Patung Macan Putih Desa Balong Jeruk Kediri Dan Obrolan di Warkop Pinggiran
-Baca Juga
Di warkop-warkop pinggiran Kediri, legenda tak selalu dibicarakan dengan nada khusyuk. Ia bisa hadir sebagai bahan candaan, diseruput bersama kopi hitam pahit, ditemani gorengan, dan ditimpali tawa yang tak dibuat-buat.
Beberapa hari terakhir, obrolan itu mengerucut pada satu sosok: patung Macan Putih di simpang tiga Desa Balong Jeruk, Kecamatan Kunjang.
“Macan kok rai-ne mirip babi…”
celetuk Pakde Kumis, membuka diskusi sambil tertawa ngekeh.
Yang lain langsung nyamber. Bejo dengan mulut masih sibuk mengunyah Rondo Royal ikut menimpali:
“Kuwi pancen Macan Putih, Pakde. Tapi dudu Macan Putih legenda Kediri. Kuwi macanan Kampoeng Balong Jeruk.”
Meja warkop pun pecah oleh tawa. Ada yang menyoroti hidungnya, ada yang membandingkan kakinya, ada pula yang menyebut coraknya lebih mirip zebra ketimbang macan.
Namun justru dari guyonan itu, kita menemukan sesuatu yang penting.
Legenda yang Tak Tinggal di Buku
Bagi warga Kediri, Macan Putih bukan sekadar patung atau ornamen persimpangan jalan. Ia adalah simbol tua: penanda kewibawaan, kekuatan batin, dan jejak spiritual masa lalu yang dalam banyak kisah dikaitkan dengan raja, penjaga gaib, hingga aura mistik tanah Kediri.
Tapi legenda yang hidup bukanlah legenda yang membeku di museum.
Ia justru bernapas di ruang-ruang rakyat: di warkop, di sawah, di pos ronda, dan di candaan malam hari.
Patung Macan Putih di Balong Jeruk mungkin tak memenuhi ekspektasi estetika semua orang. Bentuknya bisa diperdebatkan. Wajahnya bisa diplesetkan. Tapi ia berhasil melakukan satu hal penting: menghidupkan kembali percakapan tentang identitas lokal.
Macan Putih ala Pinggiran
Macan Putih versi legenda adalah sosok agung sunyi, sakral, dan penuh misteri.
Macan Putih versi Balong Jeruk adalah sosok yang membumi kena canda, kena kritik, tapi akrab.
Ia bukan macan istana.
Ia macan kampung, yang berdiri di persimpangan jalan, dilihat tukang sayur, pengendara motor, anak sekolah, dan para peminum kopi hitam.
Dan mungkin justru di situ kekuatannya.
Kediri, Kota Tahu dan Cerita
Kediri kerap disebut Kota Tahu sederhana, merakyat, apa adanya.
Legenda di kota ini pun diperlakukan dengan cara yang sama: tak disakralkan berlebihan, tapi tetap dihormati lewat cerita.
Guyonan di warkop bukan penghinaan.
Ia adalah bentuk paling jujur dari keterlibatan warga dengan simbol budayanya sendiri.
Karena legenda yang hanya dipuja tanpa dibicarakan akan mati pelan-pelan.
Sebaliknya, legenda yang ditertawakan, diperdebatkan, dan dibincangkan akan terus hidup.
Di Kediri, Macan Putih tak hanya bersemayam di cerita masa lalu.
Ia duduk di meja warkop,
menjadi bahan tawa,
dan tetap menjaga ingatan kolektif sebuah kota. ☕🐅
