LAPORAN KHUSUS. “SADARTENGAH: LAPORAN YANG HILANG DI ANTARA MEJA-MEJA BIROKRASI” ~ Detak Inspiratif | Berita dan informasi terkini Indonesia
RUNNING STORY :
Loading...

LAPORAN KHUSUS. “SADARTENGAH: LAPORAN YANG HILANG DI ANTARA MEJA-MEJA BIROKRASI”

-

Baca Juga




Di bawah hujan tipis menjelang senja, satu berkas laporan berharga Rp 725 juta masih tersandera di ruang sunyi birokrasi. Setahun sudah ditunggu, setahun pula ia tak kunjung kembali. Di Desa Sadartengah, Mojoanyar, masyarakat menatap kosong: ada apa dengan laporan itu?


Pada 24 Juni 2024, sebuah LSM yang selama ini dikenal keras menjaga marwah masyarakat, mengetuk pintu Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto. Dokumen setebal beberapa centimeter diserahkan:
Laporan dugaan penyalahgunaan Bantuan Keuangan Desa P-APBD 2022 senilai Rp 725 juta.


LSM itu bicara lantang:
“Ada yang janggal. Ada yang tidak beres. Masyarakat berhak tahu.”


Di sisi lain, Sadartengah tetap sibuk dengan ritme desa: sawah yang hijau, jalan yang berdebu, pembangunan yang kadang lebih cepat daripada administrasi yang mengekornya.
Di celah itulah dugaan penyimpangan sering lahir.



Kasi Tindak Pidana Khusus Kejari Kabupaten Mojokerto, Rizky Raditya Eka Putra, menerima laporan itu, memeriksa dokumen, memanggil pihak terkait, menyusun kesimpulan.

Di ruangan kerjanya yang tenang, Senin (17/11/2025), ia berkata:


“Kami sudah setahun menunggu hasil evaluasi dari Inspektorat. Setahun lalu penyelidikan sudah selesai, dan kesimpulan kami sudah kami serahkan. Tapi sampai hari ini, tidak ada kabar apa pun.”


Kata-katanya dalam, berat, dan jujur.
Seolah mengaku bahwa sebagian besar perjalanan laporan itu bukan lagi di tangan penegak hukum, melainkan birokrasi internal pemerintah daerah.


Indonesia sedang berubah. Kejaksaan Agung mengeluarkan perintah baru:
“Perkara desa harus ditempuh upaya preventif lebih dulu.”


Itu berarti:
– Utamakan pembinaan,
– Utamakan pengembalian kerugian negara,
– Baru naik ke penyidikan jika tak bisa lagi diluruskan.

Rizky mengurai:

“Upaya preventif itu tugas Intel Kejaksaan. Kalau tidak bisa dikembalikan, barulah masuk ke Pidsus.”


Tetapi laporan Desa Sadartengah telah selesai di meja Pidsus.
Dan Pidsus telah memberikan temuan administratif ke Inspektorat.
Lalu… diam.


Ada satu fakta mengejutkan yang disampaikan Pidsus:

“Secara teknis tidak ada kekurangan maupun kelebihan pembayaran.”

Artinya:
Angka di SPP sesuai dengan angka di lapangan.
Volume pekerjaan sesuai dengan pencairan.

Namun masalahnya bukan itu.
Masalahnya dokumen administratif:
– Kelengkapan
– Tanda tangan
– Prosedur
– Pengarsipan
– Mekanisme pelaksanaan

Semua jatuh pada kategori administratif, bukan kerugian negara.


Lalu bagaimana dengan isu “pemalsuan tanda tangan” yang sempat beredar?

Rizky menjawab tegas:

“Tak ada satu pun yang menyampaikan tanda tangannya dipalsukan.”

Sederhana.
Jelas.
Tamat.


INSPEKTORAT: MENGAPA BELUM ADA HASIL?

Ini titik paling krusial dalam laporan ini.
Inspektorat Kabupaten Mojokerto memegang kunci:
Apakah kasus ini mengandung kerugian negara atau tidak.

Jika ya → kasus naik.
Jika tidak → kasus berakhir di ranah pembinaan.

Tetapi satu tahun berlalu.
Tidak ada evaluasi. Tidak ada laporan balik. Tidak ada kejelasan.


LSM yang mengawal laporan ini mulai bertanya: “Kenapa evaluasi itu belum selesai?”

Apakah menumpuk?
Apakah belum disentuh?
Atau ada tarik ulur antara teknis dan kebijakan?


Detak Inspiratif mencatat, ini bukan kasus pertama yang berhenti di ruang Inspektorat.
Dan mungkin bukan yang terakhir.



SADARTENGAH DI PERSIMPANGAN

Di desa, isu ini masih berputar seperti wahana permainan TONG SETAN, “muter-muter ditempat".
Masyarakat ingin tahu, bukan karena ingin menjatuhkan siapa pun, tetapi karena dana Rp 725 juta bukan angka kecil untuk desa.


Bagi warga desa, uang itu:
– Bisa jadi jalan desa,
– Bisa jadi gorong-gorong,
– Bisa jadi fasilitas umum,
– Bisa jadi apa pun yang menyentuh hidup mereka.


LSM ingin laporan berjalan.
Kejaksaan sudah melakukan bagiannya.
Inspektorat masih diam.
Dan masyarakat… menunggu.



DI ANTARA HASIL DAN HARAPAN

Satu laporan telah berjalan dari meja ke meja, dari kantor ke kantor, dari tanda tangan ke tanda tangan. Tetapi ia berhenti di satu titik: evaluasi Inspektorat yang tak kunjung keluar.


Detak Inspiratif menulis ini bukan untuk menghakimi, tetapi untuk mengingatkan:


Setiap laporan adalah harapan.
Setiap evaluasi yang tertunda adalah kepercayaan yang menipis.
Dan setiap dana desa harus dipertanggungjawabkan dengan jernih.


Sampai evaluasi itu datang,
laporan Sadartengah tetap menjadi cerita tentang birokrasi yang menggantung,
tentang keadilan yang menunggu,
dan tentang desa yang bertanya dalam diam:


“Apa kabar laporan kami?”



“BIROKRASI PEMKAB MOJOKERTO:

MIRIP PERTUNJUKAN TONG SETAN DI PASAR MALAM”

Kalau ada lomba “Birokrasi Terunik se-Indonesia”, Pemkab Mojokerto mungkin sudah menang sejak babak penyisihan.
Sebab cara mereka menangani laporan publik, evaluasi desa, dan dokumen-dokumen krusial…
mirip sekali dengan pertunjukan Tong Setan di pasar malam.


Motor muter-muter tanpa arah, lampu kelap-kelip, musik dangdut keras, dan penonton yang cuma bisa teriak:
MUTER TEYUS, BOSSS SAMPAI KLENGER?”


LINGKARAN SETAN YANG TAK KUNJUNG PUTUS

Berkas laporan masuk → Ditindak Kejari → Dikirim ke Inspektorat →
Lalu… bukan diproses, tapi malah muter mengelilingi dinding birokrasi.

Setahun muter.
Dua belas bulan muter.
Empat musim hujan-mendung-panas-mendung lagi… tetap muter!

Persis motor bebek tua yang dipaksa mencengkeram dinding Tong Setan.


APH YANG SEKADAR MENONTON

Kasi Pidsus tegas menyampaikan:

“Kami sudah setahun menunggu evaluasi dari Inspektorat.”

Bahasa halusnya:
“Sampai sekarang nggak balik-balik, Pak Bos…”

Seperti operator pasar malam yang teriak dari bawah:
“HATI-HATI, SING NDELOK!
WES JAM 11,
AWAS PEMAINNYA MUNSRETTT,  MUTER-MUTER TEYUSSS!” 😂🔥


INSPEKTORAT DAN KEAHLIAN MENGAMBANG

Soal jurus mengambangkan kasus, Inspektorat punya dua jurus andalan:

Jurus Mengambang Level Dewa
Menahan berkas tanpa kabar sampai masyarakat lupa.

Jurus “Sedang Kita Evaluasi”
Padahal file-nya mungkin terjebak di folder “Pending” sejak pergantian Kasubag.

Yang menyedihkan, birokrasi kita ini tidak pernah jatuh,
karena ia selalu… muter di situ-situ saja.


LSM & PUBLIK: PENONTON SETIA TONG SETAN

LSM sebagai pelapor seperti penonton yang beli tiket Rp 10.000,
berharap lihat atraksi keren…
tapi yang muncul malah pemain motor yang itu-itu saja,
muter tanpa trik baru.

Publik pun ikut bengong:
“Ini laporan desa kok muternya lebih lama daripada Dangdut Koplo Night Carnival?”


MUNGKIN PERLU KLAKSON?

Kalau penonton Tong Setan mulai bosan, biasanya operator menyalakan klakson keras-keras.
Barangkali birokrasi Mojokerto juga perlu “klakson” itu:

– sorotan media,
– desakan publik,
– audit independen,
– atau satu kalimat pamungkas:


“KOK MBOTEN KELAR-KELAR PAKDE, KASUS SADAR TENGAH!”








TONG SETAN VERSI BIROKRASI PEMKAB

Dalam pertunjukan Tong Setan sungguhan, motor akan berhenti ketika bensin habis.
Tapi dalam birokrasi, muternya bisa sampai akhir jabatan,
sampai SK pensiun keluar,
atau sampai masyarakat lupa.


Untungnya tidak semua lupa.
Ada yang tetap mencatat.
Ada yang tetap mengangkat.
Ada yang tetap menulis.


Detak Inspiratif hadir untuk mengatakan satu hal:


✨ “Berhentilah muter-muter seperti pertunjukan tong setan di pasar malam, turun dan berikan laporan itu ke publik.” ✨







Mungkin Juga Menarik × +
PERISTIWA
Hukum Kriminal
Olahraga

 
Atas
Night Mode