“Janji Pemutihan yang Mandek di Daerah: Ketika Warga Mojokerto Di PHP, Pemutihan Denda BPJS Kesehatan” ~ Detak Inspiratif | Berita dan informasi terkini Indonesia
RUNNING STORY :
Loading...

“Janji Pemutihan yang Mandek di Daerah: Ketika Warga Mojokerto Di PHP, Pemutihan Denda BPJS Kesehatan”

-

Baca Juga








MOJOKERTO – Matahari belum sepenggalah, tetapi antrean sudah mengular di depan Kantor BPJS Kesehatan Mojokerto. Di antara wajah-wajah lelah, ada suara lirih seorang bapak 48 tahun, mantan pekerja informal. “Saya sudah tiga kali bolak-balik ke sini. Pemerintah bilang tunggakan mau dihapus. Tapi kok di sini belum jalan? Kapan sebenarnya dimulai?”

Ia menenteng map lusuh berisi kartu BPJS Mandiri yang sudah nonaktif setahun lebih. Tunggakannya mencapai Rp 3,2 juta, angka yang bagi keluarga kecil seperti miliknya setara tiga bulan kebutuhan dapur. Ia datang dengan secercah harapan: ingin memindahkan kepesertaan ke segmen BPID Pemda, berharap mekanisme pemutihan denda seperti yang diumumkan pemerintah pusat benar-benar berlaku.

Tapi harapan itu pecah.

“Belum ada kebijakan, Pak. Kami masih menunggu petunjuk pusat,” ujar petugas.
Jawaban itu ia terima tiga kali dalam sebulan.



Janji Pemerintah Pusat: Menghapus Tunggakan 23 Juta Peserta

Pada awal November 2025, Menko PM A. Muhaimin Iskandar, atau Cak Imin, menyatakan bahwa pemerintah menyiapkan kebijakan pemutihan tunggakan iuran BPJS untuk 23 juta peserta BPU.
Besaran tunggakan nasional yang akan dihapus diperkirakan mencapai Rp 7,6 triliun.

Kebijakan ini disebut sebagai “jalan pulang” bagi jutaan rakyat miskin yang terhambat tunggakan kecil hingga menahun dan akhirnya tak bisa berobat.

Pernyataan itu menyebar cepat. Viral. Ditunggu rakyat.
Tapi, di Mojokerto, kebijakan itu tak pernah benar-benar turun.









DI LAPANGAN: Mojokerto Masih “Belum Terima Perintah”

Laporan Detak Inspiratif selama tiga minggu terakhir menunjukkan pola yang sama:

  • Peserta BPJS Mandiri yang ingin beralih ke BPID Pemda tetap diminta membayar tunggakan.

  • Kebijakan pemutihan tidak tercantum dalam sistem pelayanan kantor daerah.

  • Petugas front office mengulang jawaban: “Belum ada instruksi pusat.”

Beberapa warga bahkan sampai mendatangi Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto untuk mencari kepastian. Hasilnya?

Sama: belum ada regulasi turunan.

Padahal pengumuman pemerintah pusat sudah lewat lebih dari sebulan.


Rakyat yang Terkepung Ketidakpastian

Di sebuah rumah kecil di Desa Sumbertanggul, seorang ibu 54 tahun mengaku menunggu “pemutihan” itu seperti menunggu kabar gembira lebaran.

Anaknya penyandang disabilitas membutuhkan kontrol rutin di rumah sakit.
Tapi kartu BPJS mereka mati tunggakan hampir Rp 2 juta.

“Kalau denda dihapus, kami bisa daftar ulang. Kami bisa bawa anak kami berobat. Tapi kalau belum jelas begini, kami bagaimana?” katanya, dengan suara menahan sedih.

Inilah wajah nyata dari kebijakan yang mandek.



GAP KEBIJAKAN: Siapa yang Salah?

Hasil penelusuran kami menunjukkan dua masalah besar:

1. Tidak ada Juknis (Petunjuk Teknis) Resmi dari Pusat

BPJS daerah tidak berani menjalankan kebijakan pemutihan tanpa SK, Permen, atau juknis resmi.
Pernyataan politik tidak bisa diinput ke sistem.

2. Sistem Registrasi Ulang Belum Dibuka

Menurut pejabat pusat, peserta BPJS yang dihapus tunggakannya harus registrasi ulang.
Tapi di Mojokerto, fitur registrasi ulang itu belum tersedia.

Akibatnya:
Pengumuman pusat = tidak berdampak di daerah.



Rakyat Membayar Kebingungan Birokrasi

Karena kebijakan tak kunjung turun:

  • Peserta mandiri yang ingin pindah ke BPID tetap dikenai denda

  • Akses kesehatan rakyat kecil tetap terblokir

  • Petugas daerah jadi sasaran keluhan

  • Nama Menko, BPJS, dan Pemda dipertaruhkan

Dan yang paling tragis:

Pasien kronis terancam tak bisa akses pengobatan.



Mojokerto Bisa Jadi Barometer Nasional

Jika Mojokerto Raya dengan beban tunggakan yang tidak sebesar kota besar saja mengalami kekacauan informasi, besar kemungkinan daerah lain lebih parah.

Kebijakan yang diumumkan secara nasional, tetapi dijalankan tanpa koordinasi teknis, berpotensi gagal seperti:

  • Bansos yang tidak akurat

  • Dana desa tanpa juknis

  • Program subsidi tanpa payung hukum daerah



SERUAN TERBUKA UNTUK MENKO MUHAIMIN ISKANDAR

Melalui laporan ini, kami menyampaikan pesan langsung ke pemerintah pusat:

Rakyat di daerah menunggu. Mereka menahan sakit, menahan biaya, menahan harapan.
Jangan biarkan pemutihan BPJS berhenti sebagai janji di meja pusat.
Turunkan juknis. Buka sistem. Jalankan kebijakan. Karena nyawa rakyat tidak bisa menunggu birokrasi.”



Mojokerto Membara Bukan Karena Cuaca Saja

Cuaca panas bisa diredam dengan minum dan kipas.
Tapi panas yang satu ini, panas akibat kebijakan yang mandek 
membakar lebih dalam dan menyisakan luka yang panjang.

Dan selama pemutihan belum berjalan,
rakyat Mojokerto dan seluruh Indonesia tetap terjebak dalam tunggakan yang seharusnya sudah dibebaskan.








Mungkin Juga Menarik × +
PERISTIWA
Hukum Kriminal
Olahraga

 
Atas
Night Mode