Mbak Ina, Kembali Ke Ponorogo Latihan Tari Jathilan ~ Detak Inspiratif | Berita dan informasi terkini Indonesia
RUNNING STORY :
Loading...

Mbak Ina, Kembali Ke Ponorogo Latihan Tari Jathilan

-

Baca Juga

Penari Jathilan Reog Ponorogo

Udara lembap terasa berat, dipenuhi aroma melati dan gemuruh gamelan yang terdengar dari kejauhan.  Ina, wajahnya terukir kelelahan yang menyembunyikan kecantikannya yang sudah tidak muda, berlutut di depan pohon beringin tua di halaman kakeknya.  Suara-suara Ponorogo yang familiar, kontras dengan hiruk pikuk Mojokerto, menawarkan kedamaian yang rapuh. Dia menelusuri akar yang bengkok dengan jari yang kasar, jari yang sama yang pernah mengendalikan gerakan ritmis tari Jathilan Reog.

Kepergiannya dari Mojokerto terjadi secara tiba-tiba, sebuah retret diam dari tatapan kagum dan tuntutan ketenaran yang tak henti-hentinya.  Tepuk tangan, yang dulunya memabukkan, telah menjadi beban yang menyesakkan. Para pria, terpesona oleh kecantikan dan keanggunannya, telah menawarkan lebih dari sekadar kekaguman;  kemajuan mereka, yang terselubung dalam pujian dan janji, telah membuatnya merasa terjebak, harta berharga daripada seniman yang dihormati.

Tapi bukan hanya perhatian yang tidak diinginkan.  Ketidakpuasan yang lebih dalam menggerogoti dirinya.  Jathilan Reog, tarian yang telah mendefinisikan dirinya, terasa…kosong.  Gerakan, yang dulunya dipenuhi dengan semangat leluhurnya, sekarang terasa mekanis, pertunjukan berulang untuk penonton yang peduli sedikit dengan tradisi itu sendiri.

Perjalanan Ina kembali ke Ponorogo bukan hanya relokasi geografis;  ini adalah ziarah kembali pada dirinya sendiri, penemuan kembali makna sebenarnya dari Jathilan Reog, dan jalan menuju penguasaan tidak hanya tarian tetapi juga kekuatan batinnya sendiri.

Apa yang membuat Ina tidak bahagia dengan ketenarannya di Mojokerto.  Ina merasa terbebani oleh tuntutan ketenarannya.  Dia merasa terjebak dalam siklus pertunjukan yang tak henti-hentinya, dan tekanan untuk selalu tampil sempurna membuatnya kelelahan.

Ina merasa tidak nyaman dengan perhatian yang diberikan oleh para pria yang terpesona oleh kecantikannya.  Mereka menawarkan lebih dari sekadar kekaguman, dan kemajuan mereka membuatnya merasa seperti objek daripada seniman yang dihormati.

Ina merasa Jathilan Reog, yang dulunya merupakan bentuk ekspresi seni yang dalam dan bermakna baginya, telah menjadi pertunjukan yang dangkal dan mekanis.  Dia merasa kehilangan koneksi spiritual dengan tarian tersebut.

Jadi, ketidakbahagiaan Ina bukan hanya karena tekanan ketenaran, tetapi juga karena rasa terkekang, kehilangan makna, dan rasa tidak dihormati sebagai seniman.  Dia merasa terjebak dalam citra yang diciptakan oleh publik, dan kehilangan koneksi dengan inti dari seni yang dia cintai.


Penulis Dion 

Editor Djose 

Mungkin Juga Menarik × +
VIDEOS
PERISTIWA
Hukum Kriminal
Olahraga

 
Atas
Night Mode