GARA GARA TIDAK BANTU UANG UNTUK PILWALI MOJOKERTO 2018, BANYAK PEJABAT PEMKAB MOJOKERTO DI NON JOB
-Baca Juga
SURABAYA, Dari Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya Jawa Timur dilaporkan, sidang dugaan gratifikasi dan TPPU eks. Bupati Mojokerto Mustafa Kamal Pasa (MKP) periode 2010-2015; 2016-2021 yang kesembilan, dalam agenda "keterangan saksi fakta" diruang sidang Cakra digelar Rabu, 30 Maret 2022 kian gamblang dan jelas trowelo-welo.
Terutama aliran dana untuk pemilihan walikota Mojokerto 2018. Yang sumber dananya dari gratifikasi OPD Pemkab Mojokerto Jawa Timur. OPD yang tidak setor uang tunai, langsung non job.
Hal itu terungkap ketika saksi Bejo mantan camat Kutorejo dan hingga saat ini non job sebagai staf biasa di kantor Dinas Sosial, mengungkapkan dalam kesaksian persidangan. Saksi Bejo, SH, M.M. mendapatkan SK. Keputusan Bupati Nomor: 821.2/51/HKI416-012/2018 tanggal 20 April 2018 tentang Pemberhentian dari Jabatan Administrator menjadi pegawai fungsional umum. Saksi sudah berupaya konfirmasi dan komplin ke bagian BKPP atau KASN Propinsi. Namun, tidak ada yang menanggapi. Kesalahan apa yang ia perbuat hingga harus non job.
" Saya di non job kan, setelah ada pertemuan para Camat. Yang dikoordinator oleh Tjatur Edy Novianto pensiunan Camat Kecamatan Gedeg Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. Untuk membahas bagaimana caranya memenangkan adik terdakwa MKP, Ika Puspitasari menang dalam PILWALI MOJOKERTO 2018.
Sebagai koordinator pemenangan Pilwali Mojokerto 2018 dari kalangan pejabat camat di wilayah Utara Kabupaten Mojokerto selain Tjatur Edy Novianto, disebut nama Norman Hanandito Camat Kecamatan Dawar Blandong juga pernah menjabat Camat Kecamatan Pacet sekarang Kepala Dinas Disparpora.
Dalam keterangan saksi Bejo, untuk penggalangan uang pemenangan Ika Puspitasari di Pilwali Mojokerto 2018. Camat diminta setor uang bervariasi. Minim Rp. 15 juta atau Rp. 50 juta. " Pada waktu itu saya tidak punya uang dan tidak setor". Tenggat waktu 5 hari menerima SK. Non job, Yang Mulia," ujar Saksi Bejo.
Saksi Bejo sendiri setor uang Rp. 200 juta kepada terdakwa MKP melalui orang kepercayaannya yakni, Nano Santoso Hudiarto alias Nono mantan Kades Watu Kenongo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. Uang Rp. 200 juta itu untuk membeli jabatan Camat di Kecamatan Kutorejo Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. Menjabat Camat di Kecamatan Kutorejo 31 Desember 2014. Sebelumnya menjabat Sekertaris kantor Kecamatan Pacet Mojokerto. Uang Rp. 200 Juta itu dari menggadaikan BPKB dan hutang bank. Uang diberikan langsung ke Nono dirumah istri tuanya di Desa Watu Dakon Pungging Kabupaten Mojokerto.
Selain itu, saksi Bejo setor uang kembali ke terdakwa MKP sebesar Rp.150 juta pasca kemenangan Pilkada terdakwa MKP untuk menjabat Bupati Mojokerto Periode 2016-2021. Uang itu diberikan bersama 10 orang Camat lainnya. Menghadap langsung ke terdakwa MKP dirumah Dinas Bupati atau rumah dinas Pendopo Peringgitan Kabupaten Mojokerto. Uang terkumpul Rp. 1,5 Miliar dan di koordinator oleh Camat Mojosari Abdullah. Uang disetor tenggat waktu 2 bulan setelah terdakwa MKP dilantik kembali menjabat Bupati Mojokerto kedua. Terdakwa meminta uang kepada para Camat dengan istilah, #nganyarno kawin# atau mempertahankan jabatan. Per Camat harus setor Rp. 150 juta per orang, kalau tidak jurus pukulan sakti terdakwa MKP, yang paling ditakuti ASN Pemkab Mojokerto yakni "non job" bakal menggelar disetiap relung sanubari para Camat.
Ketika menjabat Camat Kecamatan Kutorejo, Saksi Bejo diajak oleh Nunuk Jatmiko Camat Dlanggu untuk menghadap guru spiritual terdakwa MKP, Condro atau Muhammad Faroq pemilik toko bangunan di kawasan wilayah Dlanggu Kabupaten Mojokerto. Dalam pertemuannya dengan Condro itu, ternyata membahas jual beli jabatan untuk perangkat desa. Untuk jabatan Sekretaris Desa Condro menyebut angka Rp. 150 juta.
Selain itu, saksi Bejo mengutarakan bahwasanya untuk pembangunan jalan desa diborong dan dikerjakan CV Musika. Sekaligus pembelian material nya juga di CV Musika perusahaan keluarga terdakwa MKP. Dan sebagai konsultan proyek jalan desa, Robert pegawai CV Musika dan orang kepercayaan terdakwa MKP. Saksi Bejo mengatakan sakit hati hingga saat ini, non job.
Yang tak kalah heboh dalam memberikan kesaksian dalam persidangan dengan agenda saksi fakta dugaan gratifikasi dan TPPU, MKP, saksi Yo'i Afrida Soesetyojati.
Saksi Yo' i paling lantang dan tegas ketika dia di non job kan, pada periodeisasi terdakwa MKP menjabat Bupati Mojokerto. " Sampai sekarang saya masih sakit hati," Yang Mulia. Tanpa ditunjukkan kesalahannya. Dirinya sudah berupaya untuk mencari tahu dengan konfirmasi BKPP, terdakwa MKP ketika menjabat Bupati Mojokerto, dan Baperjakat. Ternyata mereka, birokrasi tanpa nurani.
Yo'i Afrida setor uang ke terdakwa MKP Rp. 300 juta untuk jabatan Kepala Dinas Perhubungan. Ketika menjabat Camat Kecamatan Bangsal Kabupaten Mojokerto. Dirinya didatangi Nano Santoso Hudiarto alias Nono. Di iming-iming jabatan eselon dua Kepala Dinas Perhubungan. " Gelem Jabatan Eselon Loro" tapi ono kriuk kriuk' ke. Setelah itu saksi konsultasi ke Bambang Sugeng Kepala Inspektorat almarhum. Inspektorat salah satu tim Baperjakat.
Bambang Sugeng pun memberikan masukan agar, saksi Yo'i berupaya mencari uang dan memenuhi permintaan terdakwa MKP itu. Dari Rp 300 juta itu, di setorkan langsung ke terdakwa MKP di rumah dinas Bupati sebesar Rp.250 juta. Malam harinya, dirinya ditelpon ajudan Lutfi Arif Muttaqin, kalau yang disetorkan Rp 250 juta kurang lima juta rupiah. Saksi pun menombokinya kembali lima juta rupiah dan diberikan lewat ajudan Lutfi Arif Muttaqin. Setoran kedua Rp. 50 juta lewat Nono setelah dilantik menjadi Kepala Dinas Perhubungan 13 Januari 2013.
Ketika menjabat eselon dua saksi Yo'i merasa bagai sapi perahan terdakwa MKP. Setiap bulan harus setor Rp. 20 juta - Rp. 30 juta. Uang itu kepentingan terdakwa MKP. Kalau tidak ingin kena jurus sakti terdakwa yakni, non job.
Iuran pembelian Jetski untuk terdakwa MKP, Rp 20 juta uang nya dititipkan ke ajudan Lutfi Arif Muttaqin. Ketika menjabat Kepala Dinas Koperasi, Mikro dan UMKM. Perjalanan Dinas rutin dipotong 40 persen.
Saksi juga diminta terdakwa MKP untuk membelikan mobil pickup untuk mengangkut ikan untuk kegiatan Sambang Desa. Mobil dibeli dengan harga Rp. 30 juta dan diberikan langsung ke terdakwa beserta BPKB nya kemudian ditempatkan di kantor Pemkab Mojokerto.
Untuk kegiatan hiburan wayang kulit, terdakwa MKP meminta uang kepada OPD untuk iuran Rp 2 juta.
" Saya menjabat eselon dua tambah banyak hutang. Ketika Bupati nya terdakwa MKP, " ujar saksi Yo'i Afrida dengan lantangnya tanpa tedeng aling-aling.
Ketika saksi Yo'i Afrida di non job kan, Kepala BKD saat itu dijabat Teguh Gunarko. Sekarang Sekda Pemkab Mojokerto. Dia menerima tawaran untuk membeli jabatan eselon dua dengan tarif tinggi. Dengan motivasi, Harga diri dan gengsi alias prestis. Menurutnya, yunior nya sudah menduduki jabatan lebih tinggi dari dirinya.
Tidak kalah seru dan heboh dalam memberikan kesaksian nya dalam dugaan kasus gratifikasi dan TPPU, MKP. Saksi Mashudi atau akrab disapa Mbah Hud mantan Kepala Sekolah Pacet Mojokerto Jawa Timur juga Ketua MKKS. Sekarang telah Purna Tugas atau pensiun.
Saksi Mashudi atau Mbah Hud, pernah di iming-iming Nano Santoso Hudiarto alias Nono untuk menjabat Kepala Sekolah di SMAN I Sooko dengan tarif Rp. 150 juta. Namun, hingga pensiun tidak pernah kesampaian. " Saya sakit hati dan merasa ditipu," Yang Mulia ujar nya.
Dirinya juga menyerahkan uang sejumlah Rp. 300 juta lebih, langsung ke terdakwa MKP di rumah dinas Pendopo Peringgitan Kabupaten Mojokerto dengan diantar Ayub Busono Listiyono. Uang tersebut berasal dari potongan dana BOS (biaya operasional siswa) 10 persen.
Ketika penasehat hukum terdakwa MKP, Sudirman Sidabukke bertanya kepada saksi Mashudi atau Mbah Hud, dengan menyinggung, " anda seorang guru harus jujur," kata Sidabukke.
Seketika darah juang saksi Mashudi tersinggung dan ngegas pol. Dengan suara lantang seperti mengajak berkelahi penasehat hukum terdakwa MKP. " Saya sudah di sumpah dengan kitab suci saya, jadi tidak mungkin saya berbohong, " dengan lantangnya dan berapi api.
" Sopo wani Karo Topa (siapa berani dengan terdakwa MKP atau saksi biasa menyebut Topa). Topa iku Bupati. Sido dipecat karo Topa, wani Takon atau protes. (Terdakwa MKP itu Kepala Daerah, kalau bertanya atau protes terkait uang yang diberikan langsung dipecat dari PNS). Bilang saksi kepada penasehat hukum terdakwa.
Ketika itu penasehat hukum mempertanyakan kepada saksi Mashudi, apakah pernah mempertanyakan uang yang dibawa Nono melalui perintah terdakwa, apakah uang itu sudah diterima atau belum. Mengapa saksi tidak berani melapor.
" Melapor Nang endi aku. Melapor nang polisi. Polisi ne iku eruh, tapi meneng ae. Lapor nang endi meneh aku. Ayo silahkan kalau anda tidak terima, " ujar saksi dengan nada tinggi dan emosi kepada penasehat hukum terdakwa MKP.
Melihat situasi yang nyaris tidak terkendali, Majelis Hakim dengan aura yang bersahaja dengan tersenyum kepada saksi Mashudi. Saksi Mashudi pun menahan gejolak jiwanya yang membara.
Saksi Mashudi juga menjual tanah pekarangan nya kepada Nono. Yang ketika itu, saksi tidak tahu kalau Nono suruhan terdakwa MKP.
Saksi menjual sebidang tanahnya pada tanggal 27 Oktober 2014, di Jalan Pemuda No. 70 A, Mojosari, Kabupaten Mojokerto seluas 589 m2, di Desa Seduri Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto dengan harga Rp175 juta Sertifikat Hak Milik No. 2139.
Persidangan dihari ke sembilan, diwarnai ketegangan serta emosional dari para saksi. Selain itu saksi fakta lainnya H. Abdullah pensiunan Camat Mojosari Kabupaten Mojokerto. Nyaris kolaps kalau tidak cepat tertolong untuk dilarikan ke rumah sakit.
Saksi Abdullah Mantan Camat Mojosari, Serangan Jantung dan Kolaps.Saksi H. Abdullah merupakan camat senior dan orang kepercayaan terdakwa MKP. Dipercaya mengumpulkan uang setoran dari para camat setiap ada kegiatan yang ada kaitannya dengan kepentingan terdakwa MKP. Saksi Abdullah menjabat Camat 2012-2018. Pernah menjabat di Kutorejo dan Mojosari.
Saksi dikenal sebagai koordinator para camat. Setor uang Rp. 1,5 Miliar kepada terdakwa dari 10 orang Camat, di rumah dinas Pendopo Peringgitan Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. Uang tersebut untuk memperpanjang jabatan sebagai camat. Camat yang tidak setor uang langsung menerima jurus sakti terdakwa, non job.
Setor uang Rp. 250 juta kepada terdakwa MKP dari Camat Sooko almarhum Subandi. Uang disetorkan langsung kepada terdakwa MKP dirumah Dinas Bupati Pendopo Peringgitan.
Iuran penggalangan dana untuk pemenangan walikota Mojokerto 2018 Ika Puspitasari besaran nya Rp 15 juta - Rp. 50 juta kalau tidak setor, jurus tinju mabuk, non job, menghantui para camat dan OPD. Uangnya disetorkan ke terdakwa MKP melalui Camat Norman Hanandito dan Camat Tjatoer Edy Novianto.
Usai memberikan penjelasan 20 menit pada pukul 14.38 WIB. Saksi Abdullah dibopong keluar sidang sudah nyaris kolaps. Tepat pukul 14.47 WIB, salah satu wartawan yang meliput persidangan di PN Tipikor Surabaya Nanang Gendut, melaporkan ke Majelis Hakim kalau napas saksi Abdullah sudah putus nyambung-putus nyambung. Seketika persidangan gempar. Dan, saksi dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan pertama. Dengan diantar saksi Agus Subiyakto Camat Pacet juga pernah menjabat Camat Trawas. Sidang di skors sampai pukul 15.30 WIB.
Persidangan dilanjutkan tanpa dua orang saksi dari Camat aktif dan pensiunan Camat. Agus Subiyakto dan H.Abdullah.
Menginjak pada saksi Moch. Ridwan mantan Camat Ngoro sekarang Kepala Dinas Perikanan. Mengaku setor uang ke terdakwa Rp. 250 juta untuk menjabat Camat 2014-2018. Uang diantar langsung ke terdakwa MKP dirumah Dinas Bupati Mojokerto Pendopo Peringgitan dengan didampingi Nono.
Iuran pembelian jetski Rp. 10 juta uang nya dititipkan ke Dian Anggraeni. Iuran Rp 10 juta untuk iuran makanan dan oleh-oleh pemeriksaan BPK. Uang nya disetorkan ke Dian Anggraeni Susilowati mantan Kabag Keuangan dan Tata Usaha.
Saksi yang ketika itu sebagai camat di kecamatan Ngoro Mojokerto, juga sebagai PPAT. Sebagai perantara pembelian 8 bidang tanah oleh terdakwa MKP. Namun yang membayar H. Oeripto dan Samsul Arif untuk diatas namakan Hj. Fatimah ibunda terdakwa MKP.
Saksi Alwarno untuk menjabat Camat di Kecamatan Trawas membayar Rp. 200 juta. Uang disetorkan ke Teguh Gunarko padawaktu menjabat Kepala BKD tahun 2013. Pada tahun 2015 setor uang Rp 50 juta kepada terdakwa MKP melalui Susantoso Kepala BKPP. Membayar iuran Rp. 10 juta untuk mendapatkan WTP BPK, uang nya dititipkan ke Dian Anggraeni Susilowati Kabag Tata Usaha.
Pada tahun 2016 setor uang Rp. 150 juta kepada terdakwa MKP di villa Krapayak Pacet Mojokerto. Selama menjabat Camat, pembangunan jalan desa yang uang nya diambilkan dari dana BK Desa. Material pembangunan dan pengerjaannya, seperti aspal hotmix dan cor beton harus membeli dari CV Musika perusahaan keluarga terdakwa MKP.
Saksi Moch. Malik setor uang Rp. 150 juta ke terdakwa MKP melalui Nano Santoso Hudiarto alias Nono ketika menjabat Camat Gondang tahun 2013. Sebelumnya ditawarkan oleh Nono kepada saksi Malik. Jabatan Camat tarifnya Rp. 360 juta. Ditawar Rp. 150 juta.
Selama menjabat Camat membayar iuran Rp. 10 juta untuk mendapatkan WTP BPK uangnya disetorkan ke Dian Anggraeni Susilowati Kabag Tata Usaha. Iuran pembelian dupa atau Yosua Rp. 1 juta uang nya di titipkan ke ajudan Lutfi Arif Muttaqin.
Saksi Agus Subiyakto dalam kesaksiannya mengatakan, tahun 2014 setor uang Rp 50 juta kepada terdakwa MKP untuk jabatan Sekretaris Kecamatan Pacet. Uang disetorkan melalui Kabid Mutasi BKD Deddy Muhtadi. Tahun 2015 baru dilantik menjabat Sekcam Pacet Mojokerto Jawa Timur.
Saksi Dwi Yatno tahun 2012-2013 membayar iuran pembelian jetski untuk terdakwa MKP sebesar Rp 10 juta pada waktu masih menjabat Sekcam Kemlagi. Uangnya dititipkan ke Yo'i Afrida ketika itu menjabat Camat Kecamatan Bangsal Kabupaten Mojokerto.
Saksi Nurhono dalam keterangan nya pada Majelis Hakim mengatakan, tahun 2011 untuk menjabat Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) membayar Rp. 300 juta. Sumber uang pinjam bank. Uangnya disetorkan langsung ke terdakwa MKP. Melalui Ajudan Lutfi Arif Muttaqin.
Selama menjabat Kepala Dinas Dispendukcapil saksi Nurhono harus setor Rp. 20 juta setiap Minggu.
Untuk menjabat jabatan Kepala Dinas Perijinan Terpadu saksi Nurhono merogoh kocek Rp 500 juta. Tawaran awal Rp. 2 Miliar. Uang diserahkan langsung ke terdakwa MKP.
Selama menjabat Kepala Dinas Perijinan Terpadu saksi harus setor ke terdakwa MKP Rp. 20 juta setiap Minggu.
Membayar iuran pembelian Jetski untuk terdakwa MKP tahun 2012 Rp. 20 juta. Iuran untuk Mamin BPK Rp.20 juta. Uang nya dititipkan ke Ajudan Lutfi Arif Muttaqin.
Selama menjabat Kepala Dinas Perijinan Terpadu, saksi Nurhono diperintahkan terdakwa MKP, untuk kegiatan kepengurusan ijin usaha swalayan, IMB dikenai pajak Rp. 100 juta.
Saksi Ponari pensiunan UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Sooko dan Kemlagi mengatakan, menarik uang untuk promosi jabatan kepala sekolah dasar (SD) dengan tarif Rp. 35 juta. Berhasil mengumpulkan uang Rp. 170 juta dari 5 orang calon kepala sekolah tahun 2012-2016. Uang tersebut dititipkan oleh Titik Widiati Kepala UPT Dispendik Mojosari Mojokerto kemudian.
Saksi Sutrisno Sajoko Kepala Dusun di Desa Tawar Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto. Pernah bekerja di CV Musika perusahaan keluarga terdakwa MKP tahun 1986-1996. Tahun 2007 berwirausaha bengkel mobil. Kemudian ditawari terdakwa MKP menjadi tim sukses pemilihan Bupati tahun 2010-2015.
Saksi Sutrisno Sajoko atau biasa disapa Polo Sutris dipercaya terdakwa MKP untuk menerima uang atau barang kepada orang yang akan memberikan kepada terdakwa. Diantaranya dari Edi Ikhwanto anggota DPRD Kabupaten Mojokerto dari Fraksi PKB sebesar Rp.200 juta. Uang itu diberikan kepada terdakwa MKP di kantor CV Musika. Mengingat sebelum menjabat dan ketika menjabat Bupati Mojokerto, terdakwa MKP adalah manager CV Musika.
Dari keterangan saksi Polo Sutris, terdakwa sebelum menjabat Bupati Mojokerto dikenal pekerja keras tidak pernah pulang dari pabrik pemecah batu milik orang tua nya itu. Setelah menjabat Bupati, kadang kadang saja datang ke CV Musika.
Saksi selain menerima titipan uang dari anggota dewan, juga menerima titipan dari Camat Jatirejo Suhari sebesar 200 juta. Untuk diberikan kepada terdakwa MKP.
Kemudian menerima uang titipan dari Tjatoer Edy Novianto Camat Gedeg sebesar Rp. 75 juta dan Rp. 50 juta. Dalam pernyataan kesaksian nya dipersidangan itu. Saksi Polo Sutris, tidak akan pulang sebelum uang diterima terdakwa sendiri dari tangannya yang dititipkan dari beberapa itu. Dengan setia dia menunggu terdakwa didepan kantor nya hingga larut malam bahkan, dini hari. Sampai tubuhnya yang tua renta harus sakit masuk angin. Demi menunggu sang majikan terdakwa MKP.
Saksi Moch. Zaeni Mantan Kadis PU Bina Marga, Perhubungan, dan Perkebunan / Kehutanan dan pensiun Kepala BPBD Kabupaten Mojokerto 2021. Dalam kesaksiannya mengatakan, tahun 2015 memberikan uang Rp. 200 juta kepada terdakwa MKP melalui orang kepercayaannya yakni, KH. Rohmadi. Uang tersebut diserahkan ke KH. Rohmadi untuk membuat Taman di rumah terdakwa tahun Mei 2015.
Kemudian membayar iuran untuk lomba desa Rp. 1,5 juta. Uang nya dititipkan ke Kepala Inspektorat Bambang Sugeng almarhum.
Dari 15 orang saksi hadir 14 orang saksi minus saksi almarhum Subandi Camat Sooko. Saksi perempuan hanya Dian Anggraeni Susilowati mantan Kabag Keuangan dan Kabag Tata Usaha. Sekarang menjabat sebagai Staf Ahli bidang Pembangunan.
Dalam kesaksiannya mengaku ditunjuk langsung oleh terdakwa sebagai koordinator penerima uang dari urunan untuk pembelian jetski, Mamin serta membeli WTP BPK, dan kegiatan program politik terdakwa MKP yakni, Sambang Desa. Ditunjuk pula sebagai koordinator penerima dana pemotongan perjalanan dinas rutin para OPD sebesar Rp. 40 persen.
Selama menjabat orang kepercayaan terdakwa MKP, uang yang sudah disetor kepada terdakwa, Pada tahun 2012 - 2016 sebesar Rp. 895 juta. Dalam memberikan keterangan sering berbelit dan kurang tegas. Serta tidak doyan makan.
Perintah terdakwa MKP kepada saksi DIAN ANGGRAENI," Dian tolong uang dari OPD diterima. Uang Pemotongan Biaya Perjalanan Dinas 40 persen," Kata Dian kepada Majelis Hakim. Selama kegiatan Sambang Desa, Dian Anggraeni harus menyiapkan uang Rp 25 juta per minggu untuk kepentingan terdakwa MKP dalam safari politik nya itu.
Sidang yang digelar dari pukul 13.00 WIB itu selesai pukul 21.00 WIB. Dengan berbagai drama dan insiden. Babak baru terbuka nya segala strategi kepemimpinan terdakwa MKP disaat menjabat Bupati Mojokerto dua periode. Dalam persidangan yang dilakoni terdakwa MKP saat. Beliau nya semakin matang dan berjiwa besar dalam menghadapi cobaan hidup nya di dunia fana dan nyata. Terpancar aura kesedihan dan seperti nya permintaan maaf kepada seluruh elemen masyarakat Mojokerto. Dengan apa yang terjadi saat ini yang menimpa diri terdakwa, menyusahkan banyak orang dan keluarga nya sendiri.
Terdakwa MKP pun, nampak pasrah dan tidak menanggapi yang menjadi kesaksian para saksi dalam persidangan nya. Terdakwa taat dan patuh dalam persidangan dan terlihat aura tobat dengan sholat lima waktu tanpa telat, terpancar di wajahnya. Konsekwensinya menjadi kepala daerah. Diam salah bergerak juga salah. Dan selalu menjadi buah bibir. Tak pernah ada baiknya, isine salah tok dan pokok' e.
Bersiap-siaplah timses Pilwali dari ASN, sebentar lagi, Anda jadi saksi.
Perangkat persidangan, Majelis Hakim Marper Pandiangan. SH. MH (Hakim ketua), Poster Sitorus. SH. MH (Hakim Anggota), Manambus Pasaribu. SH. MH (Hakim anggota)
JPU KPK, Erlangga Jayanegara, Arif Suhermanto, Eva Yustisiana, Joko Hermawan dkk.
Penasehat Hukum terdakwa Mustafa Kamal Pasa (MKP) Sudirman Sidabukke dkk. (DI)