Sidang Perdana Korupsi Kapal Majapahit Kota Mojokerto: Bom Waktu di PN Tipikor Surabaya
-Baca Juga
SURABAYA – Jumat, 12 September 2025 menjadi hari yang ditunggu publik Kota Mojokerto. Ruang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya penuh sesak, bukan karena drama sinetron, tapi karena babak baru dari tragedi proyek Pujasera Kapal Majapahit yang selama ini menjadi buah bibir: kasus korupsi berjamaah senilai Rp 2,5 miliar yang menyisakan kerugian negara hampir Rp 2 miliar.
Majelis hakim yang dipimpin I Made Yuliada, S.H., M.H. bersama hakim anggota Manambus Pasaribu, S.H., M.H. dan Lufianto, S.H., M.H., dengan panitera Adistya Fansriayu, S.H., resmi membuka sidang. Dari kursi JPU, hadir Erwan Adi Priyono, S.H., M.H. dari Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto.
Para Terdakwa yang Diseret ke Tipikor
1. Yustian Suhandinata – Sekretaris DPUPR Perakim Pemkot Mojokerto (nonaktif), sekaligus PPK & PPA proyek.
2. Zantos Sebaya – Kabid Penataan Ruang, Bangunan dan Bina Konstruksi DPUPR Perakim Pemkot Mojokerto (nonaktif), sekaligus PPTK Proyek.
3. M. Romadoni – Direktur CV Hasya Putera Mandiri (status DPO, diadili in absensia).
4. Hendar Adya Sukma – Pelaksana konstruksi lapangan.
5. M. Kudori – Direktur CV Sentosa Berkah Abadi.
6. Cholid Idris – Eksekutif cover Kapal Majapahit.
7. Nugroho bin Djoewari alias Putut – Pelaksana cover Pujasera Kapal Majapahit.
Dari tujuh orang ini, satu nama paling menyita perhatian: M. Romadoni. Statusnya buron alias DPO. Di luar gedung, publik bertanya-tanya: mengapa ia bisa lolos? siapa yang melindungi?
Dakwaan Berat: 20 Tahun Menanti
Jaksa Erwan membacakan surat dakwaan setebal puluhan halaman. Yustian Cs dijerat Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU 31/1999. Ancaman hukumannya? Maksimal 20 tahun penjara.
Dakwaan itu menyoroti dua hal:
Pengerjaan di bawah spesifikasi teknis. Proyek pujasera yang digadang jadi ikon wisata justru amburadul sejak fondasi.
Pengondisian pemenang tender. Lewat e-purchasing, pemenang seolah sudah diatur, sehingga proyek hanya jadi bancakan elit birokrasi dan kontraktor.
Kerugian negara hasil audit? Rp 1,9 miliar lebih.
Bom Waktu Korupsi Majapahit
Kasus ini bukan sekadar perkara proyek gagal. Ia adalah simbol wajah bobrok birokrasi Pemkot Mojokerto. Bagaimana mungkin proyek bernama Taman Bahari Majapahit yang seharusnya mengangkat marwah sejarah Majapahit justru dipreteli menjadi mesin pencetak uang haram?
Sidang ini menjadi bom waktu. Karena publik tahu, di luar tujuh nama itu, ada “bayangan besar” yang selama ini membekingi. Romadoni yang buron hanyalah potongan kecil. Ada dugaan ia sengaja “dibiarkan hilang” agar tak membongkar rahasia lebih dalam.
Publik Menanti :
Di luar pengadilan, aktivis Mojokerto berharap “Jangan Hanya Kaki Tangan, Dalangnya Harus Ditangkap”. Suasana semakin panas ketika kabar beredar: ada nama besar yang disebut-sebut dalam BAP, tapi hingga kini aman dari jerat hukum.
Publik menunggu:
Apakah majelis hakim berani menggali lebih jauh?
Apakah KPK akan turun tangan jika ada indikasi kuat keterlibatan “orang besar”?
Ataukah kasus ini akan dipelintir jadi drama formalitas?
Kasus Pembangunan Spot Pujasera Kapal Majapahit Taman Bahari Majapahit adalah cermin betapa sejarah bisa dihianati. Nama besar Majapahit yang dulu jadi simbol kejayaan nusantara kini dipermainkan oleh tangan-tangan kotor.
Dan kini, sejarah baru sedang ditulis di PN Tipikor Surabaya: apakah hukum benar-benar tajam ke atas, atau hanya sebatas sandiwara?
PERJALANAN KASUS KORUPSI PEMBANGUNAN SPOT PUJASERA KAPAL MAJAPAHIT – KOTA MOJOKERTO
TA. ANGGARAN 2023 – Proyek Bergulir
Pemkot Mojokerto melalui DPUPR Perakim meluncurkan proyek Pembangunan Spot Pujasera Kapal Majapahit di kawasan Taman Bahari Majapahit (TBM).
Anggaran: Rp 2,5 miliar bersumber dari APBD TA 2023.
Pihak internal sudah sejak awal disebut-sebut “mengondisikan” pemenang dalam sistem e-purchasing.
Awal Tahun 2024 – Proyek Bermasalah
Hasil fisik proyek jauh dari spesifikasi teknis: cover kapal keropos, struktur lemah, material murahan.
Muncul sorotan publik: “Proyek Pembangunan Spot Pujasera kapal kebanggaan Majapahit jadi kapal hantu.”
Tanggal 13 Januari 2025 Spot Pujasera Kapal Majapahit Taman Bahari Majapahit di segel Penyidik Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto.
Bulan Mei – Juni 2025 – Penyidikan Kejari Mojokerto
Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto menetapkan 7 orang tersangka.
Total kerugian negara: Rp 1,9 miliar lebih (hampir 80% dari nilai proyek).
Tanggal 24 Juni 2025
Zantos Sebaya, Kabid Penataan Ruang DPUPR Perakim Pemkot Mojokerto merangkap PPTK Proyek ditangkap & ditahan.
Gelombang pertama penahanan dimulai.
Tanggal 30 Juni 2025
Yustian Suhandinata, Sekretaris DPUPR sekaligus PPK & PPA proyek, dijemput paksa penyidik Kejari.
Ditahan di Lapas Kelas IIB Mojokerto.
Tersangka kunci, dianggap otak administrasi proyek.
Bulan Juli – Agustus 2025
Berturut-turut 4 tersangka lain ditahan:
1. Hendar Adya Sukma (pelaksana lapangan)
2. M. Kudori (Direktur CV Sentosa Berkah Abadi)
3. Cholid Idris (eksekutif cover kapal)
4. Nugroho bin Djoewari alias Putut (pelaksana proyek)
Total sudah 6 tersangka ditahan.
Status Buron:
M. Romadoni, Direktur CV Hasya Putera Mandiri, masih buron (DPO) hingga kini.
Diduga “orang dalam” yang punya kedekatan dengan lingkaran kekuasaan, sehingga sulit disentuh.
Kejari Mojokerto menyiapkan sidang in absensia bagi Romadoni.
Tanggal 12 September 2025 – Sidang Perdana
Perkara No. 123/Pid.Sus-TPK/2025/PN Sby digelar di PN Tipikor Surabaya.
Majelis Hakim:
Ketua: I Made Yuliada, S.H., M.H.
Anggota: Manambus Pasaribu, S.H., M.H. & Lufianto, S.H., M.H.
Panitera: Adistya Fansriayu, S.H.
JPU: Erwan Adi Priyono, S.H., M.H. dari Kejari Mojokerto.
Dakwaan: Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ancaman hukuman: 20 tahun penjara.
Proyek yang harusnya jadi ikon kebanggaan warga Kota Mojokerto berubah jadi monumen korupsi.
Nama besar Kerajaan Majapahit dipermalukan oleh para oknum pejabat dan kontraktor rakus.
Rakyat menunggu: apakah Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya benar-benar berani menghukum seadil-adilnya, atau sekadar formalitas?