“Jalan Ketidur yang Mendadak Kumuh: Pasar Minggu Tanpa Manajemen, Kota Menanggung Risiko”
-Baca Juga
Mendung tipis menggantung rendah di langit Mojokerto. Udara sore mestinya terasa nikmat, 2 hari tidak ada hujan angin sepoi-sepoi siang sampai sore. Tapi suasana nyaman itu mendadak berubah begitu sepeda motor ini memasuki Jalan Ketidur, Kelurahan Surodinawan, Kecamatan Prajurit Kulon.
Aroma sisa makanan bercampur plastik basah langsung menyergap.
Trotoar yang biasanya rapi berubah menjadi etalase sampah dadakan.
Gelas plastik kopi terserak, tusuk sate menancap di tanah, bungkus mie instan terbang ditiup angin.
Seolah-olah ada badai yang lewat… padahal ini hanya sisa pasar Minggu pagi yang berakhir pukul 10.00. Namun sekarang sudah jam empat sore, dan sisa-sisa aktivitas itu masih menjadi pemandangan telanjang di depan mata.
Awal yang Mulia, Eksekusi yang Berantakan
Program PKL Mingguan di Jalan Ketidur awalnya dimaksudkan sebagai penyemangat ekonomi warga. Konsepnya: pasar krempyeng, sederhana tapi meriah.
Tujuan resmi:
Membantu PKL berjualan tanpa mengganggu arus harian.
Memberi ruang wisata murah meriah bagi warga.
Menghidupkan kelurahan lewat kegiatan ekonomi rakyat.
Tetapi satu fakta fatal menghancurkan semuanya:
Tidak ada tempat sampah. Sama sekali.
PKL datang. Pembeli berdatangan. Makanan masuk perut.
Namun sampah? Tidak ada yang memikirkan ke mana ia harus pergi.
Minggu Pagi: Ramai dan Meriah.
Minggu Sore: Kumuh dan Jorok.
Hasil pantauan Detak Inspiratif, sisa pasar Minggu tidak disisir ulang.
Tidak ada petugas rutin.
Tidak ada pengawasan dari DLH maupun Satpol PP.
Tidak ada SOP “bersih sebelum tutup”.
Inilah yang terlihat sore tadi:
7 kardus bekas makanan ditinggal begitu saja di tepi trotoar
Plastik minuman dan sedotan berserakan di selokan
Sampah menumpuk di bawah pohon perindang
Serangga dan lalat mulai mengerumuni sisa makanan
Air got mulai tersumbat serpihan plastik
Lingkungan berubah dari ruang publik yang semestinya asri menjadi zona kumuh yang mengganggu kenyamanan dan kesehatan.
Kesadaran Warga Lemah, tapi Pemerintah Lalai
Kita tidak bisa hanya menyalahkan pembeli yang membuang sampah sembarangan.
Karena:
Bagaimana warga mau disiplin kalau tempat sampah saja tidak disediakan?
Ini bukan soal perilaku warga semata.
Ini soal manajemen kebersihan kota yang gagal membaca dampak lapangan.
Jalan Ketidur bukan kawasan terpencil.
Ini wilayah dalam kota Mojokerto bagian barat dengan sirkulasi tinggi.
Bila dibiarkan, sampah yang menumpuk setiap Minggu bisa menjadi sumber penyakit:
Nyamuk
Lalat
Tikus
Penyumbatan drainase yang membuat banjir lokal
Yang paling ironis?
Jalan yang biasanya bersih mendadak jadi kumuh justru setelah program resmi pemerintah.
Suara Warga: “Minggu pagi meriah, Minggu sore kami yang sengsara.”
Seorang warga yang ditemui Detak Inspiratif menggerutu pelan:
“Pasar Minggu-nya bagus Mas… tapi setelah itu kami yang harus lihat sampah seharian. Wong nggak ada petugas yang bersihin.”
Keluhan ini senada dengan banyak warga yang sore tadi memilih memutar arah ketimbang melewati trotoar kotor tersebut.
Kesalahan Ada pada Sistem, Bukan PKL-nya Setelah ditelusuri, akar persoalan tidak rumit:
Tidak ada tong sampah portable
Tidak ada aturan kebersihan untuk PKL
Tidak ada petugas pembersihan pasca acara
Tidak ada pengarahan dari kecamatan/kelurahan
Tidak ada edukasi publik
PKL bukan masalah.
Yang bermasalah adalah ketiadaan manajemen.
Dampak Jika Dibiarkan
Jalan Ketidur berpotensi menjadi zona kumuh mingguan
Lingkungan sekitar menampung residu sampah yang menumpuk dari waktu ke waktu
Bisa muncul wabah penyakit berbasis lingkungan
Citra Kelurahan Surodinawan jatuh
Program bagus berubah bumerang
Agar Jalan Ketidur tidak berubah menjadi “TPA mini setiap Minggu”:
1. Sediakan 10–12 tong sampah portable
Setiap 10–15 meter satu titik.
2. PKL wajib membawa kantong sampah pribadi
Sebelum tutup, kantong harus ditimbang dan dibawa ke TPS terdekat.
3. SOP “Bersih Sebelum Tutup”
PKL hanya boleh meninggalkan area setelah bersih.
4. DLH turun 1 jam setiap Minggu
Pembinaan + pengangkutan.
5. Satpol PP melakukan patroli edukatif
Bukan represif, tapi disiplin dan humanis.
6. Pemasangan spanduk edukasi
“Pasar Minggu Bersih, Kota Mojokerto Berseri!”
“Jalan bersih, warga sehat!”
Sebuah Program Baik Harus Dijalankan Dengan Baik, Izin PKL Mingguan adalah hal yang bijak, tetapi tanpa manajemen kebersihan, ia berubah menjadi sumber persoalan kota.
Jalan Ketidur seharusnya menjadi ruang publik yang menyenangkan, bukan ladang sampah yang mengganggu pemandangan dan kesehatan.
Sore ini menjadi bukti:
Kota tidak hanya dibangun oleh bangunan megah, tetapi oleh cara pemerintah dan warganya menjaga kebersihan ruang bersama.
Kebersihan bukan hanya estetika, tetapi identitas kota.
