SIDANG DUGAAN GRATIFIKASI DAN TPPU MKP MEMAKAN WAKTU 9 JAM, 15 ORANG SAKSI. TERUNGKAP DANA PILWALI MOJOKERTO 2018, BAPERJAKAT PATIKELIR DAN SEKDA PATIKELIR.
-Baca Juga
SURABAYA, Sidang lanjutan dakwaan dugaan gratifikasi dan TPPU kedelapan, eks. Bupati Mojokerto Jawa Timur, Mustofa Kamal Pasa (MKP) Periode 2010-2015/2016-2021 di PN Tipikor Surabaya kembali digelar pada Rabu Pon, 23 Maret 2022. Sebelumnya sidang dengan terdakwa MKP, pada Rabu 16 Maret 2022 ditunda oleh Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya disebabkan, Penasehat Hukum terdakwa MKP kompak, absen dari persidangan. Dari 4 orang pengacara, hanya Sudirman Sidabukke ada surat keterangan absen, dikarenakan Isoman (covid 19), yang dilaporkan asisten kerjanya kepada Majelis Hakim. Sementara PH lainnya, absen tanpa keterangan.
Alasan lainnya penundaan sidang pekan kemarin, terdakwa MKP meminta didampingi penasehat hukum. Sehingga, Majelis Hakim melakukan musyawarah mufakat sidang digelar, Rabu 23 Maret 2022.
Dengan ditundanya jadual sidang, JPU KPK yang dikoordinator Arief Suhermanto menambah jumlah saksi. Yang semula 8 orang saksi ditambah 7 orang saksi menjadi 15 orang saksi.
Dalam persidangan tersebut JPU KPK ingin menunjukkan dakwaannya terhadap eks. orang nomor satu di Kabupaten Mojokerto Mustofa Kamal Pasa, kepada Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya melakukan gratifikasi. Perolehan uang dari gratifikasi itu digunakan untuk keuntungan pribadi membeli barang bergerak dan tidak bergerak secara sistematis, terstruktur dan masif.
Guna mengungkap fakta, JPU KPK yang dikoordinator Arif Suhermanto, mengundang para saksi dari ASN Pemkab Mojokerto Jawa Timur di PN Tipikor Surabaya.
Dari 15 orang saksi itu mengatakan sesuai yang ia tahu dan mengalami sendiri, sebagai staf pegawai terdakwa MKP sebagai Bupati Mojokerto 2010-2015/2016-2021.
Saksi Joedha Hadi mantan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (DP2KBP2) ketika ditanya JPU KPK dalam persidangan dugaan gratifikasi dan TPPU eks. Bupati Mojokerto, MKP. Pihaknya dirayu dan dipaksa terdakwa untuk menyerahkan sejumlah uang di Periodesasi pertama terdakwa menjabat Bupati Mojokerto.
Namun dia jawab, tidak punya uang. Dan akan memberikan prestasi untuk Pemerintah Kabupaten Mojokerto disaat terdakwa menjabat Kepala Daerah. Sejumlah prestasi pun digenggam oleh Pemkab Mojokerto dari Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (DP2KBP2) baik dari Presiden dan Museum Muri Indonesia.
Diperiodeisasi kedua terdakwa terpilih kembali menjabat Bupati Mojokerto. Saksi Joedha Hadi juga diminta sejumlah uang oleh terdakwa MKP dan melalui orang kepercayaannya. Di hari Sabtu 5 Juli 2017 di Pendopo Peringgitan Kabupaten Mojokerto. Saksi Joedha Hadi memberikan uang Rp. 50 juta kepada terdakwa MKP. Ketika itu terdakwa MKP, tampak menggunakan kolor warna hijau dengan kaos oblong. Uang tersebut menurut saksi dari hasil urunan staf pegawai Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (DP2KBP2). Dalam memberikan uang kepada terdakwa MKP, saksi Joedha Hadi didampingi oleh Yoko Priyono.
" Kronologinya begini Yang Mulia, saya dirayu dan dipaksa oleh saudara Yoko Priyono orang kepercayaan terdakwa MKP untuk menyerahkan sejumlah uang kepada terdakwa MKP. Karena dirinya tidak punya uang. Sementara Dinas yang ia pimpin, hanya menghasilkan kondom. Mana mungkin bisa menghasilkan uang, Yang Mulia," Kata Joedha Hadi menceritakan kepada Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya dalam persidangan dakwaan dugaan kasus gratifikasi dan TPPU, MKP. ketika ditanya Majelis Hakim, saksi mengantar uang dengan siapa?. " Saya mengantar uang didampingi Yoko Priyono, Yang Mulia," kata saksi mengkisahkan.
Akhirnya, dirinya memberitahukan kepada para stafnya. Bahwa, dirinya akan di mutasi atau nonjob kalau tidak setor kepada terdakwa. Dia tidak bisa memimpin di Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (DP2KBP2).
Para staf saksi pun, dengan suka rela iuran atau urunan untuk membantu saksi membayar upeti kepada terdakwa MKP. Terkumpul uang Rp.30 juta. Sementara dari saksi Rp. 20 juta. Setelah terkumpul disetorkan ke terdakwa MKP dirumah dinas Bupati.
Ketika JPU KPK menanyakan terkait perihal Nano Santoso Hudiarto alias Nono. Saksi mengaku kenal sebelum terdakwa menjabat Bupati Mojokerto ditahun 2010. Nono ketika masih menjabat Kepala Desa Desa Watu Kenongo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto Jawa Timur.
Sementara ketika itu, Saksi Joedha masih di Sospol sekarang Bakesbangpol Linmas. Sehingga Nono pejabat binaannya. Dalam persidangan itu JPU KPK menanyakan keterkaitan Nono dengan terdakwa MKP. Serta sepak terjang Nono ketika terdakwa MKP menjabat Bupati Mojokerto.
Dari Keterangan Saksi Joedha Hadi, Nono adalah Badan Pertimbangan Jabatan (Baperjakat) patikelir swasta / makelar promosi jabatan swasta. " Nono itu, Baperjakat patikelir atau swasta, Yang Mulia," ujar saksi Joedha Hadi. Seketika suasana sidang yang tadinya tegang langsung cair. Pengunjung sidang dan saksi lainnya, tertawa gerrrr…..Saksi juga menyebut Nono adalah Debt Colektor. Juru tagih kepada PNS yang sudah dipromosikan Jabatannya. Aneh..aneh ae...Nono Iki.
Saksi Joedha Hadi juga di iming-iming jabatan basah oleh Nono. Asal mau menjual rumahnya. Nono pun mengancam kalo tidak memberikan uang, saksi akan di non job kan…
Saksi juga ditanya JPU KPK terkait, Umar Faroq Alias Condro sebagai orang kepercayaan terdakwa MKP. Menurut saksi Joedha, Condro adalah dukun terdakwa. Pernah mengobati penyakit terdakwa dan sembuh. Sehingga dipercaya sebagai abdi penasehat spiritual terdakwa. Condro juga pernah mendatangi saksi dengan 2 orang. Meminta proyek di Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (DP2KBP2).
Saksi tidak percaya dan meminta Condro untuk menelpon terdakwa MKP. Setelah terdakwa MKP menelpon saksi. Dalam percakapan tersebut, terdakwa mengintimidasi saksi, agar memberikan proyek ke Condro. Namun, tidak diindahkan saksi. Menurut saksi, dinas yang dia pimpin, urusan nya dengan pemahaman masyarakat agar tidak mempunyai anak lebih dari dua alias gunakan kondom bagi laki-laki yang akan berhubungan dengan istrinya.
Saksi Joedha Hadi paling lama mendapat pertanyaan dari JPU KPK, Majelis Hakim dan PH terdakwa MKP dalam persidangan itu. Perangkat persidangan tersebut menganggap saksi Joedha Hadi sebagai pejabat eselon dua yang banyak prestasi di dinas yang menurut kalangan ASN setempat, sebagai dinas tidak menghasilkan apa-apa.
Saksi Joedha Hadi juga dicecar terkait, iuran jetski, perahu naga, ulang terdakwa MKP dan istrinya terdakwa. Saksi mengaku tidak pernah memberikan uang untuk hal itu. Sebab, dia tidak punya uang, hanya punya kondom sebab, Dinas yang ia pimpin berhubungan dengan itu.
Saksi juga ditanya terkait Susantoso, Kepala BKPP sekarang BKPSDM. Menurut JPU KPK, Susantoso juga memberikan tarif nominal kepada ASN yang akan mengurus pensiun, kenaikan jabatan dan rotasi jabatan. Dan itu dibenarkan oleh saksi Joedha Hadi. Saksi mengatakan kepada Majelis Hakim, kalau yang dipungut itu stafnya. Sehingga saksi mendatangi Susantoso di kantornya dan protes.
Diceritakan saksi, Susantoso memberikan tarif nominal, kepada ASN yang akan pensiun dan lainnya, atas petunjuk terdakwa MKP. Namun saksi tidak percaya, dan meminta diantar langsung ke terdakwa MKP dikantor nya.
" Aku ga pernah memerintahkan iku Joed, kata terdakwa MKP. Iku Susan dewe," Kata saksi menirukan perkataan terdakwa, dihadapan Majelis Hakim dalam persidangan.
Saksi juga ditanya terkait pejabat ASN Pemkab Mojokerto yang dapat hadiah mobil dari terdakwa MKP, sementara saksi yang sudah banyak meraih prestasi tidak mendapatkan hadiah mobil dari terdakwa hanya, janji palsu saza. Saksi menjawab pertanyaan Majelis Hakim terkait pertanyaan itu, bahwasanya mereka yang mendapat hadiah adalah Dinas yang menghasilkan uang. Sementara Dinas yang ia pimpin hanya menghasilkan kondom.
Selain saksi Joedha Hadi, yang mendapat pertanyaan dan perhatian Majelis Hakim yakni, Yuliane Mantan Kabid Mutasi BKPP. Pasalnya, semua saksi dalam persidangan selalu menyebut namanya terkait promosi jabatan. Setiap keterangan saksi selama ini menyudutkan Yuliane. Namun dalam kesaksiannya kemarin, Yuliane menepis tudingan para saksi lainnya yang menyudutkan dirinya dalam persidangan itu.
Dikatakan Yuliane dalam persidangan, bahwasanya dirinya hanya seorang staf. Dia mempunyai pimpinan yakni, Kepala Badan. Selama menjabat Kabid Mutasi di BKPP Pemkab Mojokerto, pimpinannya yakni, Mustain, Teguh Gunarko dan Susantoso sampai sekarang. Dalam bekerja dia selalu ada perintah dan petunjuk pimpinan tidak melangkah sendiri atau inisiatif sendiri. Bahkan, dirinya tidak segan komplin untuk klarifikasi manakala, ada perintah atau petunjuk yang tidak sesuai aturan kepada pimpinannya. Namun, jawaban dari seorang pemimpin setiap di klarifikasi atau komplin, dijawab dengan arogan dan otoriter. " Aku atau kamu yang menjadi Kepala Badan disini," cerita Yuliane kepada Majelis Hakim.
Dalam promosi jabatan seorang ASN, lanjut Yuliane. Bukan dirinya yang menentukan jabatan yang pantas buat si ASN itu. Melainkan pimpinan dan tim Baperjakat. Dia hanya menjalankan perintah pimpinan seperti OPD atau Badan yang akan melakukan rotasi atau mutasi.
Bahkan, dirinya pernah mengajukan untuk pindah ke jabatan lain atau ke Dinas lain kepada pimpinannya. Namun, tidak diperkenankan pimpinan. Menjawab pertanyaan dari Majelis Hakim terkait, dirinya menghubungi si ASN yang akan di promosikan Jabatan atau mutasi melalui telepon. Yuliane mengaku atas perintah pimpinan untuk menghubunginya.
Terkait penentuan tarif nominal bagi ASN untuk promosi jabatan, bukan dirinya yang menentukan. Saksi Yuliane mengaku tidak tahu terkait angka nominal itu. Sedangkan, keluarnya untuk jabatan eselon dua dengan tarif Rp. 200 juta, eselon tiga 100 juta, eselon empat 10 juta dihadapan penyidik KPK. Ketika terjadi penangkapan terhadap terdakwa, dirinya hanya diperintah 3 pimpinan yakni, Mustain, Teguh Gunarko dan Susantoso.
Angka tersebut ide dari para pimpinan tersebut. Selama menjabat Kabid Mutasi ia menyetor uang dari hasil promosi jabatan tahun 2012 - 2013 Kepala Badan Mustain Rp. 800.80.000 juta lima kali, Kepala Badan Teguh Gunarko tahun 2013-2014 Rp. 2. 300. 75.000 Miliar delapan kali, dan Kepala Badan Susantoso 2014-2018 Rp. 440 juta delapan belas kali.
Menurut saksi Yuliane, dirinya menghimpun uang dari promosi jabatan bukan perintah langsung dari terdakwa MKP. Melainkan perintah dari Kepala BKPP yakni, Mustain, Teguh Gunarko dan Susantoso. Uang yang terkumpul disetorkan kepada Kepala BKPP, oleh kepala BKPP disetorkan ke terdakwa MKP.
Untuk promosi jabatan Camat, pengepul atau penghimpun dana adalah Nono dalih Yuliane dalam persidangan. Jabatan Camat eselon tiga. Eselon tiga yang pernah membayar lewat BKPP untuk promosi jabatan Kabag Pemerintahan yakni, Rahmad Hariyono. Sebesar Rp 100 juta. Sekarang menjabat Kadis Perhubungan Pemkab Mojokerto. Uang tersebut diserahkan kepada Kepala BKPP," kata saksi Yuliane.
Uang untuk promosi jabatan yang dilewatkan BKPP sudah tersegel dan ada nama serta maksud dan tujuannya. Tidak semua uang tersebut diterima langsung Yuliane, ada juga yang diterima staf mutasi lainnya.
Sementara saksi Bambang Eko Wahyudi kepada Majelis Hakim mengaku pada tahun 2010 menyetor uang sebesar Rp. 500 juta diterima langsung terdakwa MKP, tahun 2012 juga menyetor Rp. 500 juta juga diterima langsung terdakwa MKP dikantor Bupati. Pada bulan Juli tahun 2014-Oktober 2016 setor Rp. 2 Miliar lebih lewat ajudan Lutfi Arif Muttaqin.
Sementara terkait uang Rp. 245 juta yang saksi Bambang Eko Wahyudi ambil langsung dari saksi Mieke Juli Astuti. Atas perintah terdakwa MKP langsung. Uang itupun diserahkan dan diterima terdakwa MKP sendiri. " Ketika itu malam hari, saya ditelpon terdakwa MKP, Yang Mulia diperintah untuk mengambil uang di Mieke Juli Astuti," terang saksi Bambang Eko Wahyudi kepada Majelis Hakim. " Mbang, ambil uang di Bu Mieke. Malam hari pak Bupati. Besok pagi saja," cerita Bambang Eko Wahyudi dalam persidangan di hadapan Mejelis Hakim. Uang tersebut untuk iuran dengan dalih, untuk BPK.
Sementara terkait dengan Nono, saksi Bambang Eko Wahyudi menyebut kalau Nono Sekda Patikelir alias swasta. Alasannya, Nono selalu menginformasikan ke dirinya kalau akan ada mutasi dan promosi jabatan serta siapa saja yang akan di mutasi.
Pada dasarnya rotasi jabatan di lembaga mana pun hal biasa, dengan dalih penyegaran dan refresh. Namun menjadi hal yang tak biasa dan luar biasa. Ketika mutasi atau rotasi itu disertai intimidasi dan premanisme. Inilah fakta di Pemkab Mojokerto pada periodeisasi terdakwa menjabat.
Dalam keterangan saksi lainnya dipersidangan dengan dakwaan dugaan gratifikasi dan TPPU MKP. Saksi Eny Yuliasih Kasi ketenagaan di Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto menyerahkan uang satu miliar sembilan ratus juta rupiah kepada terdakwa MKP, melalui Nano Santoso Hudiarto alias Nono orang kepercayaan terdakwa ajudan Lutfi Arif Muttaqin. Uang tersebut dikumpulkan dari 18 UPT Dinas Pendidikan Kabupaten, promosi jabatan kepala sekolah SD, SMP serta promosi dari pegawai honorer K2 menjadi PNS.
Pada tahun 2015 saksi Eny Yuliasih menyerahkan uang Rp. 1 Miliar ke terdakwa MKP, melalui ajudan Lutfi Arif Muttaqin didepan masjid. Uang tersebut pecahan seratus ribuan dan lima puluh ribuan. Uang berasal dari Titiek Widayati Kepala UPT Dinas Pendidikan Mojosari Mojokerto, Rp. 400 juta dari Yoko Priyono Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto, uang itu promosi jabatan kepala sekolah. Tarif Kepala Sekolah SDN 35 juta, SMPN Rp. 75 juta. Penyerahan uang kepada Nono Rp. 750 juta, dari promosi pengangkatan honorer K2 lulusan SMA ke PNS Rp.100 juta, S1 Rp. 125 juta. Uang tersebut diserahkan di GOR Dinas Pendidikan, di kantor Kecamatan Kutorejo
Saksi Tjatur Edy Novianto mantan Camat Gedeg Mojokerto mengaku sebagai tim sukses pengepul uang untuk pemenangan Pemilihan Kepala Daerah Kota Mojokerto (Pilwali) tahun 2018 adik terdakwa MKP, Ika Puspitasari. Terkumpul uang Rp 180 juta dari 12 orang Camat di Kabupaten Mojokerto. Uang tersebut kemudian diberikan ke Polo (Kadus) Sutrisno di CV Musika perusahaan keluarga milik terdakwa MKP. Uang setiap Camat membayar iuran untuk pemenangan Pilwali Rp. 15 juta.
Pengumpulan dana Pilwali Kota Mojokerto tahun 2018 kepada saksi Tjatur Edy Novianto, atas perintah terdakwa MKP selaku kakak kandung Ika Puspitasari. " Uangnya diserahkan ke Polo Sutrisno di pabrik saja(CV Musika)," kata Tjatur Edy Novianto kepada Majelis Hakim menirukan perintah terdakwa MKP kepada dirinya dalam persidangan itu.
Saksi juga menyerahkan uang Rp 10 juta kepada Dian Anggraeni Susilowati mantan Kabag TU untuk BPK. Selain itu menyerahkan uang Rp 10 juta untuk pembelian dupa/Yosua kepada ajudan Lutfi Arif Muttaqin.
Saksi juga mengaku untuk desa yang mendapatkan bantuan dana desa untuk pembangunan jalan desa, jalan poros desa, jalan lingkungan desa. Material nya membeli di CV Musika. Agar lebih memudahkan untuk urusan administrasi nya. Untuk pemborongan jalan desa juga dikerjakan oleh CV Musika Lewat Robert. Karyawan CV Musika.
Saksi Suhari mantan Camat Jatirejo tahun 2017 sekarang Sekertaris Satpol-PP Pemkab Mojokerto. Mengaku mengaku menyerahkan uang Rp 200 juta pada tahun 2017 kepada terdakwa MKP melalui Sutrisno Sajoko atau Polo Sutris di Desa Tawar Kecamatan Gondang syukuran usai dilantik menjadi Camat Jatirejo. Uang itu dari saksi menjual mobilnya Grandmax laku Rp. 170 juta. Sisanya dia hutang bank.
Saksi Suhari juga membayar iuran untuk pemenangan Pilwali Mojokerto Ika Puspitasari sebesar Rp 15 juta. Uang diserahkan kepada Tjatur Edy Novianto mantan Camat Gedeg juga orang kepercayaan terdakwa MKP.
Saksi juga membenarkan pembangunan jalan desa, yang anggaran nya dari program bantuan keuangan desa. Material nya membeli di CV Musika tahun 2018 awal. Pembuatan proposal serta ube rampe lainnya harus menyertakan CV Musika. Seperti aspal hotmik, cor beton dll.
Saksi Tulus Widayat menjabat Camat Trowulan 2015-2019. Setor Rp. 150 juta kepada Nano Santoso Hudiarto alias Nono orang kepercayaan terdakwa MKP. Dibayar pada hari Jum'at 18 Maret 2015. Dibayar di kantor Kecamatan Mojosari Mojokerto dititipkan ke Camat Abdullah.
Saksi Tulus Widayat juga turut serta membayar iuran pemenangan Pilwali Mojokerto Ika Puspitasari 2018, sebesar Rp 15 juta. Uang dikumpulkan di Tjatur Edy Novianto di halaman Pemkab Mojokerto. Juga membayar iuran untuk membeli dupa/yosua rp.500 ribu. Uang diberikan kepada Bejo mantan Camat Kutorejo. Sekarang staf di kantor Dinsos.
Saksi Faizun menjadi Camat Mojoanyar membayar Rp. 80 juta dari tarif Rp. 200 juta. Uang disetorkan ke Nono Februari 2017, dirumahnya di Desa Menanggal Mojosari Mojokerto. Saksi Faizun termasuk beruntung, belum setor lunas Rp. 200 juta. Baru dibayar Rp. 80 juta, terdakwa ditangkap KPK.
Saksi Amat Susilo mantan Camat Gondang Mojokerto. Sempat dikatakan JPU KPK tidak konsisten dan plin plan dan juga janggal. Pasalnya, saksi Amat Susilo meminta uang Rp. 50 juta kepada saksi Sugeng Nuryadi mantan Sekcam Gondang Mojokerto untuk syukuran. Tapi, menurut Amat Susilo uang Rp. 50 juta dari Sugeng Nuryadi digunakan rekreasi ke Pacitan dan makan-Makan staf Kecamatan Gondang.
Uang yang seharusnya untuk terdakwa, oleh Saksi Amat Susilo diakui untuk kepentingan syukuran staf Kecamatan Gondang. Saksi Amat Susilo juga ditegur oleh PH terdakwa MKP, bahwa dirinya dijadikan saksi fakta dalam kasus dugaan gratifikasi terdakwa MKP.
Dalam kasus ini, Amat Susilo akan di lakukan penyidikan kembali oleh KPK untuk diklarifikasi. Manakala dia turut serta melindungi terdakwa, maka status saksi akan diubah menjadi tersangka. Hal itu dikatakan JPU KPK kepada wartawan.
Saksi Amat Susilo juga mengakui desa yang mendapatkan bantuan keuangan dari Pemkab Mojokerto, material nya membeli di CV Musika. Untuk menjabat Camat Gondang Mojokerto, Amat Susilo membayar Rp. 200 juta lewat Nono.
Saksi Sugeng Nuryadi membayar Rp. 50 juta dari Kabid Data di Dispendukcapil ke Sekcam Gondang Mojokerto. Uang tersebut disetorkan lewat Amat Susilo Camat Gondang sekarang Kadispendukcapil.
Saksi Tri Cahyono Hariyanto menjabat Camat Jatirejo tahun 2017 membayar Rp. 150 juta kepada terdakwa. Uang itu diterima langsung oleh terdakwa MKP di pabrik CV Musika. Ditawari oleh terdakwa ketika masih Sekcam Kemlagi tahun 2012 untuk menjabat jabatan yang lebih tapi harus bayar. " Yok opo awakmu, aku ga butuh jabatan pak. Eselon saya saja di naikkan," tutur saksi kepada Majelis Hakim. Dari penawaran tahun 2012, tahun 2017 baru menjabat Camat di Kecamatan Jatirejo Mojokerto.
Saksi Tri Cahyono Hariyanto juga membayar iuran untuk operasional kegiatan Sambang Desa Rp. 2 juta ke Dian Anggraeni Susilowati Kabag TU, tahun 2014/2015.
Saksi Binardi ketika menjabat Kabag Pembangunan Bappeda Pemkab Mojokerto membayar iuran pembelian jetski untuk terdakwa MKP Rp. 10 juta tahun 2014. Uang dititipkan ke Ajudan Lutfi Arif Muttaqin dikantor Bupati. Membayar iuran Rp 2 juta untuk kegiatan operasional Sambang Desa terdakwa. Uang dititipkan ke Dian Anggraeni Susilowati Kabag TU.
Ardian Budi Wahyu Kasi Pengurangan Sampah Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Mojokerto. Dari staf menjadi Kasi membayar Rp 25 juta awal tahun 2018. Uang dititipkan ke Zaenul Arifin Kadis DLH. Uang tersebut dari tabungan pribadi.
Saksi Norman Hanandito ketika menjabat Camat Pacet 2016/2017, membayar iuran untuk membeli dupa/yusua Rp. 10 juta. Uangnya dititipkan ke Camat Abdullah Camat Mojosari orang kepercayaan terdakwa MKP. Selain saksi juga menjamu para tamu terdakwa yang sedang mampir di Pacet. Dia harus merogoh kocek Rp.9 juta untuk menjamu Kapolda tamu terdakwa.
Saksi Jarot Cahyono dari Sekretaris DPMD ke Sekcam Gondang harus mengeluarkan uang Rp. 20 juta. Uang itu disetorkan ke Ardi Sepdianto tahun 2011. Ketika itu Ardi Sepdianto masih Camat Gondang Mojokerto. Uang diserahkan dirumah Ardi Sepdianto di kawasan Sooko Mojokerto.
Ketika menjabat Camat Puri saksi juga membayar iuran untuk kegiatan operasional Sambang Desa Rp. 3 juta dan Rp. 2 juta. Uangnya diserahkan ke Nunuk Jatmiko Camat Dlanggu.
Jarot Cahyono Sekertaris DPMD, 2011 promosi ke Sekcam Gondang Rp.20 juta ke Ardi Septianto, urunan 2 juta sama 3 juta ke Nunuk Jatmiko Tahun 2017,
Sementara terdakwa MKP, ketika diminta menanggapi keterangan para saksi mengatakan. Bahwasanya para saksi pernah menjadi mitra kerja dan rekan tim terbaik nya dalam membangun Kabupaten Mojokerto.
Perangkat Persidangan:
JPU KPK, Erlangga Jayanegara, Arif Suhermanto, Eva Yustisiana, Joko Hermawan dkk.
Majelis hakim, Marper Pandiangan. SH. MH (Hakim ketua), Poster Sitorus. SH. MH (Hakim Anggota), Manambus Pasaribu. SH. MH (Hakim anggota)
PH terdakwa. Sudirman Sidabukke dkk. Sidang akan dilanjutkan pada hari Rabu 30 Maret 2022. Dalam sidang itu memakan waktu 9 jam dari pukul 09.00-16.00 WIB. (DI)