SOFANKA: Lensa Perjuangan dari Balongpanggang
-Baca Juga
Juned Peserta Gerak Jalan Perjuangan MOJOSURO usia 75 tahun, mengikuti event bersejarah ini sudah 46 kali. (Karya SOFANKA)
“Kopi hitam, kretek, dan cerita yang tak pernah berhenti...”
Cuaca cerah Mojokerto serasa mengawal peserta Gerak Jalan Perjuangan MOJOSURO 2025, yang meninggalkan garis start jalan Surodinawan Kota Mojokerto. Sorak warga membelah Kota, semangat sejarah Majapahit seakan bangkit lagi.
Di tengah hiruk pikuk itu, satu sosok diam bekerja: SOFANKA, fotografer Radar Mojokerto, Jawa Pos, yang memotret bukan hanya peristiwa, tapi ruh acara.
Sofanka, sekitar 35 tahun, ayah dari dua putra belia. Nama kecilnya sederhana, perilakunya sederhana, tapi karya-karyanya tak pernah sederhana.
Dialah lensa yang merekam detak Mojokerto dari Balongpanggang.
Warkop Pojok: Tempat Cerita Mengalir
Usai liputan Mojosuro, kami duduk di warkop pinggir jalanan Mojokerto. Kopi hitam pahit mengepul, kretek terbakar pelan. Di sinilah Sofanka membuka cerita yang jarang ia bagi ke orang lain.
“Jadi fotografer pers itu butuh stamina yang kuat dan fokus yang tajam, bro,” katanya sambil tersenyum kecil.
Ia tidak sedang berfilosofi.
Di perusahaan pers besar seperti Radar Mojokerto anak kandung Jawa Pos setiap jepretan adalah taruhannya: gagal fokus, hilang momen; lambat sepersekian detik, hilang sejarah.
“Maka kalau hati libur, ya olahraga. Setelah itu kumpul keluarga. Itu bensin buat fokus lagi,” ujarnya.
Jepretan yang Bercerita
Sofanka paham betul: foto hanyalah gambar… kalau tidak punya cerita.
“Tapi dalam bahasa jurnalistik, foto harus komunikatif. Harus memanggil mata pembaca,” katanya sambil menunjuk hasil jepretannya sendiri.
Proporsional. Profesional. Ada nilai seni.
Itu tiga syarat yang ia tunggu sebelum menekan tombol shutter.
Di Mojosuro, ia mengejar raut lelah para pejalan kaki, sorot mata penuh tekad, bendera berkibar, derap sepatu, dan gelegar semangat.
“Agar pembaca tidak sekadar baca berita. Tapi merasakan jiwa acaranya.”
Ngontel dari Balongpanggang: Dedikasi yang Tak Banyak Orang Tahu
Rumahnya jauh Balongpanggang, Gresik.
Namun Sofanka sering memilih ngontel ke kantor Radar Mojokerto. Tidak setiap hari, tapi khusus event atau hari Sabtu.
Sementara sang istri kadang menyusul naik motor. “Dia ke kantor, saya nyepeda. Enak olahraga,” katanya terkekeh.
Hari Sabtu, kantor lebih lengang.
Kopi lebih nikmat.
Dan kehadiran istri kadang jadi vitamin batin.
Dari Yogyakarta ke Radar Mojokerto
Sebelum menjadi lensa andalan Radar Mojokerto, Sofanka menghabiskan masa mudanya di Yogyakarta. Kota seni. Kota kamera pertama kali menjadi bahasa hidupnya.
Ia belajar kepada fotografer senior, bukan cuma teknik, tapi rasa.
“Fotografi itu bukan soal alat. Tapi soal hati yang melihat,” ucapnya.
Dan “hati yang melihat” itulah yang ia bawa ke setiap liputan.
Ngetril, Kretek, dan Hidup yang Mengalir
Di balik disiplin kerja yang ketat, ada satu ruang kecil tempat Sofanka membebaskan diri: ngetril di akhir pekan. Menyusuri tanah, batu, sungai, dan jalur hutan.
Tapi tetap, keluarga adalah tempat pulang terbaik.
“Kretek ini teman,” katanya sambil menghembuskan asap.
“Tapi anak-anak itu alasan saya bangun pagi.”
Sosok di Balik Lensa
Di setiap halaman koran Radar Mojokerto, di balik foto-foto penuh energi dan cerita, ada seorang ayah muda yang ngontel dari Gresik, menyeruput kopi pahit, ngetril di akhir pekan, dan bekerja dengan hati yang selalu penuh seni.
Namanya Sofanka.
Dan hari ini, kita melihat Mojosuro lewat matanya.
