PUTING BELIUNG MEMBAWA PULANG NESTAPA MOJOKERTO ~ Detak Inspiratif | Berita dan informasi terkini Indonesia
RUNNING STORY :
Loading...

PUTING BELIUNG MEMBAWA PULANG NESTAPA MOJOKERTO

-

Baca Juga






🌪️ Langit yang Mengamuk


Rabu sore, 8 Oktober 2025. Langit di atas Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, tampak kelabu. Hujan turun perlahan, seolah tak berbahaya. Tapi dari arah barat, awan hitam bergulung mendekat. “Tiba-tiba angin menderu seperti mesin besar,” tutur dr. Sucipto, warga yang tengah melintas menuju Gresik.


Dalam hitungan menit, pusaran angin membentuk spiral menakutkan. Genting-genting beterbangan, pohon tumbang, dan rumah-rumah warga tersapu hebat. Suaranya menggelegar, menggetarkan dada siapa pun yang mendengar. “Kemungkinan besar puting beliung, karena sebelumnya terlihat awan hitam pekat menggantung,” jelasnya.



Di Desa Ngabar, seorang ibu paruh baya berdiri di depan rumahnya yang tinggal separuh. Tangannya masih menggenggam ember oranye, sisa alat ia gunakan saat hendak menampung air hujan. Kini, ia hanya bisa memandangi atap rumahnya yang lenyap tersapu angin.


“Sing penting urip, Mas… rumah iso didandani,”
ucapnya lirih sambil menatap genting berserakan.


Kalimat sederhana itu seolah menampar kesadaran kita semua: betapa manusia tak pernah siap menghadapi amarah alam, namun selalu mampu bertahan dengan doa dan gotong royong.









Gotong Royong di Tengah Bencana


Selepas angin reda, warga bergegas keluar. Tak menunggu lama, mereka bergotong royong menyingkirkan ranting dan batang pohon yang menimpa jalan desa. Tim Krisis Puskesmas Kupang datang dengan satu perawat dan empat bidan desa. Mereka siaga di Pos Pelayanan Darurat, membantu warga yang terluka ringan dan memastikan tak ada korban jiwa.


Babinsa, Bhabinkamtibmas, serta perangkat desa ikut turun tangan. Kabel listrik dan jaringan internet yang sempat putus mulai dibenahi. Di beberapa titik, warga menyalakan penerangan darurat dari genset dan lampu tenaga surya seadanya.









 “Kami Tak Sempat Menyelamatkan Apa Pun”


Slamet, warga RT 25 Desa Ngabar, menunjukkan atap rumahnya yang nyaris hilang.


“Semua terjadi cepat sekali. Angin datang, genting beterbangan, kami lari keluar. Tak sempat nyelametin barang,” ujarnya.


Ia kini menumpang sementara di rumah tetangga. Malam itu, ia tidur hanya beralaskan tikar plastik di teras. Meski begitu, ia menolak mengeluh. “Sing penting anak-istri selamat. Barang bisa dicari,” katanya sambil menatap langit yang mulai bersih setelah badai.








 Hujan yang Tak Lagi Romantis


Fenomena ini bukan semata hujan biasa. Menurut keterangan Badan Meteorologi, puting beliung bisa muncul ketika awan cumulonimbus tumbuh cepat di atmosfer lembap. Ketika angin di permukaan bumi berputar dan bertemu udara dingin dari atas, terbentuk pusaran yang mampu menyapu apa saja di jalurnya.


Kecamatan Jetis dan sekitarnya memang tergolong kawasan dataran rendah dengan vegetasi terbuka dan suhu udara yang mudah memanas  kondisi yang memicu terbentuknya pusaran angin ekstrem di musim pancaroba seperti sekarang.



 Di Balik Genting yang Berserakan


Menjelang malam, para ibu mulai memasak di dapur darurat. Anak-anak kecil masih menatap langit, sebagian ketakutan ketika angin berembus sedikit lebih kencang. Namun di sela duka itu, tampak wajah-wajah tabah.
Mereka tahu, rumah bisa dibangun kembali. Yang penting, nyawa diselamatkan dan semangat gotong royong tak padam.


“Angin boleh menghancurkan rumah, tapi tidak hati kami,” kata seorang bidan desa dengan mata berkaca-kaca.


DATA KORBAN DAN LOKASI TERDAMPAK

Waktu Kejadian:
Rabu, 8 Oktober 2025 pukul 15.30 WIB

Lokasi:
Desa Ngabar, Desa Kupang, dan Desa Canggu, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto

Dampak:

  • 20+ rumah warga rusak ringan hingga berat

  • Pepohonan tumbang, kabel listrik dan jaringan internet terputus

  • Tidak ada korban jiwa

  • Warga mengungsi sementara di rumah tetangga

Pos Pelayanan Darurat:
UPTD Puskesmas Kupang – 1 Perawat, 4 Bidan Desa, Tim Krisis Siaga

Koordinasi Lapangan:
Perangkat Desa, Babinsa, Bhabinkamtibmas, PLN, dan relawan masyarakat


Di Mojokerto, angin sore ini bukan sekadar fenomena cuaca. Ia menjadi pengingat bahwa kekuatan alam bisa datang kapan saja — menundukkan keangkuhan manusia, namun juga menampakkan keindahan paling luhur: rasa kemanusiaan dan gotong royong.


“Bencana boleh datang tiba-tiba,
tapi kepedulian harus lebih cepat dari badai.”







Mungkin Juga Menarik × +
PERISTIWA
Hukum Kriminal
Olahraga

 
Atas
Night Mode