Dua Kali Assessment, Kursi Kepala OPD Mojokerto Mulai Panas? ~ Detak Inspiratif | Berita dan informasi terkini Indonesia
RUNNING STORY :
Loading...

Dua Kali Assessment, Kursi Kepala OPD Mojokerto Mulai Panas?

-

Baca Juga





Mutasi Pemkab Mojokerto Pertama di Kepemimpinan Bupati AlBarra.





Proses assessment ulang Kepala OPD Pemkab Mojokerto di Surabaya memunculkan tanda tanya. Apakah ini murni penyegaran sistem merit, atau sinyal akan ada rotasi baru menjelang akhir tahun?





SURABAYA — Satu per satu pejabat eselon II Pemerintah Kabupaten Mojokerto memasuki ruang assessment di Gedung Assessment Center Surabaya, Rabu (29/10/2025).
Wajah-wajah itu tampak biasa, tapi dari gerak tubuhnya terasa: ada ketegangan yang sulit disembunyikan.



Mutasi jabatan Kedua Pemkab Mojokerto di era Kepemimpinan Bupati AlBarra 



“Berapa lama hasil assessment ini bisa digunakan untuk menilai pegawai? Bukankah kami baru saja melakukannya dua bulan lalu?” tanya salah seorang Kepala OPD dengan nada datar, namun tajam.


Pertanyaan itu menggantung di udara. Sebab, kondisi fiskal daerah kini sedang ketat akibat efisiensi anggaran dari pemerintah pusat.
“Dinas lain disuruh ikat pinggang, tapi yang ini masih bisa gelar assessment lagi,” celetuk pejabat lain, lirih tapi penuh makna.


Kepala BKPSDM menjelaskan bahwa hasil assessment ASN berlaku dua tahun dan dapat diperbarui bila ada perubahan struktur, kinerja, atau kebijakan baru. Namun bagi sebagian pejabat, penjelasan itu belum cukup menenangkan.


Bukan karena mereka menolak dinilai,
tapi karena suasananya terasa berbeda. Terlalu cepat, terlalu dekat, terlalu... politis?
Pertanyaan itu kini berputar di kepala para pejabat yang mulai menimbang nasibnya sendiri.


Yang jelas, dua kali assessment dalam waktu dua bulan seolah menjadi sinyal bahwa gunung birokrasi Mojokerto sedang bergerak.
Entah menuju penyegaran formasi, atau justru menuju letusan besar menjelang akhir tahun anggaran.



Reflektif ala Gus Mus

Di luar gedung assessment, hujan turun pelan-pelan.
Seolah langit pun ikut menilai  bukan lewat kertas ujian, tapi lewat kesabaran manusia yang diuji oleh waktu dan kebijakan.


Seorang pejabat paruh baya menatap genangan air di pelataran.
“Dulu aku ingin jadi abdi negara, bukan abdi nasib,” gumamnya pelan.
Mungkin ia hanya bercanda. Tapi mungkin juga sedang menimbang:
apakah pengabdian kini diukur dari angka tes, atau dari hati yang tetap setia di tengah ketidakpastian?


Di kejauhan, suara adzan maghrib memecah langit Surabaya yang lembab.
Para pejabat bergegas menutup berkas, sebagian menatap layar ponsel, sebagian lainnya menatap langit.
Barangkali mereka tahu,
tak semua yang dinilai bisa dinilai,
dan tak semua yang diuji perlu dijatuhkan.










Mungkin Juga Menarik × +
PERISTIWA
Hukum Kriminal
Olahraga

 
Atas
Night Mode