Mengklarifikasi Tuduhan: Menjaga Nama Baik ASN di Tengah Isu Poligami ~ Detak Inspiratif | Berita dan informasi terkini Indonesia
RUNNING STORY :
Loading...

Mengklarifikasi Tuduhan: Menjaga Nama Baik ASN di Tengah Isu Poligami

-

Baca Juga

ILUSTRASI 

"Gambar ini menggambarkan pasangan pengantin yang sedang berdiri di pelaminan, namun yang menjadi fokus bukan hanya momen bahagia mereka  melainkan suasana sekeliling yang menggambarkan intrusi media. Beberapa orang di depan tampak membawa kamera, mikrofon, dan ponsel, merekam atau memotret tanpa izin.

Ilustrasi ini menekankan pesan penting: Privasi momen pribadi seperti pernikahan bisa terganggu oleh sorotan media dan publik, apalagi jika dilakukan tanpa konfirmasi atau izin.

Ini selaras dengan isu yang diangkat dalam kasus NRW: momen privat digunakan untuk konsumsi publik tanpa hak, lalu disulap menjadi pemberitaan yang menghakimi.

Menggambarkan ketimpangan antara ruang privat dan sorotan publik, (privasi dan etika publikasi harus dihormati). "

Di tengah ramainya pemberitaan yang mengaitkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, Noer Rahman Wijaya (NRW), dengan isu poligami, penting untuk mengingat bahwa dalam setiap berita, verifikasi dan pemberitaan yang berimbang sangat diperlukan. Berita yang tidak terverifikasi atau hanya berdasarkan opini bisa merugikan pihak-pihak yang terlibat tanpa memberi kesempatan untuk klarifikasi.

Dalam beberapa hari terakhir, media online ramai memberitakan bahwa Noer Rahman Wijaya, seorang ASN yang dikenal publik, telah melangsungkan pernikahan kedua dengan seorang perempuan pada 25 Mei 2025. Pemberitaan tersebut menyebutkan bahwa pernikahan ini dilakukan tanpa persetujuan istri pertama dan tanpa izin dari atasan, yang bisa berakibat pada sanksi atau pemecatan.

Namun, apakah benar bahwa pemberitaan ini sudah sepenuhnya objektif dan berimbang?

Noer Rahman Wijaya selaku pihak yang diberitakan mengonfirmasi bahwa dirinya tidak merasa perlu untuk menyebarkan foto atau detail pernikahan yang bersifat pribadi. Bahkan, pihaknya tidak memiliki kontrol atas bagaimana foto pernikahan tersebut tersebar di media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada niat dari pihak Noer Rahman untuk membocorkan informasi tersebut ke publik, apalagi untuk tujuan pribadi atau politis.

Sebagai seorang ASN, memang ada kewajiban untuk melaporkan pernikahan kedua kepada atasan, sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah. Namun, dalam hal ini, perlu diingat bahwa proses pelaporan tidak semata-mata mengharuskan publikasi atau pernyataan terbuka di media. Pelaporan internal telah dilakukan sesuai prosedur yang berlaku, meskipun tidak ada jaminan bahwa setiap detail kehidupan pribadi harus diekspos ke publik.

Setiap individu berhak atas privasi mereka, termasuk ASN. Penyebaran informasi pribadi tanpa izin dapat menimbulkan dampak buruk, baik pada kehidupan pribadi maupun reputasi seseorang. Dalam kasus ini, foto pernikahan yang tersebar tanpa izin menjadi salah satu contoh pelanggaran privasi yang bisa merugikan banyak pihak.

Pemberitaan mengenai ASN, terutama yang menyangkut kehidupan pribadi, harus dilakukan dengan hati-hati dan penuh tanggung jawab. Jurnalisme yang baik tidak hanya mengutamakan sisi sensasional, tetapi juga menjunjung tinggi etika dan prinsip keadilan, dengan memberikan ruang bagi klarifikasi dan hak jawab.

Dewan Pers sebagai lembaga yang mengawasi kualitas dan etika pemberitaan di Indonesia juga memegang peranan penting dalam memastikan bahwa setiap berita yang terbit memenuhi standar jurnalistik yang adil dan objektif. Oleh karena itu, sangat penting bagi media untuk melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak terkait sebelum mempublikasikan berita yang berpotensi merusak reputasi individu atau instansi.

Bagi Noer Rahman Wijaya dan pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan ini, langkah-langkah hukum dan administratif sudah ditempuh untuk menjaga nama baik dan hak privasi yang telah dilanggar. Hak jawab yang diajukan oleh pihak yang bersangkutan juga merupakan bagian dari upaya untuk memperbaiki citra yang telah tercemar akibat berita yang tidak berimbang.

Selain itu, masyarakat diharapkan untuk lebih kritis dan tidak mudah terprovokasi oleh berita yang belum tentu benar, apalagi yang beredar tanpa klarifikasi dari sumber yang sah. Di era digital yang serba cepat ini, kita semua memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa informasi yang kita terima dan sebarkan telah melalui proses verifikasi yang jelas.

Isu poligami yang dialamatkan kepada Noer Rahman Wijaya tidak hanya merugikan pihak yang bersangkutan tetapi juga memberikan dampak pada institusi tempat ia bekerja. Namun, penting untuk dicatat bahwa pemberitaan yang berimbang dan mematuhi kode etik jurnalistik adalah hal yang mutlak diperlukan untuk menjaga keharmonisan dan kepercayaan publik.

Masyarakat, media, dan pihak berwenang harus bekerja sama untuk memastikan bahwa berita yang tersebar tidak hanya memperburuk citra individu, tetapi juga mencerminkan prinsip dasar jurnalisme yang berlandaskan pada kebenaran dan keadilan.




Writer : Damar

Editor : Djose


Mungkin Juga Menarik × +
PERISTIWA
Hukum Kriminal
Olahraga

 
Atas
Night Mode