Bendungan Air Wonokerto: Proyek Strategis atau Bancaan Politik?
-Baca Juga
Direktur CV Cumi Darat Konstruksi, Ganggit, duduk gelisah. Pelaksana dan petugas K3 dari perusahaan itu pun hadir. Konsultan pengawas dari CV Pandu Adhigraha dicecar anggota dewan. Suasana kian memanas ketika seorang pria bernama Hari tiba-tiba masuk, mengaku sebagai manajer operasional proyek. Namun setelah ditelusuri, namanya tak tercatat dalam struktur resmi. Dengan tegas dewan meminta orang itu angkat kaki dari forum.
Fakta Tersingkap: Rekomendasi, Bukan Tender
Sorotan paling tajam muncul ketika anggota dewan menemukan bahwa proyek bendungan ini diduga tidak melalui tender terbuka, melainkan lewat “jalur rekomendasi.” Nama Mubarok, figur berpengaruh di lingkaran elit, disebut-sebut sebagai pintu masuk.
Desas-desus pun menyeret sederet nama besar:
Sujatmiko, Ketua DPC Gerindra sekaligus anggota DPRD, yang dikaitkan dengan kepemilikan perusahaan konstruksi.
Muhammad Rizal Octavian, Wakil Bupati Mojokerto, disebut berada di orbit pengaruh proyek.
Mochtar Effendi, Kepala Desa Kembangbelor Pacet, yang kabarnya ikut menjadi simpul jaringan.
Najib, nama kontraktor yang berkali-kali bergaung di kalangan dewan.
Taruhan Sawah Rakyat
“Ini bukan proyek kecil. Bendungan ini untuk mengairi sawah seluas 90 hektar,” tegas Hartono, Wakil Ketua DPRD dari PDI Perjuangan.
Ironinya, material yang dipakai justru batu dan pasir sisa bendungan lama yang hancur diterjang banjir 2022. Jika tuduhan ini benar, ketahanan bendungan patut dipertanyakan. Bagaimana mungkin bendungan yang seharusnya bertahan 100 tahun justru dibangun dengan puing bekas bencana?
Dewan Menghentikan Proyek
RDPU menghasilkan keputusan:
Memanggil Unit Pelaksana Layanan (UPL) PBJ Pemkab Mojokerto untuk evaluasi penuh.
Menghentikan sementara proyek bendungan Wonokerto hingga ada klarifikasi dan audit detail.
Ketua DPRD, Aini Zuroh, menegaskan sikap dewan bukan basa-basi. “Proyek strategis daerah tidak boleh jadi ajang bancaan politik. Kalau ada permainan, kami akan bongkar sampai ke akarnya,” ujarnya.
Bendungan Rakyat, Bukan Bendungan Titipan
Bendungan Air Wonokerto sejatinya adalah harapan. Harapan petani yang bergantung pada air untuk hidup. Harapan rakyat kecil agar proyek APBD benar-benar berpihak kepada mereka.
Tapi apa jadinya bila proyek strategis berubah menjadi ladang bancakan politik? Bila rekomendasi lebih berharga dari tender? Bila kualitas digadaikan demi kepentingan segelintir elite?
Maka benar kata pepatah: bendungan bisa runtuh oleh banjir, tapi kepercayaan rakyat runtuh karena pengkhianatan.
Hari ini Mojokerto menyaksikan sebuah drama: DPRD vs kroni. Pertarungan bukan soal kontrak atau beton semata, tapi soal masa depan rakyat kecil.
Dan rakyat tahu, siapa yang akan mereka hukum bila bendungan ini roboh sebelum waktunya.
Fakta RDPU DPRD Mojokerto
Kamis, 25 September 2025 – Lantai 3 Gedung DPRD
Dipimpin: Aini Zuroh (Ketua DPRD, FPKB)
Didampingi: Hartono (Wakil Ketua, PDIP), Edi Sasmito (Komisi III, Nasdem), Eko Sutrisno (FPKB), Hadi Faturohman, Widayati.
Yang Dipanggil
Ganggit – Direktur CV Cumi Darat Konstruksi
Pelaksana & Petugas K3 – CV Cumi Darat Konstruksi
Adhi Kurniawan – Direktur CV Pandu Adhigraha (konsultan pengawas, Gresik)
Fakta terbongkar: Kontraktor proyek bendungan ternyata berbentuk CV, bukan PT, seperti yang digembar-gemborkan.
Temuan Panas
Oknum Misterius bernama Hari nyelonong masuk RDPU, ngaku “Manager Operasional.” Ternyata tak ada di struktur resmi → langsung diusir keluar!
Proyek senilai Rp 4,1 Miliar (APBD / PSD) diduga tanpa tender, hanya lewat rekomendasi lingkaran Mubarok.
Material diduga pakai sisa batu-pasir bendungan lama yang rusak akibat banjir 2022.
Bendungan ini seharusnya menopang kehidupan petani hingga 100 tahun ke depan. Tapi bila proyek dijadikan titipan politik, masa depan sawah bisa runtuh lebih cepat dari banjir.
Air yang seharusnya untuk rakyat, jangan sampai berubah menjadi “air mata” akibat bancakan elite.