Ketika Bendung WONOKERTO Rp4,1 Miliar Longsor: Suara Dewan Dibungkam, Sungai Menjawab
-Baca Juga
MOJOKERTO — Tanah itu akhirnya bicara. Sabtu dan Minggu (25–26 Oktober), dua hari hujan deras menghantam wilayah Kutorejo, Mojokerto. Tebing utara sungai Sumber Kembar ambles, menyeret material tanah dan batu hingga menutup sebagian aliran air. Di situlah proyek Bendung Wonokerto yang dikerjakan CV Cumi Darat dengan nilai Rp4,1 miliar lebih berdiri dan kini sebagian ikut tergerus.
Padahal, peringatan sudah jauh-jauh hari disuarakan.
Dewan Sudah Ingatkan
Pada 28 September 2025, pimpinan DPRD Mojokerto menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) khusus membahas proyek tersebut.
Sebelumnya, hasil sidak lapangan dewan menemukan banyak kejanggalan:
struktur tanah rapuh, tidak ada penguatan tebing, hingga metode kerja yang dinilai terburu-buru.
Rekomendasinya tegas: hentikan proyek dan lakukan audit.
Namun rekomendasi itu justru dihentikan paksa.
Pihak DPUPR Kabupaten Mojokerto dan Bupati Muhammad AlBarra disebut melarang tim auditor turun ke lapangan dengan alasan efisiensi dan percepatan pekerjaan. Proyek tetap berjalan, seolah tak ada yang perlu dikoreksi.
Dan kini, alam sendiri yang melakukan “audit”.
CV Cumi Darat dan Tender yang Dipertanyakan
Nama CV Cumi Darat sejak awal menjadi sorotan. Pemenang tender ini sempat viral di lingkungan dewan, karena dianggap tidak memiliki rekam jejak kuat dalam pekerjaan besar seperti bendung atau irigasi utama.
Beberapa anggota DPRD bahkan menduga, kemenangan CV tersebut dipicu oleh faktor non-teknis dan tekanan politik menjelang akhir tahun anggaran.
“Bukan rahasia, proyek itu masuk prioritas percepatan. Tapi percepatan tanpa perhitungan malah bawa bencana,” ujar salah satu anggota dewan yang meminta namanya disamarkan.
Kerusakan Nyata, Kepercayaan Luntur
Kini, tebing di sisi utara proyek mengalami longsor berat.
Dalam video dan foto yang beredar, tampak lapisan tanah terkelupas dan terbawa arus deras.
Warga sekitar menyebut, sejak awal tebing itu sudah labil dan tidak layak dipasang alat berat tanpa kajian geoteknis matang.
“Air sungai meluap, tanahnya nyusul turun. Sekarang kami khawatir air makin meluap ke ladang,” kata salah satu warga Wonodadi.
Ketika Suara Rakyat Tak Didengar
Longsor di Wonokerto bukan sekadar bencana alam. Ia adalah bukti nyata gagalnya tata kelola proyek publik.
Ketika dewan bersuara, rakyat mengingatkan, dan fakta teknis diabaikan, maka yang berbicara akhirnya adalah bumi itu sendiri.
Kini publik menanti langkah tegas: apakah akan ada audit ulang, sanksi, atau kembali senyap seperti sebelumnya?
Catatan Redaksi – Detak Inspiratif:
“Air tak pernah berbohong. Ia hanya mencari jalan paling jujur.
Dan ketika sungai ambles, yang tersisa bukan hanya lumpur tapi harga diri birokrasi yang ikut tenggelam.”
