Tengarai Kolusi Pemberhentian Tiga Perangkat Desa Wotanmas Jedong
-Baca Juga
Di tengah hiruk pikuk dinamika pemerintahan desa, kasus pemberhentian tiga perangkat desa di Desa Wotanmas Jedong, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur Desember 2024 tahun lalu, terungkap di audensi di kantor Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto pada Selasa 4 Februari 2025 menarik perhatian. Bukan semata pemberhentian biasa, kasus ini mengungkapkan celah hukum dan dugaan kuat adanya kolusi yang mengancam prinsip good governance di tingkat pemerintahan desa. Pemberhentian Bapak Syamsul Ma’arif (Kepala Dusun Jedong Wetan), Bapak Muhamad Solihin (Kepala Dusun Watusari), dan Bapak Sukim (Kepala Dusun Jedong Kulon) oleh Bapak Kepala Desa H. Anang Wijayanto, dengan rekomendasi Bapak Camat Satrio Muji Utomo, menimbulkan gejolak dan pertanyaan besar mengenai kebenaran prosedur dan keadilan dalam proses tersebut. Lebih jauh lagi, kasus ini membuka wacana mengenai pentingnya pemahaman hukum dan pengawasan yang efektif dalam menjaga integritas pemerintahan desa.
Camat Ngoro Kabupaten Mojokerto Bapak Satrio Muji Utomo (Seragam Coklat PNS) dan Unsur PPDI
Pemberhentian perangkat desa seharusnya diatur oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa. Peraturan-peraturan tersebut tidak lagi mengatur batas masa kerja 15 tahun. Penggunaan peraturan lama oleh Kepala Desa dan Camat merupakan tindakan yang tidak sah karena peraturan yang lebih baru telah mencabut dan menggantikan peraturan lama. Tindakan ini juga bertentangan dengan semangat reformasi yang bertujuan meningkatkan profesionalisme dan kinerja perangkat desa.
Lebih lanjut, proses pemberhentian yang sah seharusnya melibatkan konsultasi dengan Camat dan rekomendasi tertulis dari Camat sebelum Kepala Desa menerbitkan surat keputusan pemberhentian. Meskipun Kepala Desa H. Anang Wijayanto telah melakukan konsultasi dengan Camat, Camat Satrio Muji Utomo tampaknya tidak memahami peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga rekomendasi yang diberikan tidak sah. Hal ini diperparah dengan fakta bahwa Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkab Mojokerto, Bapak Teguh Gunarko, melalui surat tertanggal 17 Desember 2024 yang ditandatangani Asisten Pemerintahan dan Kesra, Bapak Bambang Purwanto, telah memerintahkan Camat Ngoro untuk membatalkan keputusan pemberhentian dan mengangkat kembali ketiga perangkat desa tersebut hingga usia 60 tahun. Surat ini merujuk pada Pasal 12 Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 yang merupakan perubahan atas Permendagri Nomor 83 Tahun 2015.
Kasus ini menimbulkan dugaan adanya kolusi antara Kepala Desa dan Camat dalam pemberhentian perangkat desa. Jika terbukti, tindakan ini merupakan pelanggaran hukum yang serius. Sanksi yang dapat dikenakan meliputi sanksi administratif, seperti teguran, peringatan tertulis, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap dari jabatan, hingga sanksi pidana jika terbukti terdapat unsur tindak pidana korupsi.
Ketiga perangkat desa yang diberhentikan secara tidak sah memiliki hak untuk melakukan upaya hukum, seperti mengajukan keberatan kepada Bupati atau menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Jika PTUN mengabulkan gugatan, Kepala Desa wajib melaksanakan putusan tersebut dan mengembalikan jabatan kepada perangkat desa yang bersangkutan.
Untuk mencegah kejadian serupa, diperlukan pengawasan yang ketat dari berbagai pihak, termasuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD), masyarakat, dan pemerintah daerah. Pembinaan dan pemahaman yang mendalam tentang peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi seluruh perangkat desa dan pejabat pemerintahan sangatlah penting.
Kasus pemberhentian tiga perangkat desa di Wotanmas Jedong merupakan contoh nyata tentang pentingnya kepatuhan terhadap hukum dan prosedur yang benar dalam pemerintahan desa. Tindakan Kepala Desa dan Camat yang diduga melanggar hukum harus mendapatkan sanksi yang setimpal. Perlu adanya peningkatan pengawasan dan pemahaman hukum di tingkat pemerintahan desa untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Ketiga perangkat desa yang diberhentikan secara tidak sah berhak mendapatkan keadilan dan kembali ke jabatannya sesuai dengan hukum yang berlaku.
Penulis Dion
Editor Djose