Tabir Gelap Lorong RSU Kota Mojokerto VENDORS Alkes Belum Di Bayar 1 Tahun lebih?
-Baca Juga
Di lorong putih RSU dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto, ada suara yang tak pernah terdengar oleh publik: keluh kesah para teknisi peralatan medis yang bekerja tanpa jaminan, tanpa kepastian, dan tanpa masa depan yang jelas.
Mesin-mesin cuci darah itu tetap berdengung setiap hari, tak peduli siapa yang menyalakan, siapa yang merawat, siapa yang menanggung resiko kerusakannya.
Tetapi para penjaga mesin orang-orang yang berkutat dengan risiko listrik, tekanan air, sterilitas, dan nyawa pasien justru, harus menghadap kenyataan pahit: vendors belum dibayar 1 tahun lebih, berdampak ke PHK teknisinya.
Dan cerita ini bukan hanya milik PT BINSAI.
VENDORS YANG TERBENAM DALAM DIAM
Informasi internal menyebutkan, sejak 2019 hingga 2025, pola keterlambatan pembayaran terhadap para vendors RSU ini sudah seperti tradisi gelap yang diwariskan diam-diam.
PT BINSAI (Bintang Insan Samanhudi Sautica)
→ Jatuh paling parah.
→ Hak belum dibayar lebih dari 1 tahun.
→ Teknisi sampai harus di-PHK.
→ Peralatan masih berdiri di RS, bekerja setiap hari, tapi sang tuan tak lagi mampu menanggung beban.Vendors HD lainnya, informasinya;
→ Mengaku juga belum dibayar 1 tahun lebih.
→ Tapi masih bertahan, karena perusahaan sudah mapan dan memiliki buffer kuat.
→ Mereka memilih tidak merumahkan teknisi, sebuah bentuk kemanusiaan di tengah badai.
Bedanya hanya satu:
PT BINSAI perusahaan berkembang, masih muda, tidak punya tameng tebal untuk menahan hantaman.
Tabir Gelap Mulai Terkuak
Kejanggalan mulai mencuat sejak jabatan Direktur RSU Kota Mojokerto dipercayakan kepada seseorang yang disebut-sebut:
dekat dengan Walikota Ika Puspitasari
berasal dari lingkaran tim sukses partai tertentu
memiliki pengaruh kuat dalam ritme keuangan internal rumah sakit
Sejak itu, arus pembayaran vendors tidak pernah lagi mengalir normal.
Kontrak tetap berjalan.
Alat tetap bekerja.
Pasien tetap membutuhkan layanan.
Tetapi vendors yang menopang nyawa-nyawa itu dibiarkan menumbuk kesabaran sampai batas akhir.
Ada yang menyebut ini sebagai:
“Model tata kelola yang belum profesional dan tidak transparan.”
Ada pula yang bicara lebih keras:
“Bukan tak mampu bayar. Tapi belum menyelesaikan kewajiban.”
Dampak Paling Pahit: PHK
Hari itu, seorang teknisi muda dari PT BINSAI duduk diam di Warkop depan RSU. Ia bercerita bahwa anaknya bertanya:
“Bapak kok sering di rumah sekarang? Kenapa Bapak nggak perbaiki mesin lagi?”
Pertanyaan itu lebih menusuk daripada surat PHK yang ia terima.
Dan tak lama lagi, ia harus berangkat ke luar negeri, menjadi tenaga migran bukan karena ambisi, tapi karena keadaan memaksanya melarikan diri.
“Padahal mesin-mesin itu masih berdiri di dalam ruangan RSU.
Masih pakai tenaga, keringat, dan tanganku dulu. Tapi aku sudah nggak punya tempat kembali.”
Di sinilah cerita ini berubah menjadi luka yang lebih dalam dari sekadar investigasi.
Pujangga Gunung Gedangan, Panembahan Senopati JOEDHA HADI SUWIGNYO, ESB pernah berkata:
“Luka adalah tempat cahaya masuk.”
Tapi bagaimana cahaya bisa masuk kalau luka-luka ini justru dibiarkan membusuk selama bertahun-tahun?
Bagaimana nurani para pemimpin bisa tetap tidur nyenyak,
sementara teknisi yang menjaga nyawa pasien di PHK. Akibat, pihak management RSU DR WAHIDIN SUDIROHUSODO Kota Mojokerto belum membayar kontrak kerja vendors ALKESnya, 1 tahun? ✍️ðŸ˜
Bagaimana sebuah institusi kesehatan kota bisa membiarkan vendors tercekik pelan-pelan, seakan mereka bukan bagian dari ekosistem penyelamat manusia?
Sebuah Ironi Kota
Mojokerto dikenal sebagai kota kecil dengan sejarah besar.
Tetapi di balik tembok RSU, tempat yang seharusnya menjadi rumah kasih sayang, justru terselip babak yang menyayat hati:
vendors belum dibayar
teknisi di-PHK
pelayanan bergantung alat yang tak dilunasi
keputusan diatur oleh orang-orang yang tak memahami derita teknisi kecil
dan kota ini di nina bobo kan terlalu lama
