“Jejak Beton Keluarga Penguasa: Sidang Kapal Majapahit Bongkar Kontraktor Bon-Bonan dan Cor Milik Walikota”
-Baca Juga
MOJOKERTO — Di bawah terik matahari siang, ruang sidang Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (7/10/2025), mendadak panas. Bukan hanya karena adu argumentasi, tapi juga karena terbongkarnya praktik bobrok di balik proyek strategis nasional (PSN) pembangunan Pujasera berbentuk Kapal Majapahit di kawasan Taman Bahari Majapahit (TBM) Kota Mojokerto.
Proyek bernilai Rp2,5 miliar dengan kerugian negara mencapai Rp1,9 miliar itu sejatinya hanyalah bangunan penunjang dalam proyek TBM. Namun, fakta di persidangan memperlihatkan proyek ini dikerjakan asal-asalan, jauh dari profesionalisme, bahkan melibatkan rekanan kontraktor bayangan dan material milik keluarga penguasa daerah.
Kontraktor Bon-Bonan, Proyek Nasional Tanpa Profesional
Kontraktor pemenang tender, CV Hasya Putera Mandiri asal Peterongan, Jombang, ternyata bukan perusahaan dengan tenaga ahli tetap. Lima saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Mojokerto membenarkan hal itu. Mereka hanyalah pekerja “bon-bonan” alias tenaga pinjaman, tenaga freelance, bahkan buruh proyek musiman.
Kelima saksi itu ialah:
1️⃣ Iman Wahyudi, tenaga serabutan pinjaman.
2️⃣ Bagus Wahyu, tenaga ahli K3 bon-bonan.
3️⃣ Mada Hari Prasetya, ahli teknik bersertifikat SKT/SKK, juga tenaga pinjaman.
4️⃣ Nono Kurniawan alias Ono, mandor proyek bon-bonan.
5️⃣ Budi Prasetya, calo tenaga kerja yang mencarikan buruh bersertifikat.
“Bukan cuma tim bola voli tarkam yang pakai pemain bon-bonan. Dunia proyek juga begitu. Ada kontraktor pinjaman, asal pasang nama di dokumen, tapi yang kerja orang lain,” ujar salah satu sumber sambil menghela napas panjang di luar ruang sidang.
Dengan gaya kerja seperti itu, pembangunan Pujasera Kapal Majapahit tak ubahnya kapal tanpa nakhoda. Dokumen rapi di atas meja, tapi fondasi di lapangan rapuh seperti pasir di tepian Bengawan.
Majelis Hakim Lufianto, SH, MH, menegaskan bahwa kelimanya bukan bagian dari struktur resmi CV Hasya Putera Mandiri.
“Ini bukan sistem kerja profesional. Mereka semua hanya pekerja pinjaman yang digunakan terdakwa Hendar Adya Sukma,” tegas Lufianto di hadapan persidangan.
Cor Beton dari Perusahaan Keluarga Walikota
Namun fakta paling mengejutkan datang dari kesaksian Nono Kurniawan alias Ono. Ia mengungkap bahwa material cor beton remik untuk lantai 1 hingga 3 proyek Kapal Majapahit dibeli dari PT Jisoelman Putra Bangsa perusahaan yang beralamat di Dusun Tlasih Desa Tawar, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto, dan masih satu keluarga dengan Walikota Mojokerto Ika Puspitasari.
“Saya diberitahu oleh pengawas proyek, Januar, bahwa cor beton akan dikirim dari PT Jisoelman Putra Bangsa,” ujar Ono dalam sidang.
Pengawas proyek bernama Januar kini justru raib. Jaksa Penuntut Umum menyampaikan kepada majelis bahwa mereka telah berupaya mencari keberadaannya, namun tak diketahui di mana ia bersembunyi.
“Sudah kita hubungi dan cari, tapi tidak diketahui tempat tinggalnya, Yang Mulia,” kata JPU kepada Majelis.
Pembangunan Mangkrak, Integritas Karam
Dari rangkaian sidang sejak awal, semakin jelas bahwa pembangunan proyek strategis nasional ini sejak awal tidak dikelola dengan serius. Mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan, semuanya diwarnai praktik asal-asalan, tekanan struktural, dan aroma kuat konflik kepentingan.
Kini, bangunan yang seharusnya menjadi ikon wisata bahari Majapahit itu justru mangkrak, retak, dan menjadi simbol tenggelamnya integritas birokrasi Kota Mojokerto di bawah gelombang kekuasaan yang menenggelamkan akal sehat.
Sidang akan kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya pada Selasa, 14 Oktober 2025, untuk mendengarkan agenda pemeriksaan lanjutan dan keterangan tambahan dari pihak JPU.
Kasus Kapal Majapahit kini bukan sekadar perkara proyek gagal bangun. Ini telah menjelma menjadi potret nyata relasi kuasa, bisnis keluarga, dan mental korup yang menenggelamkan idealisme pembangunan.