Desakan DPR RI: Reformasi Birokrasi sebagai Tuntutan Hukum Administrasi Negara dan Penegakan Good Governance
-Baca Juga
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mendesak dilakukannya perombakan struktural dan personalia dalam birokrasi pemerintahan. Desakan ini didasarkan pada prinsip-prinsip hukum administrasi negara, khususnya terkait asas-asas umum pemerintahan yang baik (good governance), untuk meningkatkan efisiensi, akuntabilitas, dan mencegah kerugian negara (state loss). Fokus utama diarahkan pada pejabat yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), pelanggaran disiplin PNS, atau tindak pidana korupsi, dengan imbauan agar mereka mengundurkan diri atau menghadapi proses hukum, termasuk proses peradilan tata usaha negara (PTUN) dan peradilan pidana.
Anggota Komisi II DPR RI, Mohammad Toha dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), menyatakan dukungannya. Pernyataan tersebut berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Toha menekankan bahwa keberadaan pejabat yang tidak cakap, maladministrasi, atau terlibat dalam kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) merupakan bentuk pelanggaran hukum administrasi negara yang mengakibatkan kerugian negara (state loss) dan merugikan kepentingan publik. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip kepastian hukum (rechtszekerheid), proporsionalitas, dan asas legalitas.
Perdebatan mengenai fokus perombakan, mengarah pada dua aspek penting dalam konteks hukum administrasi negara:
Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatige Daad) dan Sanksi Administratif: Pemberhentian pejabat yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, baik melalui proses hukum disiplin pegawai negeri sipil (PNS) maupun proses peradilan pidana, merupakan konsekuensi hukum yang harus ditegakkan. Ini merupakan implementasi dari prinsip pertanggungjawaban (aansprakelijkheid) dan asas kesamaan di hadapan hukum (equality before the law).
Reformasi Sistemik dan Pencegahan Maladministrasi: Perbaikan sistemik, termasuk penyederhanaan regulasi (deregulasi), penguatan sistem meritokrasi berbasis kompetensi dan integritas, serta peningkatan pengawasan dan akuntabilitas (accountability), merupakan upaya preventif untuk mencegah terulangnya pelanggaran hukum dan maladministrasi. Hal ini sesuai dengan prinsip good governance, termasuk transparansi, partisipasi, dan responsibilitas.
Desakan DPR RI ini merupakan pelaksanaan fungsi pengawasan legislatif dan penegakan supremasi hukum (rule of law). Perombakan birokrasi yang komprehensif merupakan langkah penting untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan akuntabel, sesuai dengan prinsip-prinsip good governance dan amanat konstitusi. Kegagalan dalam melakukan perombakan ini dapat berimplikasi pada pelanggaran hukum, mengakibatkan kerugian negara (state loss) yang signifikan, dan melemahkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan.
Writer Damaroblek
Editor AGanStronking