Terkuak Setelah 7 Abad, Istana Raja Hayam Wuruk ('Kerajaan Terakota Kedua') Ditemukan dengan Teknologi Canggih, Bukti Majapahit Super Jenius🌠🪐🚀
-
Baca Juga
LiDAR dan GPR: Ketika Sains Membangkitkan Istana Majapahit yang Hilang 700 Tahun
Mitos dan Kenyataaan
Di bawah hamparan sawah dan permukiman warga Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur sebuah lanskap yang kini sunyi dan bersahaja tersembunyi sebuah rahasia besar yang telah dipeluk bumi selama hampir tujuh abad. Tempat ini, yang kita kenal sebagai bekas ibu kota Majapahit, selalu menyimpan misteri. Berabad-abad, keberadaan Keraton Utama yang agung pusat segala kekuasaan dan kebudayaan hanyalah legenda yang tertulis apik dalam naskah kuno Negara Kertagama. Para arkeolog telah menggali, mencari, namun bukti konkrit tentang istana megah itu seolah menguap, ditelan suburnya tanah Jawa.
Namun, kini, sepasang mata modern telah datang dari angkasa dan dari kedalaman bumi.
Sinar Laser Membelah Rimbunnya Sejarah
Bukan cangkul atau sekop yang menjadi senjata utama ekspedisi kali ini, melainkan teknologi yang lahir dari era digital.
LiDAR (Light Detection and Ranging). Di atas Trowulan yang rimbun, sebuah pesawat terbang rendah, memancarkan miliaran sinar laser per detik ke bawah. Sinar-sinar itu menembus kanopi pepohonan, melucuti lapisan vegetasi dan menyingkap permukaan bumi tanpa harus menyentuhnya. Bagi para peneliti, LiDAR adalah alat pembalik waktu, sebuah jendela digital untuk melihat sebelum hutan menutupi kota.
Peta tiga dimensi (3D) yang dihasilkan sungguh mengejutkan. Di antara tumpukan data yang terdistorsi, tiba-tiba muncul pola geometris yang sangat teratur. Jaringan jalan lurus yang saling tegak lurus, saluran air yang terstruktur, dan yang paling menarik sebuah area persegi yang masif dan simetris, jauh lebih besar dari area penemuan candi biasa. Area inilah yang kini dicurigai kuat sebagai lokasi pasti Keraton Utama yang selama ini dicari.
Jika LiDAR memberikan cetak biru kota dari udara, maka langkah selanjutnya adalah memastikannya dari bawah.
Pemeriksaan Kedalaman: Bukti Fisik di Bawah Kaki
Di sinilah GPR (Ground Penetrating Radar) mengambil alih peran. Alat yang ditarik perlahan di atas tanah ini memancarkan gelombang elektromagnetik ke kedalaman. Ketika gelombang itu mengenai benda padat seperti batu, keramik, atau yang paling diharapkan struktur bata kuno, ia memantulkan sinyal balik.
Layar monitor GPR tidak menampilkan tumpukan tanah biasa. Di sana, terekam jelas adanya lapisan pondasi yang tebal, formasi dinding yang terkubur rapi, dan pola sekat-sekat ruang yang konsisten. Data GPR ini yang menangkap kepadatan dan bentuk di bawah kaki kita adalah bukti fisik tak terbantahkan bahwa di sana, di kedalaman, tersembunyi sisa-sisa arsitektur Majapahit yang dielu-elukan dalam Negara Kertagama.
Sains telah memenangkan pertarungan melawan waktu. Legenda Istana Majapahit kini telah terbukti menjadi kenyataan, menunggu untuk dibangkitkan sepenuhnya.
Membaca Denah dari Bawah Tanah
Detail Struktur dan Konsistensi Sejarah
Apa yang diungkap oleh GPR bukan hanya gundukan bata yang terpendam, melainkan sebuah denah arsitektur yang simetris dan monumental. Hasil pemindaian menunjukkan adanya konsistensi yang luar biasa:
Pola Tata Ruang: Struktur yang ditemukan terdiri dari sekat-sekat ruang yang lebar dan teratur, menunjukkan fungsi sebagai kompleks publik atau hunian bangsawan yang didesain secara matang, bukan sekadar permukiman biasa.
Pondasi Berlapis: Kedalaman sinyal GPR mengonfirmasi adanya fondasi yang kuat dan berlapis, ciri khas bangunan penting yang dirancang untuk berdiri kokoh selama berabad-abad. Ketebalan dan kedalaman fondasi ini mengindikasikan bahwa bangunan di atasnya pasti memiliki ketinggian dan kemegahan yang signifikan.
Kesesuaian dengan Naskah: Penemuan ini menjadi bukti fisik yang menguatkan deskripsi epik dalam Kitab Negara Kertagama karya Mpu Prapanca. Naskah tersebut menggambarkan ibu kota Majapahit, atau Wilwatikta, sebagai kota yang terbagi rapi, dengan alun-alun besar, taman, dan pura (istana) yang dikelilingi tembok. Pola kota teratur yang terungkap oleh LiDAR, dan struktur persegi istana di tengahnya, kini bukan lagi alegori, melainkan fakta geografis yang teruji sains.
Para peneliti meyakini, area persegi besar yang teridentifikasi oleh teknologi ini adalah tempat berdirinya Srimanganti (Gerbang Utama) dan Paseban (Pendopo Agung) tempat raja menerima tamu dan menggelar upacara kenegaraan. Ini adalah jantung peradaban Nusantara abad ke-13 hingga ke-15.
Makna Kebangkitan Majapahit
Warisan yang Melampaui Bata dan Gelombang
Penemuan Istana Majapahit melalui LiDAR dan GPR jauh melampaui sekadar penambahan situs cagar budaya baru. Ini adalah titik balik dalam narasi sejarah bangsa Indonesia.
Validasi Kebesaran: Penemuan ini memvalidasi kembali narasi tentang kebesaran peradaban Majapahit sebagai sebuah kerajaan maritim dan agraris yang memiliki perencana tata kota (urban planner) visioner. Majapahit bukan hanya kuat dalam militer dan politik, tetapi juga sangat maju dalam arsitektur sipil dan pengelolaan ruang.
Identitas Nasional: Bagi generasi muda, ini adalah penegasan bahwa sejarah Nusantara sarat akan prestasi intelektual dan teknologi tinggi pada masanya. Ini meningkatkan rasa memiliki dan kebanggaan terhadap akar budaya, yang sempat redup di tengah gempuran sejarah modern.
Arah Konservasi Baru: Penemuan ini membuka babak baru bagi konservasi. Istana yang selama ini hanya bisa dibayangkan, kini memiliki koordinat dan denah yang pasti. Tugas selanjutnya bukan lagi mencari, melainkan melestarikan dan merekonstruksi narasi, sambil mencari cara yang paling etis untuk melindungi warisan yang tersembunyi di bawah rumah dan sawah rakyat.
Majapahit, yang sempat terkubur oleh bumi dan dilupakan oleh waktu, kini bangkit kembali di hadapan mata kita. Kebangkitannya bukan oleh sihir atau mantra, melainkan oleh keajaiban ilmu pengetahuan, membuktikan bahwa masa lalu yang agung akan selalu menemukan jalan untuk menyapa masa kini.
Kerajaan Terakota Nusantara
Piramida dan Terakota: Bukti Visi Peradaban
Pandangan bahwa Majapahit adalah "Kerajaan Terakota Kedua" setelah Piramida Mesir bukan sekadar hiperbola, melainkan sebuah pengakuan terhadap kejeniusan arsitektur. Jika Mesir Kuno membangun keabadian dengan batu raksasa, Majapahit mencapai keagungan dengan bata merah (terakota) yang disusun dalam skala urban yang masif.
Setiap bata yang kini terdeteksi oleh GPR, setiap pola jalan yang terkuak oleh LiDAR, adalah cetak biru dari perencana berwawasan luas yang membayangkan sebuah kota yang tidak hanya berfungsi sebagai pusat politik, tetapi juga sebagai karya seni budaya tinggi.
Majapahit membuktikan dirinya sebagai sebuah peradaban yang:
Progresif: Mampu menguasai teknik pembuatan dan penyusunan bata merah (terakota) dalam jumlah industri, menjadikannya material utama untuk istana, candi, hingga sistem irigasi kota.
Visioner: Merancang ibu kota yang simetris, lurus, dan terintegrasi sebuah contoh urban planning yang puluhan abad mendahului kota-kota modern.
Aestetik: Bukan sekadar tumpukan bata, arsitektur Majapahit kaya akan relief, hiasan, dan ornamen yang memadukan fungsi dan nilai seni budaya yang tinggi.
Warisan yang Harus Dibangkitkan
Penemuan Istana Majapahit adalah kado terindah bagi bangsa ini. Ini mengingatkan kita bahwa di bawah lapisan debu sejarah, tersembunyi bukti-bukti kebesaran yang menuntut kita untuk bangkit dan menjaga warisan tersebut.
Majapahit bukan tinggalan sejarah yang mati. Ia kini telah dibangkitkan oleh teknologi, menjadi inspirasi nyata bahwa Indonesia sebagai pewaris Kerajaan Terakota yang agung memiliki DNA peradaban yang unggul.