LIMBAH HITAM DI DESA KETEMAS DUNGUS: KOMISI III SIDAK, WARGA SESAK NAFAS
-Baca Juga
Bau menyengat menusuk hidung. Air irigasi yang dulunya jernih, kini berubah hitam pekat. Warga Desa Ketemas Dungus, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto, tak lagi tenang. Sesak napas, gatal-gatal, hingga usaha UMKM yang sepi karena pelanggan enggan mampir menjadi kenyataan pahit yang harus mereka telan.
Limbah cair itu mengalir dari satu titik: CV Sumber Artha, sebuah pabrik yang memproduksi kertas karton di desa tersebut.
Keresahan warga akhirnya memuncak pada 21 Agustus 2025. Mereka mengadu ke Pemerintah Desa Ketemas Dungus, dan laporan ini segera direspons. Tepat pada 25 Agustus 2025, Komisi III DPRD Kabupaten Mojokerto yang diketuai oleh Edi Sasmito terjun langsung ke lokasi bersama Camat Puri Narulita, Sekcam Hari, dan Kades Dwi Siti.
Kunjungan kerja itu disambut oleh Manager CV Sumber Artha, Muhammad Muksin. Namun, yang lebih menyambut mereka adalah bau limbah yang menyengat dan aliran hitam pekat di saluran irigasi sawah warga.
"Saya sudah pernah menegur pihak manajemen pabrik karton itu agar membuat IPAL. Tapi sampai sekarang belum ada wujudnya," ungkap Ibu Dwi Siti, Kepala Desa Ketemas Dungus dengan nada kecewa.
IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang semestinya menjadi tameng agar limbah tidak mencemari lingkungan, diduga kuat belum dimiliki CV Sumber Artha. Warga pun harus menanggung akibatnya: udara tercemar, sawah terancam, bahkan aktivitas ekonomi lokal merosot drastis.
Dari pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Mojokerto, hadir Ibu Elia yang memastikan akan mengambil sampel limbah untuk dikaji lebih lanjut di laboratorium.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD, Edi Sasmito, menegaskan bahwa pihaknya akan segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) guna membahas temuan di lapangan dan mengambil langkah tegas.
"Kami tidak bisa membiarkan industri berjalan tanpa mematuhi aturan lingkungan. Ini menyangkut hak hidup sehat warga,” ujar Edi Sasmito di lokasi.
Warga Desa Ketemas Dungus kini menunggu: bukan janji, tapi tindakan. Mereka menolak jadi korban dari industrialisasi yang mengabaikan keberlanjutan lingkungan. Mereka menuntut satu hal sederhana: udara bersih dan air yang layak.