PROYEK PEMBANGUNAN BENDUNG WONOKERTO Rp. 4,125 M – GAGAL TARGET
-Baca Juga
Di penghujung akhir tahun 2025, Pemerintah Kabupaten Mojokerto kembali menorehkan catatan merah dalam tata kelola proyek strategis daerah. Kali ini datang dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Dinas PUPR Bidang Sumber Daya Air (SDA), menyusul gagalnya proyek pembangunan Bendung Wonokerto di Dusun Wonokerto, Desa Wonodadi, Kecamatan Kutorejo.
Proyek yang digadang-gadang menjadi solusi irigasi pertanian bagi warga ini tidak mencapai target penyelesaian sesuai kontrak kerja 160 hari, meski menelan anggaran APBD Kabupaten Mojokerto Tahun Anggaran 2025 dalam jumlah fantastis.
ANGGARAN BESAR, HASIL NOL
Bendung Wonokerto dibangun menggunakan APBD Kabupaten Mojokerto 2025 sebesar Rp 4.314.756.819. Anggaran tersebut dirinci sebagai berikut:
Pekerjaan konstruksi: Rp 4.125.010.554
➜ Pelaksana: CV Cumi Darat Konstruksi, beralamat di Desa Mojokumpul, Kecamatan Kemlagi, MojokertoPerencanaan: Rp 99.990.000
➜ Konsultan perencana: CV Cakra Nenggala Konsultan, Desa Kembangan, Kebomas, GresikPengawasan: Rp 89.756.265
➜ Konsultan pengawas: CV Pandu Adhigraha, Ngampelsari, Candi, Sidoarjo
Proyek ini resmi dimulai 4 Juli 2025 dengan target rampung Desember 2025. Namun hingga akhir tahun, hasil di lapangan jauh dari harapan.
ATENSI KPK: PROYEK STRATEGIS, PENGAWAS TAK DI TEMPAT
Masalah Bendung Wonokerto tidak berhenti di keterlambatan. Proyek ini bahkan menjadi atensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat supervisi dan monitoring 27–28 Oktober 2025 di wilayah Mojokerto Raya.
Satuan Tugas Pencegahan Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah III KPK turun langsung ke lokasi. Hasilnya mencengangkan:
konsultan pengawas dan penanggung jawab proyek strategis daerah tidak berada di lokasi pekerjaan.
Situasi ini memicu reaksi keras KPK
“Selain direkomendasikan untuk blacklist PT Cumi Darat Konstruksi, estimasi proyek ini kan tidak selesai. Satgas KPK juga mempertanyakan, kenapa masih dipertahankan? Kenapa tidak diputus kontrak?”
— SUPERVISI & MONITORING KPK
Namun ironisnya, Pemkab Mojokerto tidak serta-merta menindaklanjuti rekomendasi tersebut.
DINAS NGOTOT, KPK BERIKAN WARNING ALARM
Ketika Supervisi dan monitoring KPK beberapa bulan lalu menyebutkan dinas PUPR SDA, bersikukuh mempertahankan rekanan dengan dalih proyek akan berdampak positif bagi pertanian dan kekhawatiran tidak adanya ploting anggaran lanjutan di tahun berikutnya.
Alasan tersebut membuat pihak KPK terkejut.
“Kalau memang tidak profesional, kenapa harus dilanjutkan? Saya juga mau konsultannya di-blacklist,”
ujar salah seorang pejabat setempat saat Supervisi & Monitoring KPK.
Pernyataan ini menegaskan satu hal: logika administrasi Pemkab Mojokerto bertabrakan dengan prinsip akuntabilitas.
PANTAUAN LAPANGAN: SEPI AKTIVITAS, NAMA LAIN MUNCUL
Pantauan langsung DETAK INSPIRATIF, Selasa siang 30 Desember 2025, memperlihatkan minim aktivitas pekerjaan di lokasi proyek. Tidak tampak geliat percepatan seperti proyek yang dikejar target akhir tahun.
Yang lebih janggal, di lapangan justru terlihat pekerja mengenakan seragam bertuliskan CV Jaya Abadi, bukan CV Cumi Darat Konstruksi.
Seorang mandor berinisial AS, mengakui kendala utama proyek adalah faktor alam.
“Sering banjir kalau hujan deras di Kutorejo, Pacet, dan Trawas. Sungai Sumber Kembar ini hulunya dari Sungai Pikatan dan Kromong Pacet,” jelasnya.
Namun alasan cuaca tak serta-merta menghapus kewajiban perencanaan teknis, mitigasi risiko, dan manajemen proyek.
GAGAL KONSTRUKSI, LOSS CONTROL, SIAPA BERTANGGUNG JAWAB?
Dengan kondisi ini, Bendung Wonokerto resmi tercatat sebagai proyek fisik gagal di tahun anggaran 2025. Dari sedikitnya 10 proyek fisik utama, inilah yang paling mencolok:
anggaran besar, pengawasan lemah, progres tak sebanding.
Pertanyaan publik kini mengarah tajam:
Bagaimana sikap resmi Pemkab Mojokerto?
Apakah ada sanksi tegas terhadap pelaksana, konsultan, dan pejabat penanggung jawab?
Ataukah proyek APBD kembali dibiarkan menjadi monumen loss control dan kompromi kekuasaan?
Air Sungai Sumber Kembar mungkin meluap karena hujan.
Namun yang lebih berbahaya adalah meluapnya toleransi terhadap kegagalan proyek publik.
Dan pada akhirnya, rakyatlah yang selalu diminta bersabar, sementara uang negara telah lebih dulu habis.
