“Di Kursi Pesakitan Tipikor, Dosen UB Terseret Kasus Korupsi Dana Kesehatan” ~ Detak Inspiratif | Berita dan informasi terkini Indonesia
RUNNING STORY :
Loading...

“Di Kursi Pesakitan Tipikor, Dosen UB Terseret Kasus Korupsi Dana Kesehatan”

-

Baca Juga


PN TIPIKOR SURABAYA: SIDANG KASUS DUGAAN TPK DANA KAPITASI (BLUD) PUSKESMAS KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN ANGGARAN 2021-2022. RUANG CANDRA, RABU 10 SEPTEMBER 2025




“Sidang BLUD Mojokerto ungkap aliran dana Rp 5 miliar, 31 saksi buka tabir, hingga nama lembaga kampus ikut tercoreng.”




SURABAYA — Rabu siang (10/9/2025), ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya mendadak hening. Semua mata tertuju pada seorang pria berkemeja putih yang duduk di kursi pesakitan, Yuki Firmanto, dosen Universitas Brawijaya. Dari balik kacamata yang dikenakannya, Yuki sesekali menunduk, seakan berusaha menyembunyikan kegelisahan. Ia bukan lagi akademisi yang terbiasa memberi kuliah, melainkan terdakwa korupsi dana kesehatan puskesmas se-Kabupaten Mojokerto, dengan nilai kerugian negara ditaksir mencapai Rp 5 miliar.


Ketika majelis hakim mempersilakan saksi Bambang Hariyadi maju, ruang sidang mendadak hening. Bambang bukan sembarang saksi, ia adalah Ketua Pusat Kajian dan Pengembangan Akuntansi dan Bisnis (PKPAB) Universitas Brawijaya. Dengan suara tenang, ia mengucapkan sumpah sebelum menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum.


“Ya, benar. Saudara Yuki pernah meminta agar kegiatan pendampingan puskesmas menggunakan lembaga PKPAB sebagai payung kerja sama,” ujar Bambang. Kalimat itu seketika memecah suasana.


Jaksa kemudian menggali lebih jauh. Dari keterangan Bambang, terungkap bahwa PKPAB menerima 5 persen dari total nilai proyek pendampingan. Angka itu memang terdengar kecil, tapi jika dikaitkan dengan dugaan kerugian negara yang mencapai Rp 5 miliar, persentase tersebut mengindikasikan adanya aliran dana yang tak bisa dianggap sepele.


Beberapa pengunjung sidang saling berbisik. Nama Universitas Brawijaya kampus besar di Malang tiba-tiba ikut tercoreng di ruang Tipikor Surabaya. Bagi sebagian orang, kesaksian ini adalah titik balik: perkara Yuki tidak lagi berdiri sendiri, melainkan membuka pintu dugaan keterlibatan kelembagaan.


Majelis hakim tampak mencatat serius setiap detail keterangan. Sementara Yuki, dengan wajah kaku, hanya sesekali melirik ke arah saksi yang tak lain adalah rekan sejawatnya sendiri.



Bagaimana Kasus Ini Masuk Tipikor Surabaya?


Kisah ini bermula pada 2021–2022, ketika 27 puskesmas di Kabupaten Mojokerto mengelola dana kapitasi BLUD dalam jumlah besar. Dana yang seharusnya digunakan untuk peningkatan layanan kesehatan diduga diselewengkan melalui kegiatan pendampingan pengelolaan keuangan.


Laporan masyarakat dan temuan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur menunjukkan adanya penyimpangan dengan estimasi kerugian negara sekitar Rp 5 miliar. Dugaan praktik mark-up dan penyaluran dana tanpa dasar hukum kuat mengemuka.


Kejaksaan Negeri Mojokerto bergerak. Setelah serangkaian pemeriksaan saksi dan audit investigatif, pada 8 Juli 2025 penyidik resmi menetapkan Yuki Firmanto sebagai tersangka. Ia kemudian ditahan untuk mempermudah proses hukum.


Berbekal berkas perkara yang dinyatakan lengkap (P-21), JPU melimpahkan kasus ini ke Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya dengan nomor perkara 98/Pid.Sus-TPK/2025/PN Sby. Sidang perdana digelar akhir Juli 2025, berlanjut dengan putusan sela pada 13 Agustus 2025 yang menolak eksepsi terdakwa, sehingga dakwaan dinyatakan sah dan pemeriksaan pokok perkara berlanjut.


Puncaknya, pada 10 September 2025, sidang menghadirkan saksi kunci dari internal Universitas Brawijaya yang membuka babak baru perkara ini.



Saksi-Saksi yang Sudah Dihadirkan JPU


JPU Kejari Kabupaten Mojokerto menghadirkan banyak saksi untuk menguatkan dakwaan terhadap Yuki Firmanto:


27 Agustus 2025: 15 saksi dihadirkan, terdiri dari 5 Kepala Puskesmas (Kapus Trawas, Manduro, Ngoro, Pungging, dan Watu Kenongo), ditambah 10 orang PPTK serta bendahara puskesmas.


Sidang lanjutan (awal September 2025): 16 saksi lain dari lima puskesmas berikutnya.


Total di persidangan: setidaknya 31 saksi sudah diperiksa hingga awal September.


Tahap penyidikan sebelumnya: lebih dari 60 saksi telah dimintai keterangan, termasuk para pejabat Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto.


Sidang ditutup dengan penundaan agenda ke pekan depan. Majelis meminta JPU menghadirkan saksi tambahan untuk memperjelas aliran dana, dari BLUD puskesmas hingga ke pihak-pihak yang disebut “kecipratan”.


Di luar ruang sidang, suasana masih ramai. Beberapa wartawan buru-buru menulis naskah, sebagian lagi menunggu komentar lanjutan dari pihak kejaksaan. Kasus yang bermula dari dugaan penyimpangan laporan keuangan puskesmas kini merembet ke ranah akademisi.


“Ini bukan sekadar soal uang, tapi soal kepercayaan publik,” kata seorang aktivis antikorupsi yang hadir. “Ketika lembaga pendidikan ikut disebut dalam kasus korupsi, luka sosialnya jauh lebih dalam.”


Perjalanan hukum Yuki Firmanto masih panjang. Namun, kesaksian hari itu telah menorehkan catatan baru: bahwa korupsi tidak hanya merusak tata kelola pemerintahan daerah, tetapi juga dapat menyeret dunia akademik ke dalam pusaran gelapnya.






Mungkin Juga Menarik × +
PERISTIWA
Hukum Kriminal
Olahraga

 
Atas
Night Mode