10 Ribu Buruh dari 10 Organisasi Siap Demo di Surabaya, Tuntut UMP Jatim 2026 Capai Rp3,5 Juta-an ~ Detak Inspiratif | Berita dan informasi terkini Indonesia
RUNNING STORY :
Loading...

10 Ribu Buruh dari 10 Organisasi Siap Demo di Surabaya, Tuntut UMP Jatim 2026 Capai Rp3,5 Juta-an

-

Baca Juga





SURABAYA – Sebanyak 10 organisasi serikat pekerja akan menggelar aksi demonstrasi pada Rabu (24/12/2025) mulai pukul 09.00 WIB. Aksi yang akan melibatkan sekitar 10.000 peserta ini bertujuan memperjuangkan peningkatan upah minimum dan kesejahteraan buruh Jawa Timur, yang dianggap tertinggal dibanding provinsi lain.


Tujuan: Gedung Negara Grahadi (Jl. Gubernur Surayo) dan Kantor Gubernur Jawa Timur (Jl. Pahlawan 110)


Korlap Aksi: Garda Metal FSPMI, Brigade KSI, Kopaskep FSP KEP KSP1, Laskar Nasional SPN, Panser KSBSI, Satgasus RTMM, Garda Bumi Sarbumusi, Bapor SP Lem SPSI, Ganas SP Kahut SPSI, Barikade SP Kahutindo.


Rute dan Titik Kumpul: Peserta akan berkumpul dari kawasan industri masing-masing kabupaten/kota, kemudian berkumpul di sekitar CITO sebelum melanjutkan ke Gedung Grahadi dan Kantor Gubernur.


Alat Peraga: Selebaran tuntutan, bendera merah putih dan organisasi, spanduk serta banner.


Transportasi: Mobil komando dengan sound sistem, sepeda motor, bus, dan truk.

 


TUNTUTAN UTAMA

UMP dan UMSP Tahun 2026

1. Tetapkan UMP Jawa Timur 2026 sesuai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebesar Rp3.575.938,-

2. Tetapkan UMSP Jawa Timur sebesar Rp3.756.229,64,- (dengan α 0,6 dan basis pengali UMP 2026 sesuai KHL 2025)

UMK dan UMSK Tahun 2026

3. Tetapkan UMK 2026 untuk Jawa Timur dengan ketentuan:

32 kabupaten/kota dengan UMK lebih rendah dari KHL 2025 ditetapkan minimal Rp3.575.938,-

Untuk daerah Ring-I (Kota Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Kab. Mojokerto, Kab. Pasuruan) dan Kabupaten Malang agar menggunakan nilai alfa (α) 0,90 (nol koma sembilan nol)

4. Tetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) Tahun 2026 sesuai dengan angka dan jumlah jenis usaha (KBLI) usulan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh.






Dari Grahadi ke Konstitusi: Buruh, Upah Layak, dan Arah Baru Industrialisasi Indonesia


Rabu 24 Desember halaman Gedung Negara Grahadi Surabaya tidak hanya dipenuhi derap langkah massa buruh. Spanduk tuntutan, teriakan orasi, dan barisan aparat keamanan adalah pemandangan yang hampir selalu sama dari tahun ke tahun. Namun ada satu hal yang berbeda kali ini: aksi buruh Jawa Timur tidak berhenti pada tuntutan, tetapi bergerak menuju gagasan.

Di tengah hiruk-pikuk demonstrasi Gerakan Serikat Pekerja Jawa Timur (GASPER), isu yang dibawa memang klasik kenaikan upah minimum tahun 2026. Namun di balik tuntutan itu, tersimpan satu naskah ideologis yang jarang lahir dari jalanan: Manifesto Industrialisasi Berdaulat Indonesia.

Aksi ini, secara diam-diam, sedang berbicara lebih jauh dari sekadar angka upah. Ia menggugat arah pembangunan nasional.







Upah Murah yang Terlembagakan

Data resmi negara menunjukkan ironi yang sulit dibantah. Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Jawa Timur tahun 2025 mencapai Rp3.575.938. Namun Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Timur masih berada di kisaran Rp2,3 juta salah satu yang terendah secara nasional. Dari 38 kabupaten/kota, 32 di antaranya memiliki UMK di bawah KHL.

Kondisi ini bukan sekadar statistik. Ia adalah bukti bahwa politik upah murah telah menjadi kebijakan yang terlembagakan, bukan lagi anomali.

Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 168/PUU-XXI/2023 sebenarnya telah memberi rambu tegas: kebijakan upah harus menjamin kebutuhan hidup layak. Namun di tingkat implementasi, keberanian itu seperti berhenti di atas kertas.

Negara mengetahui fakta ini. Negara memiliki datanya. Tetapi negara memilih kompromi yang hampir selalu berujung sama: buruh diminta memahami situasi, sementara pengusaha diberi ruang bernapas lebih luas.






Mengapa Tuntutan Buruh Selalu Sama?

Pertanyaan yang sering dilontarkan publik adalah: mengapa buruh selalu demo dengan tuntutan yang sama setiap tahun?

Jawabannya justru sederhana dan pahit. Karena kebijakan tidak pernah benar-benar berubah.

Buruh, pada akhirnya, tetap bekerja. Mereka menerima keputusan karena kebutuhan hidup tidak bisa ditunda. Yang terus bersuara adalah aktivis dan serikat buruh sering dicap keras kepala, ngeyel, bahkan mengganggu stabilitas. Padahal, di situlah memori kolektif disimpan: memori tentang janji-janji yang berulang, tentang formula yang selalu menekan ke bawah.

Jika tuntutan tidak berubah, sesungguhnya yang gagal adalah negara dalam melakukan koreksi kebijakan.


Ring I Jawa Timur dan Logika yang Disembunyikan

Salah satu tuntutan yang paling disorot adalah usulan penerapan koefisien alfa (α) 0,90 bagi kawasan Ring I Jawa Timur, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Pasuruan, dan Malang.

Secara ekonomi, kawasan ini adalah jantung industri Jawa Timur. Kontribusi PDRB terbesar, produktivitas tinggi, dan konsentrasi industri manufaktur nasional. Namun justru di wilayah inilah narasi “industri akan kolaps jika upah naik” paling sering digunakan.

Padahal, α 0,90 bukan angka ekstrem. Ia adalah kompromi moderat antara kepentingan buruh dan keberlangsungan usaha. Dalam kerangka Putusan MK, koefisien ini justru mencerminkan prinsip proporsionalitas: wilayah dengan kontribusi ekonomi lebih besar semestinya memberi kesejahteraan lebih baik bagi tenaga kerjanya.

Menolak logika ini berarti mempertahankan ketimpangan struktural.


Ketika Jalanan Melahirkan Manifesto

Yang membuat aksi ini berbeda adalah lahirnya Manifesto Industrialisasi Berdaulat Indonesia. Sebuah dokumen yang tidak berhenti pada kritik, tetapi menawarkan arah.

Manifesto ini menolak anggapan bahwa daya saing harus dibangun di atas upah murah. Ia mengingatkan bahwa Indonesia pernah berjaya pada era 1980–1990-an ketika industri nasional tumbuh tanpa menjadikan buruh sebagai korban.

Dokumen ini menegaskan tiga pilar utama: Indonesia tanpa upah murah, industrialisasi ala Pancasila, dan pembelajaran dari negara-negara Asia Timur yang maju tanpa menekan buruh.

Jepang, Korea Selatan, dan bahkan China modern menunjukkan bahwa upah layak justru memperkuat pasar domestik dan stabilitas industri. Buruh diposisikan sebagai subjek produksi, bukan biaya yang harus ditekan.


Negara di Persimpangan

Apakah negara akan terus menjadikan buruh sebagai variabel penyesuaian demi stabilitas semu? Ataukah berani mengambil jalan yang lebih sulit: menjadikan kesejahteraan buruh sebagai fondasi industrialisasi berdaulat?


Catatan penting: di tengah teriakan upah, lahir sebuah tawaran arah kebijakan. Dan tawaran itu datang dari mereka yang selama ini paling sering diminta mengalah.


Jika negara masih mengabaikannya, maka demo-demonstrasi serupa akan terus berulang. Bukan karena buruh keras kepala, melainkan karena keadilan sosial belum benar-benar dijadikan tujuan pembangunan.




MANIFESTO INDUSTRIALISASI BERDAULAT INDONESIA

Indonesia Tanpa Upah Murah, Industri Kuat, Buruh Bermartabat


Kami percaya bahwa kemajuan suatu bangsa tidak diukur dari murahnya tenaga kerja, melainkan dari martabat manusia yang bekerja di dalamnya. Indonesia tidak dilahirkan sebagai bangsa buruh murah, melainkan sebagai bangsa merdeka yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Manifesto ini lahir dari kesadaran bahwa kebijakan ekonomi dan industrialisasi Indonesia telah terlalu lama menyimpang dari amanat konstitusi, khususnya Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Upah murah dijadikan strategi, buruh dijadikan beban, dan negara perlahan berubah menjadi fasilitator modal, bukan pelindung rakyat.

Manifesto ini adalah seruan koreksi arah.


LANDASAN IDEOLOGIS

  1. Pancasila sebagai dasar moral dan ideologi kebijakan ekonomi nasional.

  2. UUD 1945 Pasal 27 ayat (2): setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

  3. UUD 1945 Pasal 33: perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan.

  4. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang menegaskan bahwa kebijakan upah harus menjamin kebutuhan hidup layak (KHL).


BLUEPRINT INDONESIA TANPA UPAH MURAH

Prinsip Utama

Upah layak adalah fondasi pembangunan, bukan variabel pengorbanan.

Kebijakan Pokok

  1. KHL sebagai batas minimum konstitusional

    • Upah minimum nasional, provinsi, dan kabupaten/kota tidak boleh lebih rendah dari KHL.

    • KHL ditetapkan secara ilmiah, transparan, dan partisipatif.

  2. Penghapusan politik upah murah

    • Upah murah tidak lagi dijadikan strategi menarik investasi.

    • Investasi harus berbasis produktivitas, teknologi, dan nilai tambah.

  3. Negara menanggung beban transisi

    • Insentif fiskal bersyarat bagi industri strategis.

    • Subsidi energi dan logistik bagi industri nasional.

    • Akses pembiayaan murah untuk swasta nasional dan UMKM industri.


MODEL INDUSTRIALISASI ALA PANCASILA

Prinsip Dasar

Negara memimpin arah, rakyat menjadi pelaku, modal menjadi alat.

Pilar Industrialisasi

  1. Industri nasional sebagai tulang punggung

    • Swasta nasional menengah dan koperasi industri menjadi prioritas.

    • PMA bersifat pelengkap, bukan penentu kebijakan.

  2. Rantai nilai nasional (National Value Chain)

    • Hilirisasi sumber daya alam sampai produk akhir.

    • Penguatan industri berbasis pertanian, maritim, dan manufaktur.

  3. BUMN sebagai jangkar industri hulu

    • BUMN fokus pada peran strategis, bukan pemburu proyek.

  4. Buruh sebagai subjek produksi

    • Jaminan kerja dan perlindungan hubungan industrial.

    • Serikat buruh sebagai mitra strategis industri.


BELAJAR DARI ASIA TIMUR

Pengalaman Jepang, Korea Selatan, dan China membuktikan bahwa:

  • Industrialisasi kuat tidak dibangun dengan menekan buruh.

  • Upah layak mendorong produktivitas, stabilitas sosial, dan pasar domestik.

  • Negara berperan aktif melindungi industri nasional dari dominasi modal asing.

Indonesia tidak kekurangan sumber daya, tenaga kerja, atau pasar. Yang dibutuhkan adalah keberanian politik dan keberpihakan kebijakan.


ARAH KEBIJAKAN STRATEGIS

  1. Menjadikan kesejahteraan buruh sebagai indikator utama keberhasilan pembangunan.

  2. Mengakhiri ketergantungan pada investasi berbasis upah murah.

  3. Menguatkan pasar domestik sebagai mesin pertumbuhan.

  4. Mengembalikan ekonomi Indonesia ke jalur konstitusi dan Pancasila.


Manifesto ini bukan seruan permusuhan antara buruh dan pengusaha. Manifesto ini adalah ajakan membangun keadilan struktural. Negara yang kuat bukan negara yang menekan rakyatnya, melainkan negara yang berani melindungi dan memuliakan mereka.

Indonesia bisa maju tanpa mengorbankan buruh. Indonesia bisa berdaulat tanpa tunduk pada modal. Indonesia bisa besar dengan berdiri di atas keadilan sosial.

Inilah Manifesto Industrialisasi Berdaulat Indonesia.

Disusun sebagai dokumen ideologis dan kebijakan untuk masa depan Indonesia.








Mungkin Juga Menarik × +
PERISTIWA
Hukum Kriminal
Olahraga

 
Atas
Night Mode