Kedung Mulang: Merawat Cahaya di Pusaran Sejarah Kota Mojokerto ~ Detak Inspiratif | Berita dan informasi terkini Indonesia
RUNNING STORY :
Loading...

Kedung Mulang: Merawat Cahaya di Pusaran Sejarah Kota Mojokerto

-

Baca Juga



Lingkungan Kedungmulang 2 Kelurahan Surodinawan Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto Jawa Timur.





MOJOKERTO – Malam merayap pelan di Kedung Mulang, Prajurit Kulon, Kota Mojokerto. Jalanan yang dihiasi lampu dan bendera bak untaian tasbih, merekam sebuah kisah tentang sebuah nama yang tak hanya diganti, tetapi juga dihidupkan kembali. Di sini, sejarah bukanlah lembaran usang, melainkan suluh yang menerangi jalan para santri.


Dulu, kawasan ini adalah Kedung Kopek. Sebuah nama yang terlahir dari cerita yang tak sedap, menempel pada identitas warga bagai debu di kaca jendela. "Kopek", sebuah kata yang menyiratkan konotasi negatif, menjadi beban moral yang dirasakan oleh para sesepuh. Hingga pada tahun 1973, para ulama, yang dipimpin oleh KH. Abdul Azis, pendiri Pondok Pesantren Al-Qodijah, merasa sudah saatnya membersihkan noda itu.





Mereka mendatangkan seorang ulama karismatik, Romo KH. Chusaini Ilyas dari Ponpes Al-Mishbar. Layaknya seorang tabib yang meresepkan penawar, beliau memberikan nasihat mulia. Namun, pergantian nama ini tidak hanya lahir dari kesepakatan ulama semata. Dalam sebuah keputusan yang monumental, Walikota Samioedin saat itu, turut mengamini dan meresmikan nama baru yang diusulkan: Kedung Mulang.


Keputusan Walikota Samioedin ini menjadi sebuah ijma' (konsensus) antara ulama dan umara (pemerintah), sebuah sinergi yang harmonis dalam membangun peradaban. Dengan demikian, nama Kedung Mulang bukan sekadar nama, melainkan sebuah maklumat resmi, sebuah ikrar yang menegaskan identitas kawasan ini sebagai pusat pengajaran. "Mulang", dalam bahasa Jawa berarti mengajar. Dengan nama ini, Kedungmulang bukan lagi tempat yang disimbolkan oleh cerita yang tak elok, melainkan sebuah 'maktabah' atau perpustakaan hidup, tempat di mana ilmu-ilmu Islam diajarkan dan diturunkan dari generasi ke generasi.


Kedungmulang memang gudangnya para santri. Sejarah mencatat, di kawasan ini hiduplah keluarga besar H. Sanusi dan Hj. Fatimah, orang tua dari ulama dan tokoh besar, KH. Mas'ud Yunus, yang kelak juga menjadi Walikota Mojokerto. Jejak spiritual mereka turut menancap kuat, seolah menjadi akar yang menguatkan pohon keilmuan di tempat ini. Kehadiran keluarga ini, serta Pondok Pesantren Al-Qodijah yang kini diasuh oleh KH. Jazuli, menjadikan Kedungmulang sebagai pilar peradaban Islam di Kota Mojokerto.


Transformasi ini adalah bukti nyata dari sebuah ungkapan dalam sastra Islam: "Kebaikan adalah cahaya yang tidak bisa disembunyikan." Para pendahulu di Kedungmulang memilih untuk tidak membiarkan sejarah yang kelam menghalangi takdir mereka. Mereka memadamkan api yang tak berguna, lalu menyalakan lentera yang bernama ilmu.


Kini, di setiap sudut Kedungmulang, kita tak lagi menemukan bayangan dari masa lalu. Yang ada hanyalah jejak langkah para santri, gema doa dari musholla, dan warisan keikhlasan para kyai yang mewariskan lentera kepada generasi berikutnya. Kedungmulang, sebuah nama yang lahir dari sebuah keputusan berani dan sinergi ulama-umara, kini menjadi mercusuar yang memancarkan cahaya spiritual, bukan hanya bagi Kota Mojokerto, melainkan bagi seluruh umat.





Oleh : Tim Sejarah Detak Inspiratif


Mungkin Juga Menarik × +
PERISTIWA
Hukum Kriminal
Olahraga

 
Atas
Night Mode