PANAS DI RADEN WIJAYA. Buruh MERTEX, Negara yang Terlambat, dan Surat Anjuran yang Diperebutkan
-Baca Juga
AC RUANG RADEN WIJAYA PANAS, ASPIRASI BURUH, DAN KERINGAT KEADILAN
Terik siang menggantung tepat di atas langit Kabupaten Mojokerto. Namun panas di luar gedung DPRD belum seberapa jika dibandingkan suhu di Ruang Sidang Raden Wijaya, lantai dua. Di ruangan itulah, Rabu 17 Desember 2025, pendingin udara kalah telak oleh gejolak aspirasi buruh.
Sebelas pengurus PUK F SP.TSK–SPSI PT Mermaid Textile Industry Indonesia (PT MERTEX) duduk berhadap-hadapan dengan Komisi IV DPRD Kabupaten Mojokerto dan OPD DISNAKERTRANS. Wajah-wajah itu bukan wajah demonstran jalanan. Mereka adalah buruh yang memilih jalur konstitusional, namun justru merasa dipermainkan oleh waktu dan prosedur.
37 HARI YANG TERLALU PANJANG
Ketua SPSI PT MERTEX, Suparman, membuka data. Bukan emosi.
Perselisihan hak terkait pelaksanaan dan tata cara pembuatan Struktur dan Skala Upah (SSU) telah dicatatkan ke DISNAKER Kabupaten Mojokerto sejak 4 Agustus 2025. Namun jawaban resmi baru diterima 8 September 2025. Undangan mediasi dijadwalkan 11 September 2025.
37 hari.
Dalam hukum ketenagakerjaan, waktu bukan sekadar angka. Ia adalah hak. Keterlambatan adalah bentuk pengingkaran pelayanan publik.
KOMISI IV DPRD KABUPATEN MOJOKERTO
DIOMBANG-AMBINGKAN NEGARA
Nada audiensi memuncak saat Hari Wibowo, Sekretaris PUK SPSI PT MERTEX, angkat suara.
“Kami seperti diombang-ambingkan. Mengapa kasus ini justru dilempar ke Pengawasan DISNAKERTRANS Provinsi Jawa Timur?”
Pertanyaan itu sederhana, tapi menghantam jantung birokrasi. Sebab sengketa yang mereka ajukan adalah perselisihan hak normatif, bukan sekadar temuan pelanggaran teknis.
Suparman bahkan secara terbuka mempertanyakan profesionalisme dan proporsionalitas DISNAKERTRANS Kabupaten Mojokerto.
AGUS FAUZAN KETUA KOMISI IV DPRD Kabupaten Mojokerto
DPRD MENDESAK, DISNAKER BERJANJI
Ketegangan memaksa Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Mojokerto, Agus Fauzan, mengambil sikap.
Ia mendesak DISNAKERTRANS agar segera menerbitkan Surat Anjuran, dokumen krusial sebagai tiket masuk buruh ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Akhirnya, Syaifulloh Ali Akbar, Kabid Hubungan Industrial DISNAKERTRANS, menyatakan komitmen:
“Kami akan mengeluarkan surat anjuran tersebut.”
Janji dicatat. Tapi sejarah perburuhan mengajarkan: janji tanpa tenggat adalah penundaan yang dilegalkan.
ANALISIS HUKUM | OHI, UU CIPTA KERJA, DAN POSISI BURUH
1. Kewajiban Struktur & Skala Upah
Pasal 92 UU No. 13 Tahun 2003 (sebagaimana diubah UU Cipta Kerja) mewajibkan perusahaan menyusun Struktur dan Skala Upah.
Ketidakjelasan SSU adalah pelanggaran hak normatif, bukan sekadar administrasi.
2. Mekanisme OHI (Hubungan Industrial)
Perselisihan hak wajib melalui perundingan bipartit, lalu dicatatkan ke Disnaker.
Disnaker wajib memfasilitasi mediasi dan mengeluarkan Anjuran Tertulis.
Tanpa anjuran, akses buruh ke PHI terhambat, bahkan bisa digugurkan secara formil.
3. UU Cipta Kerja: Efisiensi atau Distorsi?
UU Cipta Kerja sering diklaim menyederhanakan birokrasi. Namun dalam praktik:
Buruh justru menghadapi labirin kewenangan (kabupaten dilempar ke provinsi).
Negara tampak hadir sebagai regulator, tapi absen sebagai pelindung.
4. Potensi Maladministrasi
Keterlambatan 37 hari dan pengalihan kewenangan tanpa dasar kuat berpotensi masuk kategori:
Maladministrasi pelayanan publik
Pengabaian kewajiban hukum Disnaker
Di Ruang Raden Wijaya, AC berfungsi baik. Yang tak berfungsi adalah kecepatan negara.
Buruh datang membawa dokumen. Negara menjawab dengan disposisi.
Buruh meminta anjuran. Negara memberi janji.
Jika keadilan selalu menunggu, maka jangan heran bila buruh akhirnya berteriak. Karena bagi perut lapar, prosedur adalah kemewahan.
MENUNGGU ANJURAN, MENUNGGU KEHADIRAN NEGARA
Audiensi selesai. Panas belum turun.
Di luar gedung DPRD, matahari tetap menyengat. Di dalam ruang sidang, satu pertanyaan menggantung:
Apakah surat anjuran benar-benar terbit, atau kembali tenggelam di laci birokrasi?
Detak Inspiratif mencatat. Buruh menunggu. Negara diuji.
KOMISI IV. DPRD KABUPATEN MOJOKERTO: AGUS FAUZAN KETUA KOMISI IV - AINUL YAKIN - AINUR ROSYID - HENDRA PURNOMO - NUR HANIK TRI RAHAYU
