Misteri 'Bottle Neck' di Perlintasan Damarsi Mojokerto: Jalan Lebar 12 Meter Mendadak Ciut, Ada Apa di Balik Kemacetan, Pungli, dan Mandeknya Usulan Solusi?
-Baca Juga
PERLINTASAN KAI DAMARSI MOJOANYAR MOJOKERTO JAWA TIMUR SABTU, 26 JULI 2025.
Oleh: Tim Investigasi Detak Inspiratif
MOJOKERTO – Siang itu, terik matahari membakar aspal di jalur alternatif Kecamatan Mojoanyar, Kabupaten Mojokerto. Deru mesin kendaraan bercampur dengan lengkingan klakson yang sesekali memecah keheningan, menciptakan simfoni kemacetan yang sudah menjadi santapan harian bagi para pengguna jalan. Khususnya, di satu titik krusial: perlintasan kereta api Desa Damarsi.
Jalur ini, sebenarnya adalah urat nadi vital yang menjadi pilihan bagi pengendara pribadi dan sepeda motor, bahkan menjadi penyelamat saat momen Lebaran tiba, berfungsi mengurai kepadatan di jalur utama bypass Mojokerto. Uniknya, di sebagian besar ruasnya, jalan ini sudah kokoh terhampar dengan cor beton selebar 12 meter, menjanjikan kelancaran dan kenyamanan. Namun, pemandangan kontras yang menyesakkan mata tersaji persis di bibir perlintasan KA Damarsi.
Dari Lebar 12 Meter Menjadi Hanya 4 Meter: Sebuah Keanehan Infrastruktur yang Tak Terjawab
Di perlintasan ini, jalan mendadak menciut drastis, menyisakan bypass selebar tak lebih dari 4 meter. Sebuah anomali infrastruktur yang tak masuk akal. Akibatnya, arus lalu lintas dari arah Utara maupun Selatan dipaksa bergiliran, menciptakan antrean panjang yang mengular, menguji kesabaran pengendara di bawah sengatan matahari.
"Tiap hari ya begini, mas. Kalau pas jam berangkat atau pulang kerja, makin parah. Sudah jalannya sempit, harus gantian. Nungguin kereta lewat lagi, tambah lama," keluh salah seorang pengendara motor yang tampak lelah mengantre.
Kondisi "Bottle Neck" yang ekstrem ini memicu pertanyaan besar: Mengapa kondisi ini dibiarkan begitu saja, padahal dampaknya sangat nyata terhadap mobilitas warga dan perekonomian lokal?
Dugaan Pungli di Tengah Kesemrawutan: Antara Jasa dan 'Cepezan'
Di tengah kesemrawutan antrean, terlihat dua orang petugas pengatur lalu lintas, lengkap dengan seragam safety resmi – entah dari PT KAI, Dinas Perhubungan Kabupaten Mojokerto, atau bahkan relawan desa yang diorganisir. Mereka berdiri di sana, memberikan aba-aba untuk mengarahkan kendaraan agar melintas secara bergiliran. Namun, pengamatan di lapangan menunjukkan adanya praktik yang mengusik nurani: para petugas ini diduga kerap meminta "uang koordinasi" atau yang lazim disebut "ceperan" kepada para pengemudi yang melintas.
Praktik ini, meskipun terkesan "kecil", sejatinya adalah bentuk pungutan liar. Di mata hukum, tidak ada dasar bagi petugas mana pun untuk memungut biaya dari pengguna jalan yang melintas di perlintasan kereta api. Tugas mereka adalah mengatur lalu lintas dan memastikan keselamatan, bukan menjadi "pos pemasukan" ilegal.
"Setiap lewat sini, pasti ada yang 'minta'. Mau gimana lagi, daripada lama, ya kasih aja sedikit. Padahal, kalau jalannya lebar, nggak perlu ada petugas begini juga sudah lancar," ujar seorang pengemudi mobil pribadi yang enggan disebutkan namanya.
Dugaan praktik pungli ini menambah teka-teki di balik "Bottle Neck " Damarsi. Apakah penyempitan ini memang disengaja atau dibiarkan berlarut-larut agar tercipta peluang bagi oknum untuk melakukan pungutan? Sebuah pertanyaan yang patut diinvestigasi lebih lanjut oleh pihak berwenang.
Usulan Mandek di Meja Dewan dan Bupati: Sebuah Ironi Pembangunan
Yang lebih ironis, masalah perlintasan Damarsi ini ternyata bukan hal baru. Menurut informasi yang dihimpun, Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Perhubungan Kabupaten Mojokerto sendiri, Rahmat Sutoyo pernah menyatakan bahwa pihaknya telah berulang kali mengusulkan pelebaran perlintasan ini. Usulan tersebut bahkan sudah diajukan sejak era kepemimpinan Bupati Ikfina Fahmawati hingga berlanjut di bawah rezim Bupati Muhammad AlBarra saat ini. Tak hanya itu, usulan juga sudah disampaikan ke Komisi DPRD yang membidangi infrastruktur dan perhubungan.
Namun, hingga kini, usulan tersebut tak kunjung mendapat respons atau tindak lanjut yang berarti. Kondisi perlintasan tetap sempit, kemacetan terus terjadi, dan dugaan praktik pungli masih membayangi.
Mandeknya usulan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang prioritas pembangunan dan responsivitas wakil rakyat serta eksekutif terhadap kebutuhan mendesak masyarakat. Mengapa usulan dari OPD teknis yang paling memahami kondisi lapangan justru terabaikan? Apakah ada kendala birokrasi yang rumit, ataukah memang ada faktor lain yang membuat masalah ini tak kunjung tersentuh?
Tuntutan Masyarakat: Pelebaran Jalan, Penegakan Aturan, dan Akuntabilitas
Masyarakat dan pengguna jalan berharap besar kepada Pemerintah Kabupaten Mojokerto, khususnya Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) serta Dinas Perhubungan, untuk segera berkoordinasi secara serius dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 8 Surabaya.
Pelebaran area pengaspalan atau pengecoran di sekitar perlintasan KA Damarsi menjadi kebutuhan mendesak. Idealnya, lebar jalan di titik ini harus disesuaikan dengan ruas jalan lainnya yang sudah 12 meter, sehingga tidak lagi menciptakan hambatan lalu lintas.
Selain itu, jika jalur ini memang diperuntukkan bagi kendaraan kelas tonase pribadi dan sepeda motor, Pemkab Mojokerto juga harus tegas melarang kendaraan dengan tonase kelas 1 dan 2 (truk-truk besar) untuk melintas secara reguler. Hal ini penting untuk menjaga agar jalan tidak cepat rusak, sehingga Pemda tidak perlu menanggung kerugian besar akibat biaya perbaikan yang terus-menerus.
Perlintasan KA Damarsi bukan hanya sekadar jalur alternatif. Ia adalah cerminan dari komitmen pemerintah daerah dan pihak terkait dalam menyediakan infrastruktur yang layak dan bebas dari praktik ilegal. Sudah saatnya "leher botol" ini dilebarkan, praktik pungli diberantas, dan akuntabilitas para pemangku kebijakan ditegakkan, demi kelancaran dan kenyamanan seluruh pengguna jalan di Mojokerto.