“SAATNYA BERAKSI 1.101 Non-ASN MENGGUGAT dan Tanda Tangan yang Hilang”
-Baca Juga
ILUSTRASI ASPIRASI: Komisi I DPRD Kota Mojokerto menerima perwakilan tenaga non-ASN Pemkot Mojokerto untuk menggelar sidang, Jumat 1 Agustus 2025.
Mojokerto, Jawa Timur akan memulai hari dengan tegangan tinggi. Rabu pagi, 20 Agustus 2025, halaman Balai Kota di Jl. Gajah Mada 145 tak lagi sekadar arena apel pegawai. Ribuan tenaga non-aparat sipil negara (non-ASN) akan menumpahkan kegelisahannya. Jumlahnya 1.101 orang sebanding dengan deretan gelas kopi pahit yang selama bertahun-tahun mereka teguk, menunggu pengakuan dari negara.
Mereka berikrar: tidak akan pulang sebelum Wali Kota Ika Puspitasari menandatangani SPTJM (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak). Satu tanda tangan, yang bisa menentukan apakah mereka akan diakui atau terus menjadi bayang-bayang birokrasi.
Data yang Tersangkut di Laci
Sejak 2018, ketika Ika Puspitasari menjabat untuk pertama kali, tenaga non-ASN Kota Mojokerto berharap masa depan mereka jelas. Tahun 2022, data ribuan pegawai honorer ini dikumpulkan. Tetapi hingga kini, database Badan Kepegawaian Negara (BKN) tetap kosong dari nama mereka.
Dugaan kuat, Pemkot Mojokerto tidak mengirimkan data itu ke BKN. Fakta yang mengejutkan, karena di daerah lain, proses pendataan berjalan meski tak semua mulus. Di Mojokerto, data berhenti di meja birokrasi, tersangkut di laci administrasi.
Suara Tenaga Non ASN
Fendi, honorer lebih dari 7 tahun: “Sejak 2022 kami sudah setor data, tapi nama kami tidak masuk database BKN. Ada apa sebenarnya?”
Hardianto, guru honorer SD selama 16 tahun: “Saya ingin kejelasan status. Masa bertahun-tahun mengajar, tapi nama saya tetap hilang? Kami juga ingin hidup lebih baik.”
Sebagian besar mereka masuk kategori R4 posisi paling belakang dalam prioritas ASN atau PPPK. Artinya, sekalipun kesempatan terbuka, peluang mereka untuk terangkat tetap di ujung antrean.
Janji Politik yang Menggantung
Tanggal 1 Agustus 2025, ratusan Non-ASN mendatangi Komisi I DPRD Kota Mojokerto. Wakil Ketua DPRD Hadi Prayitno dan Ketua Komisi I Enny Rahmawati menerima keluhan mereka. Janji dilontarkan: aspirasi akan dibawa ke BKN.
Namun hingga sehari sebelum deadline, tak ada tanda perubahan. Komisi I hanya jadi juru catat keluhan. Wali Kota Ika Puspitasari, satu-satunya yang bisa menandatangani SPTJM, memilih diam.
Besok: Hari Penentuan
Tanggal: Rabu, 20 Agustus 2025
Lokasi: Balai Kota Mojokerto
Jam: 09.00 WIB – selesai
Massa: 1.101 orang
Tuntutan: Penandatanganan SPTJM oleh Wali Kota
Koordinator Lapangan: Dwi Edwin Endar Praja, SE & Sugimanto
Mereka tidak hanya datang untuk menyuarakan aspirasi. Mereka bertekad: tidak akan pulang sebelum tinta basah Wali Kota tercetak di atas kertas.
Analisis Investigatif
Mengapa data 2022 tidak dikirim ke BKN?
Ada dugaan kelalaian administratif.
Ada kemungkinan faktor politis atau anggaran.
Mengapa Wali Kota enggan menandatangani SPTJM?
Kekhawatiran jika data dinilai tidak valid oleh BKN.
Potensi konsekuensi hukum bila kelak terjadi sengketa.
Siapa korban terbesar?
1.101 Non-ASN dengan masa kerja 7–20 tahun, yang terancam hilang dari peta kepegawaian negara.
Tanda Tangan yang Hilang
Besok, Kota Mojokerto menggugat. Semua mata tertuju pada satu meja, satu pena, satu tanda tangan.
Apakah Wali Kota Ika Puspitasari berani menandatangani SPTJM dan menanggung tanggung jawab moral, politik, dan hukum? Atau membiarkan 1.101 pengabdi tetap jadi pekerja tanpa nama, tanpa status?
Bagi tenaga non-ASN itu, pahitnya kopi bukan masalah. Yang paling menyakitkan adalah pengabdian bertahun-tahun yang tak pernah disajikan dalam secangkir keadilan.