JUM’AT KERAMAT DI RUANG CAKRA TIPIKOR SURABAYA. Korupsi Kapal Majapahit Rp 2,5 Miliar ~ Detak Inspiratif | Berita dan informasi terkini Indonesia
RUNNING STORY :
Loading...

JUM’AT KERAMAT DI RUANG CAKRA TIPIKOR SURABAYA. Korupsi Kapal Majapahit Rp 2,5 Miliar

-

Baca Juga





Pengadilan Tipikor Surabaya, Jum’at 19 Desember 2025, pukul 14.00 WIB.
Ruang Cakra tak hanya menjadi saksi palu hakim ia menjadi altar pengakuan: sebuah ikon kota karam oleh keserakahan. Kapal Majapahit, yang dijanjikan sebagai pusat kuliner dan kebanggaan Mojokerto, resmi berubah status: monumen perkara.


Proyek Rp 2,5 miliar, kerugian negara Rp 1,9 miliar angka yang tak pernah berbohong. Majelis Hakim Tipikor Surabaya membacakan amar putusan untuk tujuh terdakwa. Satu per satu, ringan dibanding tuntutan. Publik mencatat. Sejarah mengingat.







PUTUSAN MAJELIS 

Hakim Ketua: I Made Yuliada, S.H., M.H.
Anggota: Manambus Pasaribu, S.H., M.H.; Lujianto, S.H., M.H.

  1. M. Khudori – Dir. CV Sentosa Berkah Abadi
    Pidana 2 th 4 bln, denda Rp100 jt (subs 3 bln).
    Peran: pinjamkan bendera, fee Rp19 jt. Nihil uang pengganti.

  2. Cholik Idris – Pelaksana Cover Kapal
    Pidana 3 th, denda Rp150 jt (subs 4 bln).
    Uang pengganti Rp65 jt (1 bulan; sita–lelang; subs 2 bln).

  3. Nugroho (Putut) – Pelaksana Cover & Hollow
    Pidana 3 th 6 bln, denda Rp150 jt (subs 4 bln).
    Uang pengganti Rp150 jt (subs 4 bln).

  4. M. Romadhon alias Doni (DPO) – Dir. CV Hasya Putera Mandiri
    Pidana 3 th, denda Rp200 jt (subs 4 bln).
    Uang pengganti Rp22 jt (subs 1 bln).

  5. Hendar Adya Sukma – Pelaksana Struktur Beton
    Pidana 1 th 6 bln, denda Rp100 jt (subs 6 bln).
    Uang pengganti Rp1 M → sudah dikembalikan.

  6. Zantos Sebaya – PPTK/PPK Pengganti
    Pidana 2 th 6 bln, denda Rp100 jt (subs 3 bln).

  7. Yustian Suhandinata – PPK/KPA
    Pidana 3 th, denda Rp150 jt (subs 3 bln).
    Catatan Majelis: persengkongkolan memperkaya orang lain.

Sikap Para Pihak: JPU pikir-pikir; PH pikir-pikir; terdakwa menerima.






ANATOMI KEJAHATAN: PINJAM BENDERA, FEE 

Polanya klasik dan telanjang:

  • Pinjam CV untuk menembus tender

  • Pelaksana lapangan bergerak

  • PPK–PPTK membuka jalan

  • Fee kecil mengalir, kerugian besar ditinggal

Rp19 juta. Rp22 juta.
Angka-angka ini memalukan bila disandingkan dengan Rp1,9 miliar kerugian negara. Inilah paradoks korupsi proyek: yang menikmati tampak kecil, yang dirugikan rakyat.


VONIS VS TUNTUTAN: JARAK YANG MENYISAKAN TANYA

Sebagian besar vonis lebih ringan dari tuntutan JPU Kejari Kota Mojokerto.
Pertanyaannya bukan emosional, tapi rasional:

  • Apakah efek jera tercapai?

  • Apakah uang negara pulih proporsional?

  • Apakah aktor kunci telah seluruhnya terungkap?

Hukum telah berbicara. Publik berhak menilai.


UANG PENGGANTI: LUKA KEADILAN FISKAL

Total uang pengganti tidak sebanding dengan kerugian negara.
Satu terdakwa mengembalikan Rp1 miliar langkah penting.
Namun, sisa lubang masih menganga. Negara bukan sekadar menghukum orang, tetapi memulihkan hak rakyat.


DPO: PR YANG BELUM TUNTAS

Nama M. Romadhon alias Doni masih berstatus DPO.
Vonis tanpa kehadiran fisik terdakwa adalah catatan merah.
Penegakan hukum belum paripurna sebelum buron benar-benar dihadapkan ke meja hijau.


KAPAL, KOTA, DAN INGATAN

Kapal Majapahit dirancang sebagai ruang temu, bukan ruang perkara.
Kini ia mengajarkan satu pelajaran pahit:
ikon tanpa integritas hanya akan jadi monumen kekecewaan.

Detak Inspiratif mencatat bukan untuk menghakimi, tetapi mengawasi.
Karena di setiap rupiah yang raib, ada hak rakyat yang terampas.


CATATAN REDAKSI

Kasus ini belum selesai.
Banding, eksekusi uang pengganti, perburuan DPO, dan evaluasi proyek mercusuar daerah semuanya wajib diawasi publik.



APAKAH ADA TERSANGKA BARU SETELAH 7 TERDAKWA?

SANGAT MUNGKIN. Bahkan peluangnya besar.

Ini belum selesai.

Mengapa?

Karena 7 terdakwa yang sekarang diadili hanyalah “lapisan pelaksana teknis dan operator lapangan”.

Dalam hierarki proyek pemerintah, mereka bukan pengambil keputusan strategis.

Tidak mungkin proyek sebesar dan setidak profesional itu berjalan tanpa “keputusan politik” dan “keputusan administrasi tingkat atas”.


Dengan kata lain:

Jika kontraktor, PPK, konsultan, PPTK, dan panitia diadili…

maka jalur komando mereka pasti akan ikut terseret cepat atau lambat.


POLA HUKUM TIPIKOR: Lapisan yang dihukum dulu → baru aktor kebijakan

Dalam logika penanganan kasus proyek:

1. Gelombang pertama = pelaksana teknis

(PPK, PPTK, konsultan, kontraktor, mandor)

→ Inilah 7 terdakwa sekarang.


2. Gelombang kedua = pejabat pembuat kebijakan

(Kepala Dinas, Sekretaris Dinas, Kabid, Kasie, Tim Teknis, Kuasa Pengguna Anggaran)


3. Gelombang ketiga = pejabat politik

(Walikota, Wakil, Sekda, atau pihak yang memberi arahan informal)


Pola ini terjadi di kasus:

Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP)

Walikota Batu Eddy Rumpoko

Kasus alun-alun / pasar di berbagai daerah

Proyek wisata buatan yang gagal seperti kapal, dermaga, museum.

Jadi pola hukum nasional → 7 terdakwa ini hanyalah awal.



APAKAH WALIKOTA MOJOKERTO BERISIKO TERSANGKUT?

Jawabannya: Ya, potensinya ada. Dan jelas.

Karena tiga hal:

1. “Ide proyek” sering kali dikategorikan sebagai kebijakan yang mengarahkan atau mempengaruhi anggaran

Jika Walikota:

menginisiasi konsep Kapal Majapahit,

mendorong proyek tanpa studi kelayakan,

atau mengarahkan anggaran ke proyek ini tanpa proses formal yang benar,

maka ia masuk kategori:

Turut serta (Pasal 55)

Penyalahgunaan kewenangan (Pasal 3)

Kebijakan yang menimbulkan kerugian negara

Posisi Walikota sangat mungkin diperiksa lanjutan setelah putusan perkara pertama.


2. Walikota adalah PA (Pengguna Anggaran) Tertinggi

Dalam proyek daerah:

PA = Walikota

KPA = Kepala Dinas

PPK = Pejabat teknis

Jika kerugian negara nyata, maka struktur komandonya otomatis diperiksa.

Dalam banyak kasus:

Ketika PPK dan kontraktor dihukum → PA dan KPA hampir pasti diperiksa gelombang berikutnya.



APAKAH KEPALA DINAS PUPR PERAKIM & eks PLT KEPALA OPD TERLIBAT?

Jawaban: Sangat mungkin, bahkan lebih besar dibanding Walikota.

Alasannya:

1. Mereka paham detail teknis, bukan sekadar kebijakan

2. Mereka adalah Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

3. Mereka yang menyetujui dokumen teknis, BAST (Berita Acara Serah Terima), progres fisik, dan pencairan

4. Mereka bertanggung jawab atas pengawasan teknis dan mutu proyek

Bahkan bila:

mereka tidak menandatangani langsung

atau tidak ikut dalam teknis,

tetapi membiarkan, menyetujui, atau tidak mengawasi,

itu sudah memenuhi unsur Pasal 3 Tipikor (“penyalahgunaan kewenangan karena jabatan”).

Artinya → KADIN PUPR sangat berpotensi menjadi tersangka lanjutan.


 3 HAL YANG MEMPERKUAT KEMUNGKINAN ADA TERSANGKA BARU

1. Kerugian Negara Besar + Proyek Gagal Total

Dalam kasus yang kerugiannya mencolok dan bangunan gagal:

Penyidik selalu mengejar ke “aktor atas”

Karena kerugian tidak akan terjadi tanpa perintah atau pembiaran tingkat tinggi.


2. Fakta Persidangan Sangat Menentukan Gelombang Ke-2

Jika dalam persidangan:

saksi menyebut perintah dari atasan,

ada notulensi rapat,

ada tekanan mempercepat pekerjaan,

ada “desakan” menyelesaikan proyek meski bermasalah,

Nama pihak atas yang disebut dalam persidangan langsung masuk daftar monitor penyidik.

Dan, sifat sidang kemarin sangat jelas:

banyak keterangan saksi yang membuka jalur komando.


3. JPU Menuntut Berat → Indikasi Konstruksi Perkara Tidak Akan “putus di bawah”

Jika tuntutan tinggi, JPU pasti menyiapkan:

berkas gelombang berikut

potential suspect list

kajian peran PA/KPA

Tuntutan tinggi = sinyal bahwa JPU tidak menutup pintu untuk aktor yang lebih besar.


❗ 7 terdakwa hanyalah daun-daun di ranting paling bawah.

❗ Akar dan batangnya masih berdiri.

❗ Dan penyidik biasanya tidak berhenti sebelum menemukan sumber keputusannya.

“Jika kapal itu karam, mustahil nakhoda tidak mengetahui arah layar.”


PREDIKSI KASUS SETELAH PUTUSAN HAKIM

Gelombang 2 tersangka sangat mungkin muncul.

Target potensial (berdasarkan struktur hukum proyek):

1. Kepala Dinas PUPR Perakim

2. Plt. atau eks Kepala OPD terkait

3. Tim Teknis atau Pejabat Pembuat Komitmen lain

4. Pimpinan kebijakan: Walikota atau pejabat yang menginisiasi proyek

5. Pejabat yang menandatangani BAST (Berita Acara Serah Terima) dan memerintahkan pembayaran.

Ini analisis hukum berdasarkan pola nasional selama 20 tahun penanganan Tipikor.










Mungkin Juga Menarik × +
PERISTIWA
Hukum Kriminal
Olahraga

 
Atas
Night Mode