BIANG KEROK MALING ROKOK DI LAPORKAN DI RADIO ANDIKA KEDIRI
-Baca Juga
Minggu pagi di pinggiran Kediri selalu punya caranya sendiri untuk bercerita.
Udara sejuk belum sepenuhnya pergi ketika Warkop Si Hitam Pahite mulai ramai. Asap kopi hitam pahit yang oleh pelanggan setianya disebut mbledosss, menyatu dengan tawa kecil dan obrolan khas wong ndeso-kota. Warkop sederhana ini seperti tak pernah sepi, apalagi di akhir pekan.
Di sudut meja kayu, Pakde Kumis dengan kumis legendarisnya duduk santai. Bejo sesekali nyeletuk. Wakidi, tukang tambal ban yang hafal lubang jalan, ikut nimbrung. Tak jauh, Agus, sopir ambulans yang biasanya sibuk dengan sirene dan nyawa, pagi ini memilih rehat menikmati kopi pahit dan Rondo Royal, camilan gurih andalan warkop ini.
Seperti biasa, Warkop Si Hitam Pahite tak pernah lepas dari satu teman setia: RADIO ANDIKA Kediri.
Radio tua. Jadul. Tapi suaranya tetap jernih dan berwibawa. Dari radio itulah, kabar-kabar kecil sampai peristiwa penting mengalir, menjaga denyut informasi warga Kediri dan sekitarnya.
Pagi ini, suara penyiar Radio Andika membawa kabar yang membuat obrolan meja warkop mendadak lebih senyap.
Kasus pencurian toko klontong di kawasan Stasiun Kota Kediri.
Padahal, kejadian itu sudah berlangsung 23 Desember 2025 lalu. Namun, hingga kini, suaranya masih diputar. Bukan tanpa alasan pelaku diduga belum tertangkap.
Diduga Pelaku Berdasarkan Laporan Hariyanto dan Terekam KAMERA kamera CCTV
Pencurian Toko Klontong di Area Stasiun Kediri
Peristiwa pencurian itu terjadi di Toko Klontong milik Hariyanto, warga Balowerti, Kota Kediri.
Lokasi: Perum PT KAI Nomor 16, Stasiun Kota Kediri
Waktu kejadian: 23 Desember 2025, sekitar pukul 22.00 WIB
Pelaku diduga seorang pemuda berusia sekitar 23 tahun, dengan ciri-ciri:
Kaos warna hitam
Celana pendek navy, panjang sepertiga
Rambut lurus tebal, agak gondrong
Membawa tas koper beroda
Dari aksinya, pelaku membawa kabur uang tunai sekitar Rp1 juta serta rokok dari 8 merek berbeda.
Yang membuat warga geram, menurut pengakuan korban, pelaku sudah dua kali melakukan pencurian di tempat yang sama. Bahkan saat berpura-pura belanja, pelaku kerap membeli dua bungkus rokok namun mengaku hanya satu bungkus.
Modusnya rapi.
Sebelum beraksi, pelaku mengontrol situasi, berpura-pura bermain ponsel di depan toko, menyatu dengan keramaian. Keberadaan ojek online yang sering mangkal di depan toko justru dimanfaatkan untuk mengaburkan gerak-geriknya.
Beruntung, CCTV merekam aksi pelaku dengan jelas mulai dari ciri fisik hingga pola operasinya.
Di Warkop Si Hitam Pahite, siaran Radio Andika itu bukan sekadar berita. Ia menjadi pengingat kolektif. Bahwa rasa aman adalah urusan bersama. Bahwa peristiwa kecil di sudut kota tak boleh dibiarkan hilang begitu saja.
“Makanya masih disiarkan,” celetuk salah satu pelanggan.
“Biar wong-wong eling.”
Hariyanto, pemilik toko klontong di kawasan Stasiun Kota Kediri, tampak duduk di Media Center Radio Andika. Headset menempel di telinga, mikrofon di depan mulut. Suaranya tenang, tapi nada hatinya jelas: geregetan.
Di udara Radio Andika, Hariyanto bercerita apa adanya. Tentang pemuda yang tampak rapi, terpelajar, bahkan seperti bocah apik. Tapi di balik itu, kelakuannya bikin dongkol.
“Wah… nek wongé ki ndeloké yo pantes, Mas. Tapi tumindaké kok ngisin-ngisini,” kira-kira begitu isi keluhannya di udara.
Dan seperti biasa, apa yang keluar dari Radio Andika, langsung masuk ke warkop-warkop pinggiran kota.
Di Warkop Si Hitam Pahite, siaran itu disimak sambil ngopi pahit dan ngemil Rondo Royal.
Pakde Kumis langsung buka suara, khas orang tua kampung yang kenyang pengalaman.
“Wah, biang keroké wes cetho kuwi,”
katanya mantap.
“Ternyata malingé nom-noman, gombal mukiyo. Bocahe ganteng, tapi kerok kampoeng. Ngisin-ngisini ae.”
Bejo, dengan Rondo Royal yang masih setengah di mulut, langsung nyambar:
“Bocah sik nom kok yo maling rokok karo duit.
Ojo-ojo wongé yo ra adoh. Wong wis ping pindho….Pehhh…..”
Nada Bejo setengah heran, setengah curiga. Di warkop, logika kampung selalu jalan.
Agus, sopir ambulans yang sejak tadi diam sambil dengerin Radio Andika, akhirnya ikut nimbrung. Nadanya santai, tapi isinya bikin warkop kaget.
“Yen ketemu langsung, lebokno ambulans ae,” katanya enteng sambil nyengir.
Wakidi langsung noleh.
“Lho kok dimasukké ambulans, Gus?”
Agus nggak kalah santai.
“Sopo ngerti bar di gibeng wong sak Indonesia Raya, terus mlebu rumah sakit.
Sak durungé kan yo diangkut ambulans sek…”
Belum selesai kalimatnya, Wakidi sudah nyeletuk nyamber.
“…sakdurungé diangkut kuwi!”
Suasana warkop langsung dodo mburi gerrrr.
Tawa pecah. Meja bergetar.
Rondo Royal di mulut Bejo hampir lompat keluar saking kagetnya.
“Masokkk pak ekooooo!”
Bejo nimpali sambil ngakak 🤣🤣🤣….suasana tambah rame.
Kopi pahit tetap pahit.
Radio Andika tetap nyala.
Dan cerita pencurian itu, entah bagaimana, jadi katarsis bersama.
Di Kediri, keadilan belum tentu selalu datang lewat jalur resmi. Tapi radio, warkop, dan obrolan warga menjadi ruang pengawasan sosial yang hidup.
Hariyanto sudah bicara di radio.
CCTV sudah merekam.
Warga sudah saling mengingatkan.
Tinggal satu yang ditunggu:
pelakunya sadar, atau akhirnya benar-benar “diangkut ambulans”.
☕📻😂
