin dijalankan.
Hujan baru saja turun sore itu. Di ruang kerja sempit sebuah Puskesmas di wilayah Kabupaten Mojokerto, bendahara menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. “Mas… ndak kuat aku,” ujarnya lirih.
Bukan pasien yang mengantre. Bukan pelayanan kesehatan yang turun.
Yang membuatnya pusing tujuh keliling adalah instruksi wajib menyetor Rp2 juta per bulan dari dana BLUD untuk kontrak media, di saat Puskesmas bahkan tak mampu membayar tenaga kebersihan.
Di luar sana, suara langkah DPRD dan supervisi KPK sudah terdengar.
Di dalam, Puskesmas mencari-cari napas agar tak tenggelam.
“Untuk gaji kebersihan saja bingung, Mas… bagaimana ini mau setor 2 juta?”
😭Bendahara Puskesmas
“Kalau BLUD dipaksa untuk hal yang tidak ada dalam RBA, kami disuruh melanggar regulasi.”
😭 PPK Puskesmas
“Jangan tanya Kapus… dia cuma bilang: ‘Saya juga tertekan dari atas.’”
😭😭Pegawai Puskesmas
Di 27 Puskesmas se-Mojokerto, keluhan serupa muncul. BLUD seret. BOK jadi sorotan DPRD setelah temuan di Dawar Blandong.
Dan kini muncul “kewajiban kerjasama media” yang dititipkan ke Puskesmas, persis pada momentum 26–27 November 2025, jadwal supervisi KPK.
KONFLIK ATURAN: ANTARA BLUD DAN PAKSAAN ANGGARAN
Norma BLUD yang dilanggar
Dalam regulasi nasional BLUD, dana BLUD hanya boleh digunakan untuk:
Pelayanan kesehatan
Operasional langsung
Barang/jasa pendukung pelayanan
Kebutuhan urgen yang langsung menunjang Puskesmas
Belanja sesuai RBA
Kerjasama media BUKAN belanja yang dapat dibebankan ke BLUD kecuali tercantum eksplisit dalam RBA dan relevan dengan pelayanan.
Di Mojokerto, itu tidak ada.
Artinya:
Instruksi Rp2 juta tidak memiliki dasar hukum → berisiko menjerat Kapus, Bendahara, dan PPK sebagai penanggung jawab SPJ.
KENAPA KEPALA DINAS “PANIK”?
Sumber internal menyebut, ini dipicu oleh:
Sorotan Komisi IV DPRD atas dugaan penyelewengan BOK Dawar Blandong
Pemeriksaan lanjutan oleh Inspektorat
Supervisi KPK yang akan turun
Tekanan menjaga citra lembaga melalui jalur media
Sayangnya, kebijakan yang diambil justru mendorong Puskesmas melanggar aturan.
Bahkan ada pegawai yang bertanya getir:
“Apa kita harus bikin kegiatan fiktif supaya bisa setor?”
Titik paling gelap adalah ketika regulasi dilanggar demi ketakutan.
DAMPAK AKHIR: PUSKESMAS DI GARIS TEMBAK
Bila instruksi ini dipaksakan, konsekuensi hukum dapat menimpa:
Kepala Puskesmas (penanggung jawab BLUD)
PPK (validasi belanja)
Bendahara (pengelola kas)
Dan ketika supervisi KPK berlangsung, yang terseret bukan Kepala Dinas, tapi Puskesmas.
KRITIKAN DETAK INSPIRATIF
Pemerintahan bukan soal citra, tapi bagaimana menguatkan pelayanan publik dari akar yang paling dasar: Puskesmas.
Ketika Puskesmas dipaksa berbohong demi setoran, maka yang rusak bukan hanya anggaran , tapi nurani kebijaksanaan.
“ANOMALI KEUANGAN PUSKESMAS: Siapa yang Tertekan? Siapa yang Terancam?”
Fakta Lapangan :
27 Puskesmas kesulitan operasional
Belanja BLUD defisit
Gaji tenaga kebersihan tidak mampu dibayar
Bendahara stres, Kapus tertekan, PPK bingung SPJ
Instruksi Rp2 juta per bulan untuk kerjasama media
Regulasi BLUD (BOLEH digunakan untuk):
Pelayanan kesehatan
Operasional medis
Logistik kesehatan
Kebutuhan strategis Puskesmas
Belanja sesuai RBA
Tidak boleh:
Belanja titipan
Setoran wajib ke pihak luar
Kerjasama media non-pelayanan
Kegiatan fiktif
Belanja tidak tertulis di RBA
Dampak Hukum:
Tanggung jawab jatuh pada Kapus
Bendahara terancam audit kelebihan bayar
PPK terancam penyimpangan SPJ
Berpotensi masuk temuan KPK, BPK, Inspektorat
Momentum:
📌 Supervisi KPK: 26–27 November 2025
📌 Sorotan DPRD Komisi IV atas BOK Dawar Blandong
Solusi Aman:
Stop penggunaan BLUD untuk kontrak media
Kembalikan ke regulasi
Lindungi Kapus–Bendahara–PPK
Koordinasi resmi ke TAPD, Inspektorat, Sekda
Perbaiki RBA 2026 bila diperlukan
“Analisis Kepatuhan Regulasi atas Instruksi Alokasi Dana BLUD Puskesmas untuk Kerjasama Media”
LANDASAN HUKUM UTAMA BLUD
Instrumen hukum yang mengatur BLUD adalah:
Permendagri 79 Tahun 2018 tentang Pedoman BLUD
Permendagri 77 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
Permenkes 43/2019 & 75/2019 tentang Puskesmas
Peraturan Kepala Daerah tentang BLUD Puskesmas (SK Bupati/Perbup)
Rencana Bisnis Anggaran (RBA) masing-masing Puskesmas
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
PP 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
BATASAN PENGGUNAAN DANA BLUD YANG PALING KRITIS
1. Pasal 108 Permendagri 79/2018 – BLUD hanya boleh digunakan sesuai RBA
Belanja BLUD harus dilaksanakan sesuai Rencana Bisnis Anggaran (RBA).
Kerjasama media tidak tercantum dalam RBA 2025 seluruh Puskesmas Mojokerto.
Maka:
❌ Instruksi Rp2 juta = melanggar Pasal 108.
Paksaan ini bisa dikategorikan sebagai penyimpangan anggaran.
2. Pasal 134 ayat (3) Permendagri 79/2018 – Belanja BLUD wajib mendukung pelayanan
Belanja BLUD harus berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan.
Kerjasama media tidak punya relevansi langsung dengan:
pelayanan kesehatan,
farmasi,
medis,
penunjang pelayanan,
laboratorium,
logistik kesehatan, atau
peningkatan mutu layanan.
❌ Kerjasama media = tidak memenuhi syarat “relevansi langsung”.
3. Pasal 103 Permendagri 77/2020 – Tidak boleh ada belanja titipan
Belanja yang tidak mendukung tugas & fungsi perangkat daerah dilarang.
Kerjasama media adalah belanja titipan.
Tidak mendukung fungsi Puskesmas → haram dibebankan ke BLUD.
4. Pasal 136 Permendagri 79/2018 – Dilarang membebani BLUD dengan kewajiban dari luar
Unit BLUD dilarang menerima penugasan yang mengakibatkan beban pembiayaan yang tidak tercantum dalam RBA.
Instruksi Rp2 juta jelas penugasan tambahan dari Dinas.
❌ Melanggar pasal ini secara telanjang.
RISIKO HUKUM BAGI KAPUS – PPK – BENDAHARA
1. Tanggung jawab pengelolaan BLUD berada pada Kepala Puskesmas – bukan Kepala Dinas
Pasal 11 & 12 Permendagri 79/2018 menegaskan:
Pengelola BLUD bertanggung jawab atas perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran.
Artinya:
Jika salah → Kapus yang diperiksa
PPK dan Bendahara ikut terseret
Kepala Dinas tidak bisa ikut bertanggung jawab
Instruksi ini secara otomatis menjerumuskan bawahan.
2. Risiko SPJ fiktif
Jika Puskesmas tidak punya anggaran lalu “dipaksa mencari”, akibatnya:
manipulasi kode belanja
pelaporan fiktif
mark-up kegiatan
penyesuaian nota tidak sesuai peruntukan
Ini berpotensi menjadi:
⚠️ TPK (Tindak Pidana Korupsi) Pasal 2/3 UU Tipikor
⚠️ Temuan kerugian daerah oleh BPK
⚠️ Kasus penyalahgunaan wewenang
Dan ingat:
Dalam kasus keuangan BLUD, penanggung jawab mutlak adalah Kapus dan Bendahara.
3. Risiko Supervisi KPK (26–27 November 2025)
Instruksi Rp2 juta BLUD sangat mudah dicium sebagai:
belanja titipan,
pungutan,
atau penyimpangan pola pembinaan.
Jika supervisi KPK menemukan Puskesmas membayar:
🔥 Kapus – PPK – Bendahara langsung dalam garis tembak.
🔥 Kepala Dinas bisa lepas tangan.
KESIMPULAN RESMI TEKNIS
Berdasarkan aturan, instruksi penggunaan BLUD untuk kerjasama media:
⛔ Tidak memiliki dasar hukum
⛔ Melanggar Permendagri 79/2018
⛔ Berpotensi menjadi temuan BPK
⛔ Riskan menjadi temuan KPK
⛔ Menjerumuskan Kapus – PPK – Bendahara dalam pertanggungjawaban pidana
REKOMENDASI RESMI
Instruksi harus ditinjau ulang karena bertentangan dengan Permendagri 79/2018.
BLUD tidak boleh digunakan untuk kerjasama media kecuali sudah tertulis dalam RBA.
Jika kerjasama media diperlukan, maka:
ditanggung APBD Dinas, bukan Puskesmas
melalui kode belanja publikasi resmi
Jika dipaksakan, Kapus berhak meminta:
surat perintah tertulis
regulasi yang membolehkan
dasar hukum belanja media memakai BLUD
