“Emak-emak Menggebrak Dinsos: Janji 92 KUBE Pemkot Tak Kunjung Turun” ~ Detak Inspiratif | Berita dan informasi terkini Indonesia
RUNNING STORY :
Loading...

“Emak-emak Menggebrak Dinsos: Janji 92 KUBE Pemkot Tak Kunjung Turun”

-

Baca Juga


Emak emak KUBE Kota Mojokerto, Kantor Dinas Sosial Kota Mojokerto, Jum'at 28 Nopember 2025.





Mojokerto, Jumat Pagi – 28 November 2025.
Belum genap pukul delapan, halaman kantor Dinas Sosial Kota Mojokerto di Jalan Benteng Pancasila sudah sesak oleh puluhan perempuan. Mereka datang bukan untuk senam lansia, bukan pula menghadiri rapat rutin, melainkan untuk satu tujuan: menuntut kejelasan bantuan KUBE senilai Rp 20 juta yang belum mereka terima.


Di bawah atap galvalum yang bergema oleh langkah kaki, para ibu duduk rapat di atas terpal biru dan hijau. Suasananya seperti rapat akbar tanpa panggung hanya karpet, sandal jepit di pinggir, dan ratusan hati yang menggelegak.


Mojokerto belum pernah melihat pemandangan seperti ini.
Dan bagi pejabat Dinsos, hari itu adalah Jum’at paling panas-dingin sepanjang 2025.


Mereka adalah anggota Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dari berbagai kelurahan. Mereka duduk lesehan rapat-rapat, memenuhi teras kantor Dinsos. Suasana mendidih dalam diam. Tak ada kericuhan, tapi ada energi protes yang menebal. Tidak perlu teriak, cukup tatapan para emak emak itu sudah membuat siapa saja merinding.


Di hadapan mereka, para pejabat Dinsos duduk rapi di kursi plastik seperti pasukan pragawati yang sedang menunggu giliran disidang. Yang tak kalah mencolok adalah pemandangan di salah satu sudut ruangan: tumpukan kardus, berkas, arsip dan dokumen berserakan tanpa ampun mirip gunung administratif yang menunggu meletus.


Satu pesan muncul dengan jelas: “Kami datang bukan untuk bergurau. Kami datang menagih hak kami.”






Janjimu Rp 20 Juta, Bu… Mana?

Seperti diketahui publik, Wali Kota Ika Puspitasari telah menyerahkan bantuan 92 KUBE di Rumah Rakyat Rabu 26 Nopember 2025. Setiap kelompok dijanjikan bantuan Rp 20 juta namun dalam bentuk barang, bukan uang tunai.


Masalahnya, tidak semua KUBE menerima bantuan itu.
Sebagian besar dari mereka yang hadir hari itu adalah kelompok yang merasa nama mereka tidak masuk daftar, atau masih menunggu tanpa kejelasan.


“Pak / Bu, kami ini sudah lengkap syaratnya. Pengajuan sudah dari tahun lalu. Lah kok ora entuk?” ucap salah satu peserta dengan suara lirih tapi menusuk.


Yang lain menggumam, “Anak-anak butuh makan, usaha kami mandek. Nunggu barang kapan datang, Pak / Bu?”


Mereka tidak marah.
Mereka tidak membuat keributan.
Tapi justru itulah yang membuat suasana menggetarkan.



Birokrasi Keleleran

Tumpukan kardus dan berkas di pojokan kantor Dinsos itu lebih fasih berbicara ketimbang pejabat-pejabatnya. Di sana terpampang realitas pahit:
administrasi bansos belum beres.


Janji Wali Kota memang manis, tetapi ketika sampai di meja birokrasi teknis, semuanya seret seperti roda becak kehabisan oli.

Proses pengadaan barang KUBE memang panjang:

  • verifikasi lapangan

  • pemilihan penyedia

  • distribusi barang

  • berita acara

  • validasi ulang

Ketika satu saja tersendat…
semua kelompok kena imbasnya.

Hari itu, para pejabat Dinsos berusaha menjelaskan, namun penjelasan teknis selalu kalah dengan tuntutan kebutuhan perut.






Ketika Emak-Emak Menggebrak

Fenomena hari itu berlaku satu hukum sosial:
jika emak-emak sudah turun tangan, sesuatu tidak beres. Siap Aksi Turun Jalan!


Beberapa ibu mengeluarkan kertas pengajuan proposal, mencocokkan nama, sambil mencatat setiap ucapan pejabat. Ada yang mengaktifkan kamera ponsel, ada yang mengirim pesan WhatsApp ke kelompok masing-masing.

Dinsos seperti mengecil di tengah kepungan masyarakat yang kecewa.


Seorang ibu bersuara lantang,
“Kami bukan mau memaksa, Pak / Bu. Tapi kalau hak kami memang ada, ya mohon diperjelas. Jangan sampai kami merasa dibohongi.”

Seketika ruangan senyap.



Panggung Panas di Benteng Pancasila

Kendaraan emak emak KUBE,  memperlihatkan betapa padatnya halaman kantor:
makhluk terkuat di jagat raya duduk bersila di atas terpal biru-hijau, menatap serius ke arah pejabat.

Tak ada spanduk.
Tak ada mobil komando.
Tak ada pengeras suara.

Yang ada hanya suara hati rakyat kecil yang mulai jenuh dengan mis-komunikasi.
Dan seperti biasa, rakyat akhirnya datang sendiri ke kantor pemerintah untuk mencari kejelasan, bukan sekadar menunggu kabar dari grup WhatsApp RT.



Sebuah Catatan Keras untuk Pemkot Mojokerto 

Bantuan KUBE adalah program pengentasan kemiskinan.
Kalau implementasinya tersendat, apalagi sampai menimbulkan polemik di lapangan, yang terdampak langsung adalah pelaku usaha mikro tulang punggung ekonomi keluarga.

Pemkot harus segera:

  • menjelaskan secara terbuka siapa saja penerima 92 KUBE

  • menyediakan timeline pembagian barang jelas

  • memastikan tidak ada perbedaan perlakuan antar-kelurahan

  • menata ulang administrasi Dinsos yang berantakan

Karena di mata masyarakat, satu keterlambatan saja bisa berubah menjadi ketidakpercayaan.



Emak-Emak Tak Pernah Salah

Hari itu, emak-emak pulang tanpa amarah, tapi membawa catatan.
Mereka akan datang lagi jika perlu.
Dan ketika emak-emak sudah bergerak, maka pejabat selevel menteri pun harus hati-hati.

Negara ini, pada akhirnya, berdiri karena kekuatan perempuan yang menjaga dapur tetap ngebul.
Dan hari itu, mereka menagih satu hal sederhana:

“Janji itu ditepati, bukan dipajang di baliho.”

Jum’at ini, meninggalkan pesan keras:
“Rakyat boleh sabar, tapi bukan untuk dibohongi.”









 



Mungkin Juga Menarik × +
PERISTIWA
Hukum Kriminal
Olahraga

 
Atas
Night Mode