Tembok Penahan Ambrol, Siapa Bertanggung Jawab? Longsor di Cepokolimo menutup jalur Pacet–Trawas
-Baca Juga
Minggu sore yang biasa sejuk di lereng Pacet berubah panik. Sekitar pukul 15.00–15.30 WIB, tembok penahan tanah (TPT) di Dusun Kambengan, Desa Cepokolimo, ambruk. Material tanah dan batu runtuh menutup badan jalan Pacet–Trawas. Sebuah mobil Honda Jazz yang melintas terseret material dan terperosok ke parit sedalam sekitar 10 meter; pengemudi dan penumpang selamat dengan luka ringan.
Tak lama, jalan utama ditutup. BPBD Mojokerto, Dinas PUPR, kepolisian, TNI, dan relawan turun tangan. Dua alat berat dikerahkan untuk evakuasi material demi membuka akses secepatnya. Pengalihan arus dilaksanakan melalui rute Pacet–Cangar, namun jalur alternatif itu menambah jarak tempuh dan menimbulkan kepadatan pada jam-jam sibuk.
Kepala Desa Cepokolimo, Mahfud Sulaiman, mengatakan longsor menimpa TPT milik warga. “Di atas ada pengurukan. Diduga pondasi tidak kuat sehingga terjadi longsor,” ujarnya kepada wartawan saat meninjau lokasi. Pernyataan Kades ini menegaskan adanya unsur konstruksi/usaha pengurukan yang perlu dicermati dalam penyelidikan teknis.
Berdasar keterangan warga dan data lapangan, hujan yang turun saat kejadian belum tergolong ekstrem. Kalau hujan adalah faktor tunggal, intensitas harus sangat tinggi; kondisi kali ini lebih menguatkan dugaan kegagalan struktural TPT — pondasi dangkal, tanpa drainase, atau pengurukan yang menambah beban di belakang tembok. Pernyataan serupa juga muncul dari analisis awal tim teknis di lapangan.
Kegagalan TPT biasanya berakar pada kombinasi tekanan lateral tanah yang tidak diperhitungkan, rembesan air yang meningkatkan tekanan pori, serta beban tambahan dari urukan/bangunan di puncak tebing. Tanah vulkanik di lereng Pacet cenderung labil sehingga bila tidak diperkuat dengan drainase dan kaki pondasi memadai, potensi longsor meningkat.
Warga mengaku sempat melihat retakan kecil beberapa hari sebelum longsor. “Sejak ada urukan di atas tebing, kami was-was. Waktu hujan, tanah sering rembes,” kata Sugianto, warga sekitar. Rasa was-was bertemu realita saat tembok ambrol mereka menuntut jawaban dan tindakan cepat dari Pemkab.
Pacet dikenal sebagai kawasan wisata pegunungan: vila, pemandian, dan warung-warung kecil menyemarakkan hari libur. Namun pesatnya pembangunan pariwisata di lereng meningkatkan beban lingkungan. Sejumlah kejadian longsor sebelumnya di koridor ini mengindikasikan mitigasi yang belum sistemik penataan zonasi, audit TPT, dan anggaran mitigasi masih sporadis.
Audit semua TPT di koridor Pacet–Trawas–Cangar, penegakan izin pengurukan, perbaikan drainase, dan program reboisasi lereng kritis. Jika ditemukan pelanggaran perizinan, Pemkab harus memberi sanksi tegas.
Longsor Cepokolimo bukan sekadar peristiwa alam; ada jejak perencanaan dan implementasi yang mesti ditelaah. Warga menuntut bukan hanya perbaikan jalan sementara, tetapi audit dan mitigasi jangka panjang. Kini giliran Pemkab menjawab: apakah mereka akan menutup mata lagi, atau melakukan tindakan nyata untuk menjamin keselamatan publik?