⚡ KAPAL MAJAPAHIT GAGAL BANGUN, TAPI MENGGETARKAN JAKARTA. Jakarta – Mojokerto Connection: Dari Tipikor Surabaya ke Atensi Pusat
-Baca Juga
Detak Inspiratif | Selasa, 11 November 2025 – Tipikor Surabaya
Nyaris tak terdengar, tapi mengguncang istana.
Dari kota kecil yang dulu menyalakan kejayaan Nusantara, kini datang kabar getir: Kapal Majapahit Kota Mojokerto tenggelam — bukan di laut, tapi di ruang sidang Tipikor Surabaya.
Fakta Persidangan: Saksi Ahli ke-4 BPKP Jatim Bicara Tegas
Di ruang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Mojokerto menghadirkan saksi ahli ke-4,
Deni Ferdianto, auditor dari BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Timur.
Dalam kesaksiannya, Deni menjelaskan hasil audit investigatif BPKP yang dilakukan atas permintaan aparat penegak hukum.
Audit itu menegaskan, proyek Pembangunan Pujasera berbentuk Kapal Majapahit di Taman Bahari Majapahit (TBM) dinyatakan “gagal bangunan total.”
“Bangunan itu tidak sesuai spesifikasi, struktur lemah, desain tak proporsional, dan membahayakan keselamatan publik,”
— tegas Deni Ferdianto, di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin I Made Yuliada, SH., MH., dengan dua anggota Manambus Pasaribu dan Lujianto.
Nilai kontrak proyek: Rp 2,5 miliar dari APBD Kota Mojokerto TA 2023.
Hasil audit BPKP Jatim menemukan kerugian negara Rp 1.911.583.776.
Empat Saksi Ahli, Satu Suara: “Gagal Total”
Sebelumnya, JPU telah menghadirkan tiga saksi ahli lain:
Prof. Dr. Ir. Mudji Irmawan, MT – ITS Surabaya, ahli struktur bangunan.
Prof. Antoni – UK Petra Surabaya, ahli teknik sipil.
Suhariyanto, ST., MT – Politeknik Negeri Malang, ahli pengadaan barang/jasa.
Ketiganya kompak menyebut:
“Kalau dipaksakan beroperasi, bangunan itu bisa membahayakan nyawa pengunjung.”
“Material tak standar, fondasi tak kuat, dan perhitungan konstruksi tidak sesuai prinsip keilmuan.”
Pernyataan itu memperkuat hasil audit BPKP dan membuka tabir proyek yang sejak awal disebut sebagai “simbol kebanggaan Majapahit” —
namun justru berujung aib anggaran publik.
Atensi dari Jakarta
Informasi dari sejumlah sumber di lingkaran hukum pusat menyebut, laporan kasus ini telah sampai ke Kejaksaan Agung dan KPK RI.
Kedua lembaga tengah memantau proses persidangan karena mengandung unsur penyalahgunaan simbol sejarah untuk proyek pencitraan.
“Kasus Mojokerto ini bukan hanya soal kerugian Rp 1,9 miliar. Tapi juga bentuk penghianatan terhadap nilai-nilai kebangsaan,”
— ujar sumber di Kejagung, Jakarta.
Ironi di Bumi Majapahit
Dari balik hujan deras Mojokerto, rakyat menatap bangunan yang kini retak di atas tanah yang dulu penuh kejayaan.
Proyek yang digadang-gadang sebagai ikon wisata sejarah justru menjadi monumen kegagalan moral dan birokrasi.
“Ngakune wong Mojopahit, tapi ora ngerti aji luhur...”
— komentar penikmat Kopi Hitam Pahit di pinggir Warkop Surodinawan, menyesap kopi hitam pahit sambil geleng kepala.
Suara Rakyat Mojopahit
“Sing penting ojo dol jenenge Majapahit kanggo proyek nyolong,”
ujar seorang pengunjung warkop dengan nada getir.
“Wes cukuplah… rakyat butuh pemimpin sing eling lan waspada, dudu sing silau harta lan jabatan.”
Suara itu mengalir pelan, tapi menembus jauh ke Jakarta.
Nyaris tak terdengar, namun menggetarkan jantung kekuasaan.
DATA KASUS KAPAL MAJAPAHIT
Lokasi: Taman Bahari Majapahit, Kota Mojokerto
Tahun Anggaran: 2023 (APBD)
Nilai Proyek: Rp 2,5 Miliar
Kerugian Negara: Rp 1.911.583.776 (audit BPKP Jatim)
Tersangka: 7 orang (ASN & pihak rekanan)
Majelis Hakim: I Made Yuliada, SH., MH (Ketua)
Saksi Ahli: 4 orang (ITS, UK Petra, Polinema, BPKP Jatim)
Status Sidang: Pemeriksaan Saksi Ahli ke-4 (BPKP)
Lembaga yang memantau: Kejagung RI, KPK RI, Kemendagri
Kapal Majapahit boleh gagal bangunan,
tapi rakyat Majapahit tidak akan gagal ingatan.
Sejarah mengajarkan: siapa yang mengkhianati kejujuran,
akan tenggelam lebih cepat dari kapal yang dibangunnya.
Detak Inspiratif – Dari Warung Kopi Mojokerto, Bergema ke Jakarta.
